Share

Tirai Putih

Author: Rosa Rasyidin
last update Last Updated: 2025-05-11 15:46:31

Ratu mengembuskan napas memandang langit selatan yang mulai menghangat. Bunga-bunga peony terakhir telah gugur, di sisi lain aliran sungai buatan suaranya terdengar menenangkan. Waktu terus berjalan, dan kehamilan Ratu Su Yin kini memasuki bulan kesembilan.

Perutnya semakin membuncit, gerakan di dalamnya semakin sering, kadang membuat wanita itu terkejut di tengah malam. Namun bukan rasa sakit yang paling membebani Su Yin. Melainkan waktu yang ia tahu tak berpihak lama padanya.

Setiap pagi ratu akan pergi, dibantu dua pelayan terpercaya, menuju kuil keluarga kerajaan yang baru saja diresmikan raja di bagian timur istana. Di sana, di bawah patung dewi pelindung kelahiran., Su Yin menyalakan dupa, menundukkan kepala, dan berdoa dalam diam.

"Tolong, Dewi, hanya sedikit lagi. Izinkan aku menyambutnya ke dunia ini. Izinkan aku melihat wajahnya dan mengelus pipinya yang halus. Aku kemari juga karena takdir, tolong takdir juga bermurah hatilah padaku."

Air matanya menetes di atas lantai batu
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • PERMAISURI YIN   Tipu Muslihat

    Para selir berpakaian mewah dengan sulaman burung merak. Mereka berlutut dalam barisan yang panjang dan mata mereka penuh ketakutan. Permaisuri utama, duduk di singgasana. Bibirnya tersenyum saat pandangannya melirik tajam ke arah para selir yang menjadi musuhnya dalam perebutan kekuasaan. Suasana yang penuh ketegangan berubah seketika saat Raja Li Wei, lelaki yang dikenal berhati baja, menghempaskan cangkir araknya ke lantai dengan keras.Bunyi tembaga beradu dengan marmer, arak berhamburan, mengotori permadani merah yang membentang di bawah kaki mereka. “Cukup!” suara raja menggelegar, memecah kebisuan dan mengguncang nyali para selir hingga mereka menundukkan kepala lebih dalam. “Aku sudah muak mendengar keluhan kalian tentang siapa yang lebih layak, siapa yang lebih berhak atas kehormatanku! Apakah kalian pikir kerajaan ini tempat bermain untuk ambisi kecil kalian? Apakah kalian lupa bahwa aku yang memegang kekuasaan, bukan kalian!” Para selir menggigit bibir, sebagian menahan

  • PERMAISURI YIN   Kehilangan Bertubi-tubi

    Di jalan utama menuju istana kekaisaran, iring-iringan Raja Li Wei melaju dengan tenang, diiringi para pengawal yang mengenakan jubah biru.Di dalam tandu utama, Putri Jiaran duduk diam, matanya sayu meski tidak ada lagi air mata yang bisa ia keluarkan.Di belakangnya, seorang pelayan dengan hati-hati menggendong Pangeran Rui yang masih terlalu kecil untuk memahami kehilangan yang baru saja menimpa keluarganya. Saat gerbang istana kekaisaran terbuka, Kaisar Li Zu Min telah berdiri di halaman utama, ditemani para pejabat istana dan bangsawan lainnya. Begitu Raja Li Wei turun dari kudanya dan melangkah ke depan, keheningan menyelimuti seluruh istana. Kaisar menatap wajah saudaranya yang lelah, lalu mengalihkan pandangan ke Jiaran dan Rui. Dengan langkah tenang, ia menghampiri mereka, lalu menghela napas panjang sebelum berkata, suaranya berat dengan rasa kehilangan. "Ratu Yin adalah perempuan yang luar biasa. Chang An turut berduka bersamamu, Adikku."Jiaran menundukkan kepala, tanga

