Sonic Group adalah perusahaan besar di bidang elekronik yang sudah sembilan puluh tahun berdiri. Negara ini mengakui bahwa Sonic Group mempunyai andil yang besar dalam perekonomian Inggris. Bahkan jaringannya sudah diterima oleh banyak negara Eropa dan Asia.
Pendiri utamanya Tuan Jacob Whiston, yang setelah meninggalnya, ia mewariskan semua aset pada putra semata wayangnya. Tuan Chris Whiston.
Waktu berjalan, dan Chris menyadari bahwa ia tidak bisa selamanya menggenggam sendiri perusahaan yang sudah dibangun mendiang ayahnya. Ia menghabiskan masa mudanya berkutat sebagai pebisnis handal. Jadi, di usianya sekarang, sudah saatnya ia mewarisi semua pada Luke Whiston. Agar ia bisa sedikit membebaskan diri dari semua beban bisnis di usia senjanya.
Di gerung Sonic Group, orang-orang melakukan aktivitas seperti biasa. Semua pegawai sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Di kantor bagian divisi pemasaran, di ruangan tim 2, seorang laki-laki baru saja keluar dari sana. Begitu menerima sebuah panggilan, ia menarik diri dari sekumpulan orang supersibuk di ruangannya.
Begitu berada di depan ruangan yang lebih tenang, ia menyentuh layar ponsel dan menempelkan benda tersebut di telinganya.
“Hallo,” ucap Daniel.
Suara di balik panggilan itu, seketika membuat ekpresi Daniel berubah dengan cepat. Senyumnya nampak penuh kepuasan sembari mengangguk-anggukkan kepala.
“Baiklah. Sekarang waktunya Ell bekerja,” kata Daniel.
Sebelum mengakhiri panggilan, Daniel mengatakan sesuatu. “Katakan pada Angel, aku akan memberinya boneka paling besar nanti. Aku juga berjanji mengajak anak itu jalan-jalan. Asal ayahnya bersedia bekerja sama denganku terus.”Daniel menyeringai.
“Aku tutup dulu,” ucapnya lagi sembari langsung mengakhiri panggilan itu.
Setelah itu, ia tidak segera kembali ke ruangan kerjanya. Daniel harus melakukan panggilan baru. Meski ia tahu setumpuk pekerjaan menunggu di mejanya, tapi bagi Daniel ada yang harus ia dahulukan sekarang.
“Hallo, Ell.”
Begitu panggilan baru tersambung pada Ellshora, semangat Daniel mulai menggebu-gebu.
“Luke akan melewati Fleet Street. Kamu bisa pakai mobil mewahku untuk menikmati ketenangan di jalan itu, Sayang,” goda Daniel. Tapi godaan Daniel yang sampai ke telinga Ellshora justru terdengar seperti suara dengungan lalat yang mengganggu.
Di seberang jalan, depan sebuah toserba yang tak jauh dari rumah Ellshora, gadis itu duduk dalam sebuah mobil. Tentu ini bukan sebuah mobil yang layak disebut mewah. Mobil tua dengan banyak masalah di dalamnya.
“Ada banyak jalan yang bisa membuatnya cepat sampai ke kantor, kenapa malah milih jalan yang panjang itu, sih?” celetuk Ellshora sembari menikmati es krim cone rasa bluberry.
Daniel enggan menggubris soal itu. “Cepat lakukan tugasmu sekarang. Kamu harus lebih dulu sampai darinya. Mengerti?”
Ellshora juga enggan menjawab. Ia menutup panggilan tanpa basa-basi. Usai menghabiskan es krim di tangannya, dengan segera ia menyalakan mesin mobil, menginjak pedal gas kemudian langsung mengemudi dengan kecepatan maksimal.
‘Tidak sopan sekali dia. Tanpa permisi menutup panggilan dari bos yang memberinya pekerjaan,’ gerutu Daniel. Dan tiba-tiba sebuah notifikasi masuk di ponselnya. Sebuah informasi mengenai cuaca hari ini.
‘Hujan?’ ucap Daniel dalam hati. Ada sebuah ide yang terasa seperti air mengalir di otaknya. ‘Takdir sedang mendukung rencanaku hari ini,’ imbuhnya dengan senyuman penuh kepuasan.
Daniel pikir, strateginya akan membuahkan hasil sesuai prediksi.
Dan benar saja. Semua ide yang sebelumnya sudah diatur laki-laki itu, dan dikerjakan oleh Ellshora, benar-benar berjalan lancar. Lima menit setelah Ellshora berada dalam mobil Luke, dan Ronan mulai mengemudi, hujan turun dengan derasnya.
