Share

SEJATI

Di ruangan pribadi mas Feri di ruangannya, aku dan Rara tampak menunggu mas Feri, karna tak ada kesibukan aku mengotak atik ponselku sedangkan Rara, tampak sibuk dengan laptopnya karna semenjak menikah dengan mas Feri dia sekarang menjabat jadi asistennya suamiku..

“Mba dapat salam dari keluargaku di bandung,”ujar Rara memecahkan sennyap tadi.

“Hmmm”desisku tanpa menoleh

“Mba, gak suka ya sama Rara .”ujarnya aku sedikit melirik dan berkata,

“Kok nanyanya gitu? “Ya sepertinya semenjak kami pulang dari bandung, mba suka diemin Rara,”ketusnya dengan manyun, aku menghela nafas dan berkata,

“Kamu gak usah kayak gitu, kalo ada yang beda Ya karna itu masalahku, kamu gak usah baperan gak jelas banget sih”

“Tu kan marah,”aku menautkan alisk makin heran.

“Aku beneran gak apa, udah dehh jangan di permasalahkan.”gerutuku.

“Iya mba maaf.”

Kembali kami berdua diam-diaman hingga terlintas sesuatu di fikiranku

“Ra, di bandung semiinggu ngapain aja, bukannya resepsinya cuman satu hari ya?”tanyaku, Rara menoleh dengan senyum dan berkata.

“Banyak, kami berlibur satu hari kulineran main refreshing hingga memesan hotel terbagus di bandung,”ujarnya, aku menghela nafas dan berkata.

“Lalu?”

“Lalu ? lalu kami menikmati makan malam berkencan hingga mmm-“ucapannya terhenti seakan tak mau mejelaskan lebih rinci aku coba memahami dan coba mengalihkan pembicaraan.

“Aku harus temui mas Feri di ruangannya.”ujarku berdiri dan beranjak meninggalkan Rara

“Mas, aku mau pulang kamu antar ya?”pintaku, mas Feri tampak masih sibuk dengaan berkas di tangannya,

“ Ya sayang bentar ya”lirihnya tanpa menoleh , aku berdegus mendegar kata sayang yang di ucapkan mas Feri itu faktanya sekarang dia telah membagi perasaannya, aku rasa aku gak salah jika aku komplen dengan ini, aku merasa mas Feri sudah seenaknya padaku.

“Mas, aku mau pulang tapi aku gak mau Rara ikut”sungutku dengan manyun untuk sejenak mas Feri nanar melihatku wajahnya seperti tak habis pikir.

“Tapi kenapa sayang? Rara kita tinggal disini gitu?”

“Ya, gak apa kan, lagian buat hari ini, aja. Ntar juga dia bisa pulang sendirikan?”gerutuku.

“Tapi kenapa?”

“Mas kenapa sih harus komplen! Udah nurut aja! Gimana sih” kesalku, Suamiku tampak menghela nafas sesak sembari menaikkan alisnya,

“Okey sayang, aku temui Rara dulu.”ujarku.

“Gak usah!”bentakku. langkah mas Feri kembali terhenti,

“Oh ya udah” ucapnya tak habis pikir aku beranjak keluar di ikuti oleh mas Feri.

Sesampai di mobil, aku masih manyun tak bicara sepatah katapun mas Feri mungkin heran melihat tingkahku,

“Sayang, kamu kok gitu sama Rara?” tanyanya aku berdesih dan memegangi batang hidungku karna pusing di tanyai begitu.

“Mas, emang kenapa aku gak boleh minta anter sama kamu pulang, lagian kan selama ini juga kemana-mana kita berdua gak perlu ada Rara, kami gak marahan kok, dia udah bareng kamu satu minggu ini , jadi sekali-kali luangkan waktu buat aku,”gerutuku, aku tidak tau kenapa hatikku terasa panas dan nyesek aja hingga gak tau mau berkata apa

“Sesekali?, aku malah lebih banyak waktu sama kamu sayang, Rara hanya dapat satu minggu kemarin, kamu ini lucu deh.”ucapnya terkekeh.

“Udah ah kamu antar aku pulang! Lagi males bahas-bahas jatah,”gerutuku

“Hmmm, ya udah. ‘’

Sesampai dirumah aku menghenyak disofa melepaskan penatku.

“Sayang mas balik ya, kerjaan mas belum selesai sama itu kasian Rara gak ada yang jemput”ujarnya. Aku menghela nafas sedikit sesak dan mencegat langkahnya,

“Mas,”lirihku. Sontak mas Feri membalik. Aku tertunduk dan coba berkata dengan gemetar.

“Ak-ku mm-au tanyakan sesuatu-“ucapku ragu-ragu. Kembali mas Feri mendekat.

