"Bagaimana kabar Bella, Al?" Samar, Kaluna mendengar percakapan orang-orang yang ada di sekitarnya ketika sedang dirawat di rumah sakit. Dari sana, dia tahu bahwa suaminya punya wanita lain selama dirinya tidak sadarkan diri. "Rasa sakit harus dibalaskan karena aku tidak terima dikhianati seperti ini," tegasnya dalam hati yang penuh dengan luka. Apakah Kaluna akan mempertahankan pernikahannya? Apakah justru mengakhiri semuanya?
View MoreBagaimana kabar Bella, Al?"
Samar, aku mendengar percakapan orang-orang yang ada di sekitar. Saat ini aku sedang dirawat di ruang sakit setelah mobil yang aku bawa menabrak pembatas jalan.
Bella, siapa itu?
Kedua mataku yang awalnya terasa berat, kini lebih baik, dan aku mengurungkan untuk membukanya. Sebaiknya aku tetap seperti ini agar mereka tidak curiga dan tetap melanjutkan pembicaraannya. Aku juga sangat penasaran siapa Bella yang disebut tadi.
"Dia baik, Ma. Hanya saja dia memintaku untuk terus berada di sisinya."
Aku tahu itu adalah suara Mas Alvaro. Apa tadi yang bertanya adalah mama mertua? Siapa Bella yang mereka maksud sebenarnya?
"Turuti apapun keinginannya, Al. Saat ini dia memang sedang membutuhkan perhatianmu. Jangan sampai dia banyak pikiran dan beban yang bisa menyebabkan anak yang dikandungnya kenapa-kenapa," jelas mama mertua membuat dadaku terasa sesak.
Anak yang dikandung wanita itu? Apa jangan-jangan itu adalah anak Mas Alvaro? Astagfirullah, berapa lama aku terbaring di tempat ini dan tidak sadarkan diri? Sampai rahasia besar seperti ini saja aku baru mengetahuinya.
"Mama jangan sembarangan bicara, bagaimana kalau Kaluna mendengarnya?" sahut suara wanita yang aku kenali dia adalah Mbak Nia, kakak iparku.
"Dia mendengar? Mana mungkin. Dia itu sudah tidak sadarkan diri selama dua bulan. Mana mungkin sekarang tiba-tiba terbangun. Dia memang lebih baik seperti ini, karena bangun pun percuma dan tidak ada gunanya."
Aku bisa mendengar mama mertua berbicara dengan sinis dan penuh kekecewaan dan aku sungguh terkejut ketika mendengar bahwa sudah dua bulan aku kehilangan kesadaran?
Ya, Allah, selama ini?
Tiga tahun sudah aku berumah tangga dengan Mas Alvaro, tapi tidak pernah sekalipun mendengar keluarganya berkata kasar seperti tadi. Namun, sekarang aku tahu semua sikap keluarganya.
Ternyata mereka begitu membenciku dan tidak menganggapku ada, terutama mama mertua. Padahal, selama ini aku selalu merasa mama yang paling baik dan sayang padaku setelah Mas Alvaro, tapi ternyata semuanya jauh dari apa yang ada di pikiranku.
"Cukup, Ma. Bagaimanapun dia tetaplah menantu, Mama, istriku." Mas Alvaro terdengar membela.
"Istri? Tapi kamu tidak akan pernah punya anak. Dia hanya sempurna untuk menjadi istri, tapi tidak seorang ibu. Apa kamu tidak mendengar apa yang dokter katakan? Dia tidak akan pernah bisa mengandung karena kesehatannya," papar mama lagi membuat hatiku semakin tersayat.
Anak? Apa keturunan begitu penting untuk keluarga suamiku? Apa benar dokter mengatakan hal itu?
Seluruh tubuhku terasa ngilu setelah mendengar perkataan mama. Kami baru membina rumah tangga selama tiga tahun, bukankah orang-orang banyak yang baru punya anak setelah lima tahun pernikahan bahkan sepuluh tahun pernikahan?
"Ma, bagaimanapun aku mencintainya. Aku tidak mungkin melepaskan Kaluna demi Bella, Ma. Aku tidak bisa." Suara Mas Al terdengar serak.
Kata-katanya memang terdengar jujur, tapi tetap saja aku tidak bisa bersama dengan pria yang sudah bersentuhan dengan wanita lain. Sungguh aku merasa jijik.
Ya, Allah, kenapa aku harus menjalani kehidupan seperti ini?