Ellshora berkali-kali melirik ke kaca spion tengah di dalam mobil. Dari sana, ia bisa melihat seorang Luke Whiston duduk di kursi belakang seorang diri. Cukup lama Ellshora merasakan keheningan yang terasa aneh. Meskipun suara hujan turun nampak seperti tumpahan air dari langit, tapi kendaraan yang Luke beli dengan harga fantastis mampu menolak kebisingan apapun dari luar.
“Emmm ... sebelumnya, terima kasih atas pertolonganmu, Tuan,” Ellshora mencoba memecahkan suasana, membuka pembicaraan.
“Pertolonganmu datang tepat waktu. Kalau tidak, aku bisa terjebak hari yang sangat buruk,” imbuh Ellshora sembari melirik ke spion tengah lagi. Tapi yang ia lihat, Luke masih tak bereaksi apapun.
Ellshora pikir, Luke harus mendengar ucapan terima kasihnya. Ia mencobanya lagi. “Terima kasih banyak, Tuan.”
Mata Ellshora tak berpaling dari tadi, sehingga ia masih bisa melihat Luke sama sekali tak memberi reaksi. Sepatah katapun, ia tak mendengarnya. Ellshora tersenyum kecut, ia melirik ke Ronan, dan untungnya pria itu membalas senyumannya.
Kantor Sonic Group tampak megah. Menjulang tinggi nyaris mencakar langit. Gedung itu mempunyai banyak lantai, dan tak terhitung pula orang yang bergantung hidupnya bekerja di sana. Mobil Luke berhenti di depan pintu utama, yang langsung disambut beberapa petugas keamanan berseragam eksekutif. Setelah pintu mobil dibuka, Luke turun.
Cody, sekretaris sekaligus asisten pribadi Luke, sudah berdiri di depan CEO muda itu. “Semua petinggi sudah menunggumu, Tuan,” katanya memberitahu Luke.
Luke mulai melangkahkan kaki memasuki gedung itu untuk segera masuk ke ruang pertemuan. Diikuti Cody dan beberapa pengawal berseragam. Meski masih ada sepuluh menit lagi, bagi Luke ia seperti sudah kehabisan waktu. Pertemuan ini harus segera dimulai.
Ellshora yang masih berada dalam mobil, akhirnya turun dengan bingung. Ronan langsung mendekatinya.
“Aku sudah mengurus mobilmu. Kau bisa pulang setelah orang bengkel mengantarkan mobilmu ke sini. Mari menunggu di dalam, ” ajak Ronan.
Ellshora menganggukkan kepala, mengiyakan ajakan Ronan barusan. “Baik, Tuan.”
Ronan membawa Ellshora masuk ke lobi, duduk di kursi yang berada di ruangan itu.Sementara Ronan pergi meninggalkan Ellshora karena ada urusan yang harus ia lakukan sekarang. Ellshora tak masalah, sebab tugasnya hari ini sudah beres. Ia tinggal menunggu mobilnya kembali dan segera pulang.
Ellshora sendiri tak pernah berpikir melangkah sejauh ini. Selama ini targetnya tentu bukan tandingan seorang Luke. Entah mengapa Daniel berpikir Luke bisa takluk oleh Ellshora. Kemewahan tempat ini jelas menggambarkan kesempurnaan Luke Whiston. Meski ia ragu mampu menyelesaikan rencana ini dengan baik, ia harus meyakinkan dirinya sendiri. Karena kehidupan yang ia impikan selama ini bersama Zane berada di sebuah pintu. Dimana Luke adalah seorang pemegang kunci tersebut.
Kurang lebih satu jam, Ellshora menunggu. Hingga datanglah seseorang pembawa kunci. Tetapi bukan Luke.
“Sayang,” goda Daniel.
Ekpresi Ellshora terkesan jijik.
Daniel meraih tangan Ellshora, lalu memberikan sesuatu dan menangkupkan kedua tangan gadis itu dalam genggamannya. “Kamu bisa pulang sekarang. Hari ini kamu mendapat fasilitas terbaik dariku. Setidaknya kamu tidak perlu menunggu taksi,” kata Daniel setelah memberi kunci mobilnya pada Ellshora dan melepas genggaman tangan itu.
Sudut bibir Ellshora terangkat, wajahnya masam.
“Taksi jauh lebih baik dari mobil tuamu,” celetuk Ellshora yang langsung pergi dari situ tanpa permisi.