  • PERMAISURI YIN   Pembaringan yang Dingin

    Raja Li Wei membaringkan tubuh Ratu Su Yin di atas ranjang megahnya, jubahnya yang berwarna keemasan berkibar saat ia berbalik dan berteriak dengan suara yang nyaris pecah." Panggil tabib, cepat !" teriak raja seolah-olah sedang ada di medan perang dan melawan musuh.Para pelayan berlarian, membawa para tabib terbaik yang ada di kerajaan. Dengan tergesa-gesa, mereka memeriksa denyut nadi, mengamati wajah ratu yang masih begitu tenang, seakan-akan hanya tertidur. Namun, semakin lama mereka mencari tanda-tanda kehidupan, semakin jelas jawaban yang didapat. Salah satu tabib yang paling senior akhirnya menundukkan kepala, kedua tangannya bergetar saat ia bersujud di hadapan Raja."Raja, maafkan hamba. Tidak ada penyakit, tidak ada racun, Ratu telah pergi meninggalkan kita semua." Sang tabib tak berani mengangkat kepalanya.Kata-kata itu menggema di ruangan yang penuh cahaya lilin. Raja Li Wei menatap wajah istrinya, jemarinya perlahan menyentuh pipi Ratu yang mulai kehilangan kehangata

  • PERMAISURI YIN   Bunga yang Berguguran

    Ruyi menunduk dalam diam, jemarinya yang dingin dan terlatih menempel di pergelangan tangan Ratu Su Yin. Ia menutup mata, berkonsentrasi, menghitung denyut dengan tenang.Hening menyelimuti kamar utama kerajaan, hanya suara napas Su Yin yang pelan terdengar di sela-sela tiupan angin malam yang masuk dari jendela.Ruyi membuka mata perlahan, menatap wajah teman lamanya dengan sorot penuh keraguan yang tak bisa disembunyikan.“Ratu, nadimu tidak normal,” ucapnya pelan, nyaris seperti berbisik. “Getarannya berlapis. Seperti engkau sedang hidup di dua alam yang berbeda.”Su Yin menghela napas, lalu menarik tangannya pelan. Ia menatap langit-langit dengan pandangan kosong sebelum berbalik menatap Ruyi.“Kau semakin hebat saja sampai mengetahui tentang dua alam,” gumam Ratu.“Hamba tidak bermaksud lancang, Ratu.” Ruyi menunduk. “Semua ilmu kedokteran yang kau pelajari tak sia-sia.” Ratu tidak marah, ia tahu ada yang terjadi pada dirinya.“Ratu, engkau pasti sadar. Engkau terlalu cerdas u

  • PERMAISURI YIN   Teman Lama

    “Dua bulan,” bisik Su Yin. Ia juga hampir tak percaya bahwa kehidupan kembali tumbuh di dalam rahimnya.Raja Li Wei datang dengan langkah ringan, tak seperti biasanya yang tegas dan penuh wibawa. Tatapannya langsung jatuh pada Su Yin yang menunduk manja. Dengan satu gerakan lembut, ia menggenggam tangan istrinya, dan menatap matanya dalam-dalam."Apakah benar?” tanyanya untuk memastikan ia tak sedang bermimpi.“Tabib istana telah memastikan. Aku mengandung anak kita yang kedua, Fujin.”Su Yin mengangguk pelan, pipinya merona. Raja Li Wei tertawa kecil, lalu memeluk Su Yin tanpa ragu. Kali ini, kerajaan bukan hanya dibentengi oleh kekuatan dan strategi, melainkan juga oleh cinta dan keluarga yang kian tumbuh.Hari itu, titah kerajaan langsung disampaikan ke seluruh pelosok desa selatan, yang selama ini masih dibangun menjadi lebih baik. Raja Li Wei membagi hadiah, beras, kain sutra, serta pengurangan jumlah pajak selama satu musim panen.“Rakyat yang bahagia adalah pilar kerajaan yang

  • PERMAISURI YIN   Tirai Putih

    Ratu mengembuskan napas memandang langit selatan yang mulai menghangat. Bunga-bunga peony terakhir telah gugur, di sisi lain aliran sungai buatan suaranya terdengar menenangkan. Waktu terus berjalan, dan kehamilan Ratu Su Yin kini memasuki bulan kesembilan.Perutnya semakin membuncit, gerakan di dalamnya semakin sering, kadang membuat wanita itu terkejut di tengah malam. Namun bukan rasa sakit yang paling membebani Su Yin. Melainkan waktu yang ia tahu tak berpihak lama padanya.Setiap pagi ratu akan pergi, dibantu dua pelayan terpercaya, menuju kuil keluarga kerajaan yang baru saja diresmikan raja di bagian timur istana. Di sana, di bawah patung dewi pelindung kelahiran., Su Yin menyalakan dupa, menundukkan kepala, dan berdoa dalam diam."Tolong, Dewi, hanya sedikit lagi. Izinkan aku menyambutnya ke dunia ini. Izinkan aku melihat wajahnya dan mengelus pipinya yang halus. Aku kemari juga karena takdir, tolong takdir juga bermurah hatilah padaku."Air matanya menetes di atas lantai batu

