Share

KUCING-KUCINGAN

Sore harinya Gemma mengirimiku pesan bahwa dia sudah menungguku di Mall tempat kami janjian ketemu. 

 

Meninggalkan Pak Parjo di parkiran, aku segera mencari keberadaan adik iparku itu. Dan akhirnya menemukannya di depan galeri ponsel yang sangat dia inginkan itu. Tapi ternyata dia sendirian, tidak bersama dengan Cindy.

 

"Cindy mana, Gem?"

 

"Nggak bisa datang katanya, Kak. Masih ada kerjaan di kantor."

 

Dahiku berkerut. Lalu segera kuambil ponselku untuk menghubungi Geo.

 

"Ge, kamu bilang Cindy bisa keluar. Kenapa malah kamu kasih kerjaan sih?" cerocosku begitu panggilanku diangkatnya.

 

"Eee eh, sorry Al ... ini Cindy katanya lagi kurang enak badan. Jadi aku biarin pulang aja. Nggak papa kan nanti jalan bareng Cindy nya kapan kapan aja?"

 

"Ya nggak papa sih. Tadi kata Gemma Cindy masih ada kerjaan. Aku pikir kamu nggak ngebolehin dia jalan sama kita."

 

"Ooh ... iya sih tadi memang masih ada sedikit kerjaan. Tapi sekarang udah aku suruh pulang kok orangnya." 

 

"Oooh gitu, ya udah suruh pulang aja cepet cepet. Kasian Ge kalau kelamaan di kantor." 

 

"Iya, udah kok. Udah pulang dari sejam yang lalu," jawab Geo.

 

"Oke deh kalau gitu. Ya sudah aku jalan dulu sama Gemma ya." Aku segera mematikan sambungan teleponku dengan Geo. 

 

Satu jam lalu Cindy sudah pulang, berarti seharusnya dia sudah sampai di rumah. 

 

"Gem, minta nomer ponselnya mama dong." 

 

"Oooh ... iya Kak. Sebentar aku cari dulu," kata adik iparku itu sambil mulai sibuk dengan layar ponselnya.

 

"Sambil jalan, Gem. Yuk sekalian liat liat ponsel yang mau kamu beli," ajakku.

 

"Oke, Kak," kata Gemma. Lalu berjalan mengikutiku ke dalam galeri.

 

Usai dia kirimkan kontak mama mertua padaku, kubiarkan gadis itu sibuk memilih benda impiannya. Sementara aku segera mendial nomer mama Geo. 

 

"Halo," sapa suara wanita di seberang.

 

"Halo Ma, ini Alma. Cindy nya ada?"

 

"Ooh Alma ... Cindy jam segini masih di kantor, Sayang. Katanya tadi bilang mau pulang agak malem. 

 

"Oooh gitu. Ya udah, Ma, aku pikir sudah pulang. Mau aku suruh nyusul kesini kalau sempat."

 

"Kamu sudah sama Gemma ya? Gimana dia, minta macam-macam nggak, Al? Jangan belikan ponsel yang terlalu mahal. Mama jadi gak enak Al sama kamu."

 

"Ah nggak papa, Ma. Santai saja. Apa mama mau Alma beliin sekalian?"

 

"Haduuh Mama jadi nggak enak. Apa nggak merepotkan Kamu, Al?"

 

"Tenang aja, Ma. Gampang. Nanti biar Gemma yang pilihkan ya, Ma?"

 

"Duuuh menantu Mama ini memang paling baik. Terima kasih ya, Sayang?" 

 

"Ya, Ma. Sama sama."

 

Hmmm semakin tidak beres saja mereka ini. Bicara mereka semua jadi ngawur. Nggak ada yang nyambung. Cindy bilang ke Gemma ada kerjaan. Geo bilang Cindy sudah pulang dari sejam yang lalu. Sekarang mamanya bilang Cindy pamit mau pulang malam. Memang harus dipergoki supaya tambah jelas semuanya.

 

***

 

Setelah urusanku dengan Gemma selesai, aku segera mengajak Pak Parjo langsung ke kantor. Gemma yang tadinya merengek mengajak nonton dulu tak kukabulkan karena aku ingin segera membuktikan bahwa ada hal yang tidak beres dengan suamiku. Setidaknya jika Cindy memang masih berada di kantor, itu artinya kecurigaanku beralasan. Dan aku benar benar harus waspada.

 

Karena hari sudah semakin malam dan akan sedikit mencolok jika mobil