Kaluna"Mas!"Aku berteriak berulang kali sampai pria yang berbaring di depan pintu kamar itu bangun. Setidaknya kalau mau tidur di tempat lain. Kalau di sini, aku tidak bisa menutup pintu kamar.Mas Al membuka kedua matanya dengan ekspresi kaget sampai aku sendiri mundur beberapa langkah. Hari ini aku sudah bisa berjalan. Alhamdulillah setelah dari kemarin sampai sekarang tidak memakan obat sebelumnya, badanku lebih baik.Tubuhku ikut terjatuh ke lantai ketika Mas Al memelukku erat."Jangan pergi, Lun, Mas sangat mencintaimu. Mas tidak mau kehilangan kamu dan tidak mau melihatmu menjadi milik orang lain," gumamnya."Cinta? Sudahlah, Mas, kita sama-sama sudah dewasa dan tahu cinta itu tidak bisa dipaksakan. Aku tidak mencintaimu," ucapku serius.Aku membulatkan mata ketika sadar bajuku yang ditimpa wajahnya basah. Tunggu, apa Mas Al menangis? Dasar cengeng."Mas!" Aku berusaha untuk menggeser tubuhnya dan berhasil.Aku langsung berdiri, tapi kembali dibawa terjatuh ke tempat tidur. Ya
KalunaAku langsung menceritakan secara singkat apa yang sebenarnya terjadi dan ya, raut wajah Mas Arsan langsung berubah."Sudah aku tebak dia tidak akan bisa menjadi suami yang setia. Bahkan dia berani berkhianat di depan mataku," rutuknya geram.Aku tahu Mas Arsan tidak akan tinggal diam kalau sudah tahu. Bisa jadi dia akan kembali mendekati aku terang-terangan di hadapan Mas Al, sama seperti dulu, dan aku tidak siap jika sikapnya kembali berubah."Sekarang kita susun rencana saja, Mas. Tidak usah melakukan hal yang tidak-tidak." Aku berusaha mengingatkan bahwa diriku memang tidak punya perasaan padanya. Jadi, dia tidak perlu merasa tersakiti."Baiklah. Teruskan pembicaraan kalian," ucapnya kemudian seperti merasa bersalah.Akan tetapi, dia selalu mencuri-curi pandang ke arahku dengan senyuman yang tidak biasa. Apa mungkin dia mau mendekati aku lagi? Ah, tidak-tidak. Mana mungkin dia mau melakukan itu."Apa kamu serius dari segi wajahnya tidak ada kemiripan dengan Alvaro?" Mas Lang
Kaluna"Untuk apa kamu ke sini?" Mama menatapku sinis. Padahal, aku adalah anaknya, tapi malah mendapatkan perlakuan seolah aku hanyalah benalu."Aku ke sini untuk mengambil barang-barangku yang masih tersisa di sini, karena mulai sekarang aku akan tinggal di rumah Mas Al," jawabku asal.Bagaimana bisa aku punya orang tua yang seperti itu? Lebih baik aku tidak punya mereka di hidup ini karena semuanya selalu mereka yang mengatur. Aku ingin hidup sendiri tanpa harus menjalankan perintah dari mereka."Baguslah kalau pada akhirnya kamu sadar untuk menghormati suami meskipun harus punya madu," ucapnya sinis.Mendengarnya berkata seperti itu, aku selalu bertanya-tanya, apa aku ini akan pungut? Karena rasanya tidak mungkin anak kandung diperlakukan seperti ini.Beberapa novel yang aku baca, orang tua kandung selalu marah ketika anaknya diduakan, apalagi ayahnya. Namun, berbeda dengan orang tuaku, terlebih mama. Mereka malah terlihat seperti tidak ada masalah."Mau ke mana?"Setelah aku sele
KalunaMas Al bukan orang yang berkuasa di rumah ini, aku juga bisa. Namun, tetap saja dia yang lebih tua juga kepala rumah tangga. Jika dibandingkan dengan keluargaku, dia memang orang biasa karena berbeda jauh. Apalagi sekarang bisnisnya sedang menurun.Tetap saja jika dibandingkan dengan orang biasa, dia juga kaya. Meksipun sikapnya seperti itu, tapi aku tidak bisa menentang perintahnya selama itu baik. Namun, kali ini aku akan benar-benar memanfaatkan perasaan yang dia bilang cinta."Mas, bukankah kamu cinta sama aku?" Aku mendekat ke arah Mas Al, wajahnya menatapku tidak percaya. "Apa semuanya hanya kebohongan semata?""Ti-tidak, tentu saja benar. Mana mungkin aku berbohong padamu," jawabnya kaku dengan tubuh yang penuh keringat.Aku semakin tersenyum lebar. Benar ataupun tidak, memang tidak berarti lagi bagiku. Begitu pun dengan rumah ini. Namun, tetap saja aku tidak suka melihat banyak lalat berkeliaran di rumah, terutama di depan mataku. Setidaknya sampai aku memutuskan untuk