Sebagai seorang yang tak mempunyai pekerjaan seperti Ellshora, ia bisa mengatur jam tidurnya kapan saja. Sudah dua bulan sejak ia diberhentikan dari perusahaannya dulu karena pengurangan karyawan, sampai hari ini Ellshora belum mendapatkan pekerjaan baru. Entah berapa kali sudah ia mengirim surel lamaran pekerjaan ke beberapa perusahaan nyaris semua penjuru Norwich dua bulan belakang ini. Banyak perusahaan yang memperketat aturan mereka. Mengutamakan lulusan universitas terbaik meski tak berpengalaman. Dan seorang berpengalaman yang hanya lulusan sekolah biasa seperti Ellshora, selalu mereka abaikan. Akan tetapi Daniel tak mau mengabaikan kesempatan. Ia menerjang pintu kamar Ellshora dan masuk ke dalam tanpa permisi. Di atas tempat tidur, Ellshora masih menikmati tidur lelapnya, sementara jam kecil di atas meja menunjukan pukul 07.00. Daniel mencoba membangunkan gadis itu. Menyeretnya segera dari semua mimpi yang entah sudah berapa jauh membawa Ellshora dari semalam. "Bangun, Ell.
Ellshora benar-benar terpukau sekarang, nyaris tak bisa mempercayai Luke. Bagi Ellshora tempat ini menggambarkan sebuah kesempurnaan. Ia bahkan tak pernah membayangkan berada di sini sebelumnya. Tapi, seorang Luke yang mengacuhkannya sepanjang perjalanan tempo hari justru membawanya ke The Golden Sun. Restoran supermewah di Norwich bahkan di Inggris. Konsep royal klasik kental yang disuguhkan oleh tempat ini, membuat Ellshora merasa diseret dalam nuansa di era bangsawan Inggris. “Permisi, Tuan Luke,” ucap seorang manager yang baru saja datang bersama tiga orang pramusaji berseragam super-rapi di belakangnya. “Pesanan anda sudah siap.” Pria dengan perkiraan usia empat puluh tahunan itu berdiri di hadapan Luke dengan memberikan senyum terbaiknya. Sementara tiga orang lainnya tengah meletakkan pesanan Luke di meja. “Ini adalah teh terbaik kami, Tuan. Teh Pu Erh yang langsung kami dapat dari petani Yunnan, Tiongkok,” kata sang manager. Mendengar kata terbaik, Ellshora menelan ludah. Bi
Terpampang seringai Ellshora yang memberi arti lebih. Ia membutuhkan Luke untuk segera terlepas dari Bibi Mia, untuk cepat kembali dalam hangatnya dekapan Zane. Namun semua keangkuhan Luke, membuat Ellshora bergairah. Selain karena tujuan yang sudah direncanakan, Ellshora ingin menaklukkan Luke Whiston dengan semua keangkuhannya. Agar pria itu menyadari bahwa ia tak sesempurna itu. Setelah keluar dari The Golden Sun dan semua kemewahan tempat itu, Ellshora berjalan melewati trotoar jalan dengan penuh kekesalan. Lantaran Luke bahkan tak mengantarnya kembali ke kantor Sonic Group untuk mengambil mobil Daniel malah menyuruhnya menggunakan taksi. ‘Sebentar lagi, kau akan takluk di tanganku, Luke! Dan kau yang tergila-gila denganku akan memberikan apapun yang kumau!’ gerutu Ellshora yakin. Ellshora hendak menyebrang, langkah kakinya mulai menginjakkan zebra cross. Dengan tatapan yang kosong, ia tak menyadari bahwa lampu di traffic light sudah hijau kembali. Sebuah mobil putih mengkilap m
Ellshora sibuk dengan bola di tangan, melakukan shooting berkali-kali. Meski dalam hati, Daniel berdecak dengan kemampuan permainan Ellshora, ia enggan mengungkapnya. “Tenagamu terisi banyak dengan teh mahal itu sepertinya,” seru Daniel seraya membawa langkah kakinya mendekati Ellshora. Ellshora menoleh, namun tetap melanjutkan permainannya. “Kalau kau mau menguras tenagaku lagi malam ini, aku tak mau. Batas waktu kerjaku sudah habis hari ini.” Daniel menunjukkan seringai lebarnya. “Tidak, Sayang. Aku hanya ingin menemanimu bermain sekarang,” godanya. “Berikan bola itu padaku.” Shooting berikutnya berhasil lagi. Tak terhitung berapa kali Ellshora memasukan bola ke dalam ring dengan bakat terbaiknya. Ia berhenti dan melihat Daniel yang bersiap menangkap bola di tangan Ellshora. Sudut bibir Ellshora terangkat. “Yakin mau kulempar?” Daniel hanya memberi anggukan, tangannya siap melakukan gerakan catching ball. Melihat hal itu, Ellshora melebarkan senyum puas dan cepat melempar bola