  • PERMAISURI YIN   Waktu yang Terus Berjalan

    Tiga bulan lamanya Su Yin menderita mual dan muntah hebat, hingga ia kebanyakan berbaring di ranjang. Sesekali wanita itu jalan ke desa dengan menggunakan tandu dan dijaga oleh An Mama.Ratu mulai bosna menunggu kedatangan rajanya dalam perjalanan yang panjang sekali. Tidak ada kabar dari ibu kota, juga tidak ada surat. Li Wei seperti melupakannya.“Jangan-jangan dia ambil selir lagi di sana. Padahal aku hamil anaknya di sini,” Su Yin duduk di kursi dan menikmati kudapannya. Di bulan keempat ia mulai bisa makan dengan enak tanpa berperang dengan rasa mual.Memasuki bulan kelima dalam penantian panjang, rasanya Su Yin ingin menyusul Li Wei ke ibu kota dan memberitahu soal kehamilannya. Namun, ia dipercaya menjaga selatan yang baru saja jatuh ke wilayah Tang.“Bosan,” ucap Su Yin di pagi hari. Ia duduk dan makan ikan kukus serta lanjut menyantap buah segar.Dari kejauhan terlihat dua orang pelayan laki-laki datang memberi ratu surat. An Mama menerima dan membacanya terlebih dahulu.“Rat

  • PERMAISURI YIN   Kalah Jadi Abu

    Ibu kota berdiri megah di bawah cahaya matahari pagi. Menara-menara istana menjulang tinggi, sementara jalan-jalan dipenuhi suara lonceng perunggu yang menggema di antara paviliun megah.Di tengah kemegahan itu, Li Wei, Raja dari Selatan, melangkah dengan tenang, diiringi oleh barisan prajuritnya yang membawa peti-peti berisi upeti bagi Kekaisaran Tang.Gerbang istana terbuka lebar ketika pasukan dari Selatan tiba di halaman utama. Mata para pejabat tinggi kekaisaran memandang penuh selidik, seolah ingin memastikan bahwa setiap langkah Li Wei memang sebuah tanda tunduk dan bukan awal dari pemberontakan. Namun, Li Wei tetap berjalan dengan sikap penuh hormat dan percaya diri.Saat ia melangkah ke aula besar, Kaisar Li Zu Min, telah duduk di atas singgasana berhias naga emas. Tatapan Kaisar teduh dan penuh kerinduan. Sudah lama sekali kakak dan adik itu tidak bertemu.“Hormat kepada Yang Mulia. Hamba membawa persembahan dari Selatan,” ucap Li Wei dengan suara tegas seorang jenderal pera

  • PERMAISURI YIN   Kabar Angin

    Su Yin masih mendekap Li Wei sangat erat. Malam setelah mereka kembali menyatu dan malam-malam berikutnya terasa sangat membara kerinduan yang harus dilampiaskan. Sejoli itu bagai tak memiliki waktu lain, seolah-olah perjumpaan mereka sangat singat dan tak mau kehilangan momen apa pun.Sebagai raja, Li Wei berusaha menjalankan aturan di selatan dan sebagai ratu Su Yin menjaga kewibawaan di depan bawahannya. Lain cerita di depan suaminya, ia seperti anak kecil yang terus memegang tangan pangeran kedua begitu erat.Sebab Su Yin teringat dengan kata Shen Du bahwa umurnya di masa lalu tidak panjang. Cerita sejarah yang ia peroleh pun hanya sedikit catatan tentang Permaisuri Yin, wanita yang mati muda ketika melahirkan anak keduanya.“Apakah semua persiapan sudah selesai?” tanya ratu pada rajanya.“Hampir. Kau sedang buat apa?” Li Wei balik bertanya ketika telah kembali dari luar.“Ehm mantel bulu. Kau akan menempuh perjalanan yang sangat panjang dan melelahkan, angin di luar sana tidak b

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status