"Cinta? Al, cinta itu tidak akan membuat hidupmu bahagia. Kaluna memang pantas untuk mendapatkan balasan seperti ini. Mbak rasa nanti perlahan-lahan dia juga akan menyayangi anak kamu dan Bella," sahut Mbak Nia menggebu.
Kedua tanganku mengepal kuat. Enak sekali dia berbicara begitu, mana mungkin aku akan menyayangi anak suamiku dan wanita lain yang aku sendiri tidak tahu dia siapa.
Sepertinya sudah saatnya aku menerima tawaran temannya Mas Langit untuk berkerja sama membangun restoran besar agar uangku tidak lagi dihabiskan oleh orang-orang seperti mereka.
"Mas, kamu di mana?"
"Mas!"
Terdengar seorang wanita berteriak dari luar kamar ini. Aku tidak tahu siapa dia, tapi aku bisa melihat dari ekor mata yang terbuka sedikit kalau mereka langsung berlarian keluar, termasuk Mas Alvaro.
Melihat mereka semua menutup pintu dengan terburu-buru, aku ikut turun dari tempat tidur. Sayangnya aku tidak punya tenaga dan tubuhku malah jatuh di lantai. Karena tidak mau membuat mereka curiga, dengan penuh perjuangan aku kembali naik ke atas tempat tidur pasien, dan mencari ponsel untuk menghubungi Mas Langit-kakakku.
KalunaHari ini adalah waktu akad nikahku dengan Rayan. Aku hanya menunggu di kamar sampai ijab qobul selesai. Katanya, nanti aku akan dijemput kalau sudah waktunya.Seminggu yang lalu, papa sendiri yang bilang kalau hari ini akad nikahnya dulu. Nanti minggu depan, baru resepsi. Anehnya hari ini banyak sekali tamu undangan yang datang. Kenapa aku bilang tamu, karena mereka hanya bisa masuk kalau menyerahkan undangan.Kalau saja aku tidak punya pengawal pribadi, aku juga tidak akan tahu papa mengundang banyak orang. Sepertinya dulu papa mengatakan hal itu agar aku tidak menolak pernikahan ini. Padahal, aku memang tidak punya alasan untuk menolak.Rayan adalah pria yang nyaris sempurna. Nikmat mana lagi yang aku dustakan?Bella berhasil meloloskan diri dari kejaran orang-orang Rayan, papa, dan juga pihak kepolisian. Namun, kondisi fisiknya membuat dia tidak bisa bertindak lebih jauh kalau tidak ada orang dalam atau sekarang dia sedang bersembunyi.Meski aku yakin dia akan kembali datang
"Itu aku, bukan?" Aku berjalan masuk ke dalam rumah yang penuh dengan serigala itu. Sayangnya aku tidak takut karena ada beberapa ksatria yang menjagaku. Terlebih, aku sudah berdoa lebih dulu dan menyerahkan apa pun yang terjadi kepada yang mahakuasa.Mas Al menatapku seperti serigala menatap mangsanya. Aneh, kenapa dia yang harus marah sampai melakukan berbagai cara? Bukankah harusnya aku karena dia sudah berkali-kali mencoba untuk mencelakai aku?Aku harus mengulur waktu sampai pihak kepolisian dan orang-orang papa sampai di sini dan aku yakin aku bisa. Selama ini dia selalu mendengarkan perintahku, meskipun kali ini aku tidak yakin."Bagus. Akhirnya kamu tahu di mana posisimu," ucapnya, tapi tidak berani melangkah mendekat lagi karena ada papa."Yang harusnya tahu diri di sini bukanlah anakku, tapi kau!" Papa memegang senjata yang aku tidak tahu sejak kapan benda itu ada di tangannya.Wajah papa menunjukkan amarah yang selama ini tidak pernah diperlihatkan. Bahkan Mas Al juga hanya