“Ya silahkan, apa? Tanyakan saja.” Titahnya, aku memandang wajahnya lekat priaku itu hanya bisa tersenyum.

“Mas, Ina liat mas sangat sayang bangett ya sama Rara, seberapa berarti Rara buat mas”tanyaku dengan Lirih untuk sejenak mas Feri tersenyum hangat.

“Kenapa tanyanya begitu?singkatnya aku mendegup dan coba lagi berkata.

“Ina cuman pengen tau mas, biar Ina bisa sadar diri trus pergi saat gak ada lagi orang yang butuh Ina disini,”ujarku.

“Kamu dan Rara sama berarti buat mas, jadi gak bisa sih mas jelaskan gimana cinta mas sama kalian berdua,”ujarnya mengibas sedikit rambutku yang terurai.

“Ina bingung, dada Ina terasa sakit, saat Rara bilang, kalau kalian telah m-“ucapanku terhenti aku tak bisa teruskan aku tertunnduk menyembunyikan wajah sedihku.

“Kamu cemburu sayang, karna memang mas paham kamu itu sayang dan cinta banget sama mas,”ujarnya.

“Cinta…?”Lirihku, sontak mas Feri mengangguk.

“Kenapa Cinta itu selalu menyakitkan mas, Dadaku serasa terbakar dan sesak? Apakah itu cinta?”ucapku pelan sembari memegangi dada, mas Feri mendekat dan meremas bahuku pelan.

“Iya sayang, Cemburu dan cinta itu saling bertautan, jadi saat kamu cemburu berarti kamu cinta dan mustahil jika kamu tidak cinta kamu cemburu.”jelasnya, aku nanar coba mengartikan apa yang dikatakan mas Feri.

“Apa aku jatuh cinta? Tapi kenapa berkali-kali”lirihku, mas Feri terkekeh dan berkata.

“Emang waktu kita nikah, kamu gak cinta sama mas?”tanyanya sontak aku mengedipkan mata dan berkata.

“Gak tau mas, yang aku rasa aku bahagia aja, bakal melewati hari-hari karna memang kita dah biasa bersama.”ujarku. mas Feri tampak teranyuh.

“Itu cinta sayang,”lirihnya, aku mengeleng-geleng dengan senyum kecut,

“Entahlah mas, ini semua membingungkan”

“Ayo sini ikut.”lirihnya berbisik di telingaku perlahan aku berdiri saat mas Feri membawaku berdiri,

“Kita mau kemana?”tanyaku. Mas Feri tersenyum sembari mengangkat badanku, aku coba nurut walau darahku berdesir hebat dan gemetar tanganku coba bergelayut di pundaknya.

“Mas kita mau kem-“ucapanku di cegat mendegar desisan mas F eri

“Ssstttt.. kmu coba rilex, inget aku bukan orang jahat, aku gak akan nyakitin kamu paham?”bisiknya aku menarik nafas berat dan coba mengaturnya yang sudah mulai tak beraturan.

“JIka kamu takut, inget sakit hati kamu saat melihat mas bersama Rara”ujarnya aku mengambil nafas dalam. Dan mencoba mengeratkan peganganku di pundaknya, perlahan aku coba lawan rasa takut

“Ingat Ina kamu mencintai mas.”bisiknya, aku mengangguk dengan air mata mengucur, perlahan mas Feri membaringkanku di atas kasur, nafasku tak beraturan coba beringsut duduk menyandar di kepala ranjang kami, perlahan mas Feri datangi aku dan mengelus-ngelus wajahku lembut, aku mencoba menghalau rasa takut dan berusaha untuk bisa menatap mata mas Feri, perlahan aku kuat menanti kecupan yang mendarat, namun bayangan pria bringas menyakiti dan menyiksa ibuk dengan nafsu setannya membuat aku gemetar, seketika dadaku terasa sempit dan aku susah untu bernafas aku merebah dengan menangis histeris, mas Fer tampak merangkul dan memelukku seolah siap kejadian ini bakalan terjadi.

“Hiks… jangan- jangan sentuh aku. Jangan mas. Pergi!”tangisku histeris mas Feri mengelus-ngelus punggung.

“Tidak sayang, mas tidak akan memaksamu.”ujarnya aku gemetar melingkar di atas kasur, sigap mas Feri menarik selimut untukku dan berdiri.

“Kamu istirahatlah, mas harus jemput Rara dulu.”ujarnya. Aku mengangguk lesu melihat langkah kaki mas Feri berlalu, air mataku makin mengucur deras saat membayangkan setelah ini suamiku melampiaskan hasratnya pada Rara, bahkan menjadi pecundang seperti ini hanya bisa menambah goresan sakit akan luka batin yang teramat sangat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status