Dan Zane yang sudah ditunggu, akhirnya datang. Ia juga terkejut melihat kehadiran Ellshora di rumahnya yang tiba-tiba. “Kenapa kau tidak memberitahuku kalau mau kemari?” “Saat kita bicara di telfon tadi, kau tidak mengatakan apapun,” imbuh Zane. Frida yang menjawab. “Mulai sekarang ini rumahnya juga. Jadi tak perlu memberitahumu kalau dia mau kesini. “Pintu rumah terbuka lebar untukmu, Ell. Jadi datanglah setiap saat,” tambahnya. Apa yang diucapkan Frida membuat Ellshora memancarkan wajahnya yang berseri-seri. Melihat ekspresi itu, Zane tersenyum. Ia menarik kursi dan mengambil posisi duduk bersama dua perempuan tersebut. “Makanlah, Sayang. Ellshora membuat sup terenak yang pernah Ibu makan selama ini,” puji Frida. “Ibu ambilkan mangkuk untukmu.” Ketika Frida bersiap bangkit dari duduknya, Ellshora menahan. “Biar aku saja, Bu,” katanya langsung menghampiri lemari rak dan mengambil piring dan sendok, kemudian cepat kembali ke meja makan. Ellshora menuangkan sup ke mangkuk, dan m
Udara pagi yang segar dan kicauan burung di halaman rumah adalah perpaduan yang serasi. Akan tetapi Ellshora tak cukup terarik keluar dari kamar sekarang. Ia masih duduk di ranjang dengan perasaan yang tak susah dijelaskan. Ellshora memandangi lekat-lekat figura foto sang ibu di tangan, Ellshora menahan diri sekuat mungkin untuk tak menangis. Kini Ellshora membawa dirinya dalam masa-masa dimana ia pernah merasakan kehangatan dekapan Elena-sang ibu. Kebersamaan dan waktu yang mereka habiskan sampai Ellshora berusia tujuh tahun. Hingga takdir benar-benar merenggut semuanya. ‘Ibu. Aku rindu ....’ lirih Ellshora. Ia menepis dua bulir air mata yang nyaris saja membasahi pipinya. Selang beberapa detik, suara ponsel Ellshora terdengar cukup keras. Dengan cepat membawa gadis itu dari bayang-bayang masa lalu dan kerinduan terhadap sang ibu. Ellshora langsung menjawab panggilan masuk dari Zane. “Hallo, Zane?” sapa Ellshora. Zane langsung berbicara. “Hari ini aku meminta izin untuk libur di
“Terima kasih, Zane. Tentu aku menerima hadiah ini dengan sangat senang hati,” ucap Ellshora kesenangan dengan gaun pemberian Zane barusan.Ia cepat menjatuhkan diri dalam pelukan Zane di tengah keramaian . Tak peduli pasang-pasang mata yang memperhatikan mereka sekarang. Meski Zane sendiri menyadari hal itu, ia juga tak mempedulikannya.Pelukan itu masih erat, sebelum Ellshora menyadari ada seseorang yang tak asing tengah berjalan ke ke arahnya.Ellshora memutar pelukan, berbalik arah lalu dengan cepat melepas diri. Ia terkejut bukan main lantaran Luke yang harusnya masih berada di Paris justru sekarang ada di tempat yang sama dengannya.‘Dia tidak boleh melihatku!’ gusar Ellshora dalam hati. ‘Zane juga tak boleh tahu ini.’Sikap Ellshora yang drastis langsung ditangkap Zane. “Kenapa, Ell?”“Itu ... aku ....” Ellshora ketar-ketir. “Aku harus ke kamar mandi sekarang!”Secepat kilat, Ellshora berlalu dari situ lalu pergi toilet. Zane yang tengah berjalan mendekati sebuah kursi berpapas
Kafe Olizer, pukul 11.15.Ellshora memasuki kafe sembari mengitari matanya ke semua penjuru. Pandangannya nampak jelas tengah mencari-cari. Namun Zane tak terlihat juga. Ellshora segera duduk di kursi yang terletak di dekat dinding kaca. Titik sempurna yang menyuguhkan pemandangan di luar.Tak lama seorang pelayan kafe datang membawa nampan. “Pesananmu datang, Nona.”Ellshora terkejut melihat segelas moccachino ice dan sepiring kecil waffle di meja.“Hah? Aku belum memesan,” katanya keheranan.“Pacarmu yang memesan, Nona,” jelas pelayan itu menunjuk meja counter pemesanan. Dimana Zane melambaikan tangannya pada Ellshora dari sana.Ekspresi Ellshora berubah, sikap herannya mencair menjadi senyum tersipu. Lalu sang pelayan pergi saat Ellshora melihat sebuah pesan baru masuk di ponselnya.“Tunggu sebentar. Aku akan menemanimu saat waktu istirahatku.” Begitu pesan dari Zane.Ellshora membalas dengan senyum dan anggukan pada Zane dari kejauhan. Selang tiga puluh menit setelah itu, Zane me