PRKS 39"Ayo, kita makan dulu. Aku tahu kalian belum makan apapun," ucapnya membuatku tersentak.Kenapa dia tahu kalau aku datang sendiri?"Awalnya aku tidak tahu kamu di sini, tapi ketika ke depan, tidak sengaja melihat mobil di rumah terparkir di sana. Jadi aku tahu kamu ke sini dengan Mbak Olive," jelasnya tanpa aku minta.Benar, pria seperti ini yang aku inginkan. Dialah pria yang nyaris sempurna dan aku tidak akan membuatnya lepas begitu saja.Aku tersenyum tipis. Gengsi, dong, kalau langsung nyambar. Wanita itu harus jual mahal, apalagi kita belum halal."Ayo, ikut aku!" Aku dan dia menuruni tangga, lalu berjalan ke arah kanan dari tangga utama. Di sini ada tempat makan yang menyediakan berbagai makanan kesukaanku."Kalian mau pesan apa?" tanyanya membuatku tersadar kalau aku jalan bukan hanya sama Rayan, tapi Mbak Olive sama anaknya juga. Ya, ampun.Mbak Olive dan anaknya mulai menyebutkan makanan yang ingin dimakan, kecuali aku karena masih bingung memilih."Kalau mau pesan ba
PRKS 38 Pria yang TepatRayan tersenyum lebar, tapi aku duduk tanpa mengatakan apapun. Aku memang setuju untuk menikah dengan Rayan, tapi tidak tahu kapan siap untuk melakukan ijab qobul."Kenapa pertanyaan Papa melayang di udara?" Papa melipat tangannya di dada dan menatap kami bergantian."Pa, kita baru menyelesaikan masalah Mbak Olivia, masa iya kita langsung membahas tentang pernikahan!" Aku mengusap wajah kasar, lalu berjalan ke arah seorang pekerja untuk meminta kotak obat.Setelah benda yang aku minta ada di tangan, segera aku duduk di samping kakaknya Rayan."Sepertinya kamu memang sudah siap untuk menjadi istri seorang dokter." Rayan mulai mengatakan yang tidak-tidak, tapi aku tetap mengobati luka Mbak Olive.Lukanya bekas cakaran tangan suaminya bukan hanya dalam dan luas, bahkan darahnya tidak kunjung berhenti."Mbak, menurutmu gimana dengan calon istriku?" tanya Rayan.Mendengarnya bicara santai, aku baru berani menyimpulkan kalau hubungan di antara mereka dekat. Sayangnya
"Jangan pedulikan sikap mereka yang seperti itu. Aku membawamu ke sini bukan untuk meminta restu mereka, tapi hanya untuk menegaskan kalau aku tidak akan menikah dengan wanita selain dirimu," ucapnya lembut tapi penuh penekanan.Mamanya Rayan sempat melihat ke arah kami, tapi mereka langsung berjalan ke dalam rumah seolah tidak melihat kami yang berdiri dari beberapa menit yang lalu."Ayo, masuk!" ajaknya dan aku pun langsung masuk mengikuti langkah kakinya tanpa memedulikan pandangan beberapa orang yang menatapku tajam."Pantesan diceraikan, ternyata sikapnya seperti ini," celetuk seseorang."Ya, iyalah. Kalau memang dia wanita salihah, tidak mungkin pria itu melemparkan dia kepada anak sial itu," sahut yang lainnya."Sudah cukup! Jangan katakan yang tidak-tidak, lagi pula kalian tidak tahu, apalagi kenal dengan Kaluna. Jadi, jangan sembarangan menilai," ucap seorang wanita dengan memar di wajahnya membelaku.Ah, ya, aku ingat wanita itu. Dia adalah kakak Rayan yang mendapatkan perla
"Kenapa belum apa-apa kamu sudah memberikan aku benda ini? Apa kamu begitu yakin kalau aku akan menerima dirimu?" tanyaku membuat diam terdiam dan tubuhnya sedikit gemetar.Tunggu, dia pria, kenapa tubuhnya harus gemetar hanya karena ditolak seorang janda seperti aku, bukan?Kembali aku memastikan semuanya dengan melihatnya lagi dan tubuhnya masih gemetar. Tadi aku tidak salah melihat. "Bukankah kamu orang hebat dan kuat? Apa mungkin semua itu hanya rumor agar aku mau menerima dirimu?" tanyaku membuatnya sedikit tersentak.Melihat gelagatnya seperti ada yang aneh, aku langsung memalingkan wajah ke sisi yang lain. Tidak mungkin aku terus menggodanya di saat tubuhnya sedang lemah seperti ini."Tidak tau. Aku hanya tahu satu hal, yaitu tubuhku sangat lemah ketika di hadapanmu dan aku tidak sekuat itu," jelasnya.Sebenarnya aku ingin mengeluarkan kata-kata meledek, tapi sungguh tidak tega."Aku tidak suka orang yang lemah ketika berada di dekatku, sejujurnya aku lebih suka melihat sesuat
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments