Kota Norwich rupanya masih mampu menarik kembali seorang Luke Whiston. Pria tiga puluh tahun yang telah menghabiskan lebih dari separuh waktunya di Oxford. Usai menyelesaikan studi, Luke tak kunjung kembali ke kota kelahirannya dengan banyak alasan. Tapi cukup satu alasan membawa Luke kembali ke tempat asalnya.
Luke menyadari, sudah waktunya ayahnya berhenti dan menyerahkan semua urusan perusahaan besar keluarga mereka padanya. Luke akan mengerahkan segenap dirinya pada Sonic Group, seperti semangat ayahnya yang tak pernah padam sejak dulu.
Ronan mengemudikan mobil melewati Fleet Street, kawasan jalanan kota yang tak banyak dilewati banyak orang. Menurut informasi yang Ronan dengar, CEO muda yang berada di kursi belakangnya, menyukai ketenangan yang selalu ditawarkan oleh jalanan ini.
“Maaf, Tuan. Kudengar kau menyukai suasana jalanan seperti ini. Jadi aku memilih lewat kesini.” Ronan membuka pembicaraan di tengah-tengah kesunyian yang cukup lama berada dalam mobil itu.
Luke mengangguk. “Yah. Aku suka.”
Luke memang menikmati pemandangan menakjubkan sepanjang perjalanannya melewati Fleet Street. Deretan pohon pinus dan alder yang meneduhkan. Hanya beberapa kendaraan yang melintas. Seingatnya, sudah tujuh tahun lebih terakhir kali Luke melewati jalan ini.
Ronan, supir pribadi yang dipilih langsung oleh Tuan Chris Wriston untuk putranya. Sebelumnya, Ronan bekerja di kantor Sonic Group sebagai petugas keamanan gedung. Usianya kini tiga puluh lima tahun. Ia memiliki istri dan putrinya yang cantik.
“Ngomong-ngomong, musik apa yang Tuan sukai?” tanya Ronan. Tangannya sibuk dengan audio di dashboard mobil “Biar kunyalakan lagu kesukaanmu.”
“Lebih baik tak menyalakan apapun,” jawab Luke datar. Jawaban yang membuat Ronan cepat-cepat mematikan tombol audio.
“Baik, Tuan.”
Ronan menarik nafasnya panjang, kemudian mengeluarkannya pelan-pelan. Entah mengapa ia merasa canggung sekali sekarang. Kabar yang beredar di kantor, Luke memiliki sikap yang dingin, irit bicara dan terkesan acuh. Sangat kontras dengan sikap kedua orang tuanya. Tuan Chris seorang konglomerat yang selalu hangat dan banyak bicara pada semua orang. Sikap Nyonya Annami juga tak berbeda dengan suaminya.
Jari tangan Luke menyingkap lengan bajunya, melihat jam di pergelangannya. “Bisa lebih cepat lagi? Kau tahu jam berapa jadwal pertemuanku hari ini?”
Mendengar itu, Ronan spontan melirik jam tangannya pula.
“Maaf, Tuan. Satu jam lagi pertemuan itu dimulai” ucapnya gugup. “Aku akan lebih cepat lagi.”
Setelah mengetahui mereka tak punya banyak waktu, Ronan segera menaikkan kecepatan mengemudinya. Beruntungnya, situasi di jalanan sangat mendukung untuk mengemudi dengan kecepatan maksimal begini.
Saat Ronan masih dihadapkan dengan canggung dan kegugupan yang belum usai, tiba-tiba sesuatu terjadi.
Ciiiiiitttt.
Ronan memutar kemudinya dengan cepat, lalu menginjak pedal rem mendadak. Luke kaget bukan main. Terlebih dengan Ronan. Sebuah mobil yang tengah melintas di depan mobil Luke, mendadak berhenti. Dan Ronan yang masih dalam kecepatan maksimal nyaris tak dapat menghindari kecelakaan yang bisa saja terjadi saat itu. Beruntung, nasib baik masih berpihak dengan mereka.
“Tuan, kau baik-baik saja?” Ronan membalikkan tubuhnya, menghadap kursi belakang dengan kepanikan. “Maafkan aku, Tuan. Aku benar-benar tidak tahu mobil itu berhenti mendadak di tengah jalan begini.”
Meski ia juga merasa jantungnya nyaris copot dan benar-benar panik, Luke berhasil mengendalikan diri. Ekspresinya datar. “Turun dan cepatlah kau urus orang gila yang membawa mobil bar-bar itu.”
“Baik, Tuan.”
Setelah melepas sabuk pengaman, Luka bergegas turun dan menghampiri mobil yang baru saja hampir membuat hidupnya selesai. Ia mengetuk kaca mobil yang masih tertutup itu, tak lama seseorang dari dalam mobil tersebut membuka pintu dan turun.