Kaluna"Mama mau ke mana?" tanyaku sambil mendekat ke arah mama yang memasukkan banyak makanan ke dalam kantong besar.Mama menatapku dengan gugup, seperti sudah melakukan perbuatan yang tidak-tidak, lalu tepergok olehku."Ma?"Kembali aku bertanya karena mama tidak kunjung bicara. Dia bahkan masih sibuk memasukkan hampir semua isi kulkas ke dalam tas yang dibawanya."Kalau nanti isinya habis, Mama yang beli lagi?" tanyaku sambil berjongkok di sampingnya.Mama menatapku sekilas. "Kenapa pelit sekali? Mama hanya ambil sedikit, tidak semuanya," jawabnya sinis."Sedikit?" Aku tertawa kecil ketika mendengarnya. Lucu sekali. Masa iya isian kulkas habis separuhnya, tapi mama masih bilang sedikit. "Kalau sedikit, kulkas ini tidak akan kosong seperti ini.""Lah, memangnya kenapa? Toh, yang belanja juga anakku. Jadi, wajar bukan kalau aku membawa isi kulkas ini untuk Bella? Dia juga istrinya Alvaro, menantuku, alias Ibu dari cucuku," ucapnya angkuh.Aku bangkit dari duduk dan menatap orang yan
"Kamu ngapain ke sini?"Tanpa sengaja, aku mendengar Mbak Nia berteriak di luar. Aku sudah tahu hal ini akan terjadi. Walaupun dia sudah berjanji akan bekerja sama denganku, tetap saja di hatinya pasti berat untuk memperlakukan Bella demikian."Aku disuruh pulang ke sini sama Mas Al, Mbak." Bella menjawab girang dan aku mendengar percakapan mereka dengan sangat jelas."Tidak, Al tidak mungkin meminta kamu untuk datang ke sini. Kamu pasti dikerjai," ucap Mbak Nia panik.Kalau memang dia bisa berbuat baik kepada Bella, kenapa padaku tidak bisa? Selama ini aku selalu berpikir mereka sungguh orang yang baik, ternyata hanya kedok."Seriusan, Mbak, tadi Mas Al menelepon memintaku untuk datang!" serunya dengan kebahagiaan yang bisa kudengar dari suaranya.Mas Al? Bukan, tadi Rayan yang menirukan suara orang itu. Aku bahkan tidak tahu ternyata Rayan adalah orang yang multi talenta. Apapun bisa.Melihat Bella yang langsung masuk, tidak ada lagi yang bisa Mbak Nia lakukan. Ketika melihatnya, ak
Ma Al mendekat ke arah Bella dan melayangkan beberapa pukulan sampai wajahnya yang putih berubah menjadi merah. Mungkin dia juga malu diperlukan seperti ini di hadapan semua orang setelah berbangga diri."Aku tidak memintamu untuk datang ke sini!" teriak Mas Al membuat Bella, Mbak Nia, dan mama mertua menatap tajam ke arah Mas Al. "Tapi sekarang kau malah datang ke sini dan membuat masalah?"Mata Mas Al menatap tajam ke arah Bella dan tidak ada siapapun yang bisa menghentikan ini."Tenang saja, nanti setelah menjadi suamimu, aku tidak akan bersikap kasar seperti itu," bisik Rayan di saat menegangkan seperti ini, jadi aku menatapnya tajam."Harusnya kalau kau mau datang ke sini, hargai istriku sebagai Nyonya di rumah ini!" bentaknya lagi."Sudahlah, Al, mungkin Bella lupa atau tidak sengaja. Tidak perlu diperbesarkan lagi. Toh, hanya segelas air, sementara Bella sudah mendapatkan banyak tamparan. Bukankah ini tidak adil?" Mama kembali membela menantu kesayangannya.Mas Al mendekat pada
"Kamu tidak marah dia berbuat seperti ini padamu?"Ketika Mas Arsan dan Mas Langit pergi, Rayan malah menarik kursi yang ada di dekatku, dan duduk tepat di hadapanku. Matanya menatapku nanar dan aku bisa melihat kekhawatiran di matanya."Mau marah, tapi bagaimana lagi. Semuanya sudah terjadi. Bukankah kamu seorang dokter? Kamu pasti tahu bukan kalau kondisi tubuhku baik-baik saja?" Tanpa sadar, aku mengeluarkan Kata-kata yang bisa membuatnya tenang. Tidak mungkin kalau aku sudah jatuh cinta padanya."Baiklah. Untuk sekarang aku bisa memaafkan perbuatannya padamu, tapi kalau nanti terbukti dia melakukan sesuatu yang lebih kejam padamu, bisa kupastikan dia akan mendekam di penjara," desisnya murka, tapi tetap saja dia tidak menunjukkan amarahnya di hadapanku. Kalau marah, Rayan akan memalingkan wajahnya ke sisi yang lain, yang jelas tidak di depan wajahku."Baiklah, apapun yang akan kamu lakukan nanti, aku tidak akan melarang." Aku berucap pelan.Rayan pergi dari kamarku dan Maya mend