Ellshora berdiri di hadapan Ronan, wajahnya nampak pucat pasi. Ekspresi panik, takut dan bingung jadi satu.
“Maaf, Tuan. Maafkan aku.” Ellshora menangkupkan kedua telapak tangan dan menundukan sedikit tubuhnya pada Ronan.
Di balik kaca mobil, Luke melihat seorang gadis ‘gila’ yang keluar dari mobil. Sementara ia hanya duduk di kursinya, menyaksikan dua orang itu dari jauh tanpa bisa mendengar suara apapun.
“Nona, kau tidak seharusnya membahayakan dirimu sendiri dan juga orang lain begini. Kalau kau tak bisa mengemudi, kau bisa naik kendaraan umum,” tegur Ronan. “Apa kau punya SIM?”
Wajah Ellshora masih memperlihatkan ekpresi yang sama. Ia benar-benar bingung.
“Bukan begitu. Tiba-tiba saja mobilku mogok di tengah jalan begini,” papar Ellshora.
Ronan memandangi mobil Ellshora sesaat. Lalu beralih pada gadis yang masih berdiri di depannya, dari atas sampai bawah. Ellshora benci seseorang yang memandanginya seperti itu. Tapi itu hanya sebentar, Ronan cepat memalingkan pandangannya ke arah mobil Luke. Ia ingat, mereka harus cepat sampai kantor sebelum pertemuan itu dimulai.
“Maaf, Tuan. Bisa kau membantuku?” harap Ellshora.
“Kau tau mesin mobil kan?” tambahnya.
Cepat Ronan menoleh ke arah Ellshora kembali. “Maaf, Nona. Aku sedang buru-buru. Kau bisa menelpon bengkel langgananmu dan tunggu saja mereka datang.”
Jawaban itu membuat Ellshora murung, tapi ia masih mengharapkan pertolongan.
“Kalau aku ikut denganmu dulu, bagaimana?”
“Sekali lagi, maaf Nona. Tidak bisa. Aku bersama atasanku, dan kami sedang buru-buru. Aku harus pergi sekarang,” terang Ronan.
Langkah kaki Ronan tegas, ia kembali ke mobilnya dan bersiap untuk pergi karena waktu terus berjalan. Sementara Ellshora terus memandangi Ronan, bahkan setelah Ronan sudah berada dalam mobil. Luke juga melihat bagaimana tatapan Ellshora yang terlihat murung dan nampak tidak baik-baik saja.
“Apa yang terjadi? Kenapa dia seperti masih mengharapkan sesuatu denganmu?” tanya Luke. Meski ia tak begitu penasaran, tapi tatapan Ellshora yang tak berpaling juga membuatnya cukup terusik.
“Mobilnya mogok, dia meminta bantuan untuk memperbaikinya. Aku sudah menyuruhnya mengubungi bengkel dan menunggu mereka datang,” terang Ronan. Dan ia hanya mendapat sebuah anggukan dari Luke.
“Arrrrgggggg!!!!”
Pekikan Ellshora terdengar bersamaan dengan suara petir yang tiba-tiba datang dengan kerasnya. Kedua tangan Ellshora spontak menutup kedua telinganya, dan tubuhnya yang dari tadi berdiri langsung terduduk di jalanan.
Bersamaan dengan itu, langitpun mendadak berubah menjadi pekat. Cuaca sangat mendung, gumpalan awan-awan hitam bersiap menumpahkan hujan.
Mata Luke mengitari situasi jalanan. Ia akui, Fleet street memang indah. Tapi dalam situasi seperti ini sangat kontras dengan keindahan yang dikagumi Luke dengan tempat ini, Jejeran pepohan besar, kesunyian karena tak ada kendaraan lain yang melintas dan seorang gadis dengan mobil mogoknya sendirian. Tentu itu situasi yang aman.
“Bawa dia masuk ke dalam sekarang. Dan cepat lanjutkan perjalanan kita. Aku harus cepat sampai ke pertemuan itu.”
Luke terkejut. “Hah?”
Tapi Ellshora lebih terkejut lagi bisa berada di dalam mobil semewah ini. Jika sebelumnya ia dekat dengan banyak pria kaya, Luke adalah pria yang paling unggul diantara mereka semua. Interior mobilnya, aroma wanginya dan semua fitur mobil ini benar-benar membuatnya yakin bahwa ini adalah mobil termahal yang ia lihat.
Senyuman Ellshora sangat puas, ia meraih sesuatu dalam tasnya. Lalu ia mengetikkan dua kalimat, dan langsung mengirim pesan singkat itu pada Daniel, sepupunya.
“Sesuai rencana” begitu isi pesannya.
Sonic Group adalah perusahaan besar di bidang elekronik yang sudah sembilan puluh tahun berdiri. Negara ini mengakui bahwa Sonic Group mempunyai andil yang besar dalam perekonomian Inggris. Bahkan jaringannya sudah diterima oleh banyak negara Eropa dan Asia. Pendiri utamanya Tuan Jacob Whiston, yang setelah meninggalnya, ia mewariskan semua aset pada putra semata wayangnya. Tuan Chris Whiston. Waktu berjalan, dan Chris menyadari bahwa ia tidak bisa selamanya menggenggam sendiri perusahaan yang sudah dibangun mendiang ayahnya. Ia menghabiskan masa mudanya berkutat sebagai pebisnis handal. Jadi, di usianya sekarang, sudah saatnya ia mewarisi semua pada Luke Whiston. Agar ia bisa sedikit membebaskan diri dari semua beban bisnis di usia senjanya. Di gerung Sonic Group, orang-orang melakukan aktivitas seperti biasa. Semua pegawai sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Di kantor bagian divisi pemasaran, di ruangan tim 2, seorang laki-laki baru saja keluar dari sana. Begitu menerima sebuah
Sebagai seorang yang tak mempunyai pekerjaan seperti Ellshora, ia bisa mengatur jam tidurnya kapan saja. Sudah dua bulan sejak ia diberhentikan dari perusahaannya dulu karena pengurangan karyawan, sampai hari ini Ellshora belum mendapatkan pekerjaan baru. Entah berapa kali sudah ia mengirim surel lamaran pekerjaan ke beberapa perusahaan nyaris semua penjuru Norwich dua bulan belakang ini. Banyak perusahaan yang memperketat aturan mereka. Mengutamakan lulusan universitas terbaik meski tak berpengalaman. Dan seorang berpengalaman yang hanya lulusan sekolah biasa seperti Ellshora, selalu mereka abaikan. Akan tetapi Daniel tak mau mengabaikan kesempatan. Ia menerjang pintu kamar Ellshora dan masuk ke dalam tanpa permisi. Di atas tempat tidur, Ellshora masih menikmati tidur lelapnya, sementara jam kecil di atas meja menunjukan pukul 07.00. Daniel mencoba membangunkan gadis itu. Menyeretnya segera dari semua mimpi yang entah sudah berapa jauh membawa Ellshora dari semalam. "Bangun, Ell.
Ellshora benar-benar terpukau sekarang, nyaris tak bisa mempercayai Luke. Bagi Ellshora tempat ini menggambarkan sebuah kesempurnaan. Ia bahkan tak pernah membayangkan berada di sini sebelumnya. Tapi, seorang Luke yang mengacuhkannya sepanjang perjalanan tempo hari justru membawanya ke The Golden Sun. Restoran supermewah di Norwich bahkan di Inggris. Konsep royal klasik kental yang disuguhkan oleh tempat ini, membuat Ellshora merasa diseret dalam nuansa di era bangsawan Inggris. “Permisi, Tuan Luke,” ucap seorang manager yang baru saja datang bersama tiga orang pramusaji berseragam super-rapi di belakangnya. “Pesanan anda sudah siap.” Pria dengan perkiraan usia empat puluh tahunan itu berdiri di hadapan Luke dengan memberikan senyum terbaiknya. Sementara tiga orang lainnya tengah meletakkan pesanan Luke di meja. “Ini adalah teh terbaik kami, Tuan. Teh Pu Erh yang langsung kami dapat dari petani Yunnan, Tiongkok,” kata sang manager. Mendengar kata terbaik, Ellshora menelan ludah. Bi
Terpampang seringai Ellshora yang memberi arti lebih. Ia membutuhkan Luke untuk segera terlepas dari Bibi Mia, untuk cepat kembali dalam hangatnya dekapan Zane. Namun semua keangkuhan Luke, membuat Ellshora bergairah. Selain karena tujuan yang sudah direncanakan, Ellshora ingin menaklukkan Luke Whiston dengan semua keangkuhannya. Agar pria itu menyadari bahwa ia tak sesempurna itu. Setelah keluar dari The Golden Sun dan semua kemewahan tempat itu, Ellshora berjalan melewati trotoar jalan dengan penuh kekesalan. Lantaran Luke bahkan tak mengantarnya kembali ke kantor Sonic Group untuk mengambil mobil Daniel malah menyuruhnya menggunakan taksi. ‘Sebentar lagi, kau akan takluk di tanganku, Luke! Dan kau yang tergila-gila denganku akan memberikan apapun yang kumau!’ gerutu Ellshora yakin. Ellshora hendak menyebrang, langkah kakinya mulai menginjakkan zebra cross. Dengan tatapan yang kosong, ia tak menyadari bahwa lampu di traffic light sudah hijau kembali. Sebuah mobil putih mengkilap m
Ellshora sibuk dengan bola di tangan, melakukan shooting berkali-kali. Meski dalam hati, Daniel berdecak dengan kemampuan permainan Ellshora, ia enggan mengungkapnya. “Tenagamu terisi banyak dengan teh mahal itu sepertinya,” seru Daniel seraya membawa langkah kakinya mendekati Ellshora. Ellshora menoleh, namun tetap melanjutkan permainannya. “Kalau kau mau menguras tenagaku lagi malam ini, aku tak mau. Batas waktu kerjaku sudah habis hari ini.” Daniel menunjukkan seringai lebarnya. “Tidak, Sayang. Aku hanya ingin menemanimu bermain sekarang,” godanya. “Berikan bola itu padaku.” Shooting berikutnya berhasil lagi. Tak terhitung berapa kali Ellshora memasukan bola ke dalam ring dengan bakat terbaiknya. Ia berhenti dan melihat Daniel yang bersiap menangkap bola di tangan Ellshora. Sudut bibir Ellshora terangkat. “Yakin mau kulempar?” Daniel hanya memberi anggukan, tangannya siap melakukan gerakan catching ball. Melihat hal itu, Ellshora melebarkan senyum puas dan cepat melempar bola
Dan Zane yang sudah ditunggu, akhirnya datang. Ia juga terkejut melihat kehadiran Ellshora di rumahnya yang tiba-tiba. “Kenapa kau tidak memberitahuku kalau mau kemari?” “Saat kita bicara di telfon tadi, kau tidak mengatakan apapun,” imbuh Zane. Frida yang menjawab. “Mulai sekarang ini rumahnya juga. Jadi tak perlu memberitahumu kalau dia mau kesini. “Pintu rumah terbuka lebar untukmu, Ell. Jadi datanglah setiap saat,” tambahnya. Apa yang diucapkan Frida membuat Ellshora memancarkan wajahnya yang berseri-seri. Melihat ekspresi itu, Zane tersenyum. Ia menarik kursi dan mengambil posisi duduk bersama dua perempuan tersebut. “Makanlah, Sayang. Ellshora membuat sup terenak yang pernah Ibu makan selama ini,” puji Frida. “Ibu ambilkan mangkuk untukmu.” Ketika Frida bersiap bangkit dari duduknya, Ellshora menahan. “Biar aku saja, Bu,” katanya langsung menghampiri lemari rak dan mengambil piring dan sendok, kemudian cepat kembali ke meja makan. Ellshora menuangkan sup ke mangkuk, dan m
Udara pagi yang segar dan kicauan burung di halaman rumah adalah perpaduan yang serasi. Akan tetapi Ellshora tak cukup terarik keluar dari kamar sekarang. Ia masih duduk di ranjang dengan perasaan yang tak susah dijelaskan. Ellshora memandangi lekat-lekat figura foto sang ibu di tangan, Ellshora menahan diri sekuat mungkin untuk tak menangis. Kini Ellshora membawa dirinya dalam masa-masa dimana ia pernah merasakan kehangatan dekapan Elena-sang ibu. Kebersamaan dan waktu yang mereka habiskan sampai Ellshora berusia tujuh tahun. Hingga takdir benar-benar merenggut semuanya. ‘Ibu. Aku rindu ....’ lirih Ellshora. Ia menepis dua bulir air mata yang nyaris saja membasahi pipinya. Selang beberapa detik, suara ponsel Ellshora terdengar cukup keras. Dengan cepat membawa gadis itu dari bayang-bayang masa lalu dan kerinduan terhadap sang ibu. Ellshora langsung menjawab panggilan masuk dari Zane. “Hallo, Zane?” sapa Ellshora. Zane langsung berbicara. “Hari ini aku meminta izin untuk libur di
“Terima kasih, Zane. Tentu aku menerima hadiah ini dengan sangat senang hati,” ucap Ellshora kesenangan dengan gaun pemberian Zane barusan.Ia cepat menjatuhkan diri dalam pelukan Zane di tengah keramaian . Tak peduli pasang-pasang mata yang memperhatikan mereka sekarang. Meski Zane sendiri menyadari hal itu, ia juga tak mempedulikannya.Pelukan itu masih erat, sebelum Ellshora menyadari ada seseorang yang tak asing tengah berjalan ke ke arahnya.Ellshora memutar pelukan, berbalik arah lalu dengan cepat melepas diri. Ia terkejut bukan main lantaran Luke yang harusnya masih berada di Paris justru sekarang ada di tempat yang sama dengannya.‘Dia tidak boleh melihatku!’ gusar Ellshora dalam hati. ‘Zane juga tak boleh tahu ini.’Sikap Ellshora yang drastis langsung ditangkap Zane. “Kenapa, Ell?”“Itu ... aku ....” Ellshora ketar-ketir. “Aku harus ke kamar mandi sekarang!”Secepat kilat, Ellshora berlalu dari situ lalu pergi toilet. Zane yang tengah berjalan mendekati sebuah kursi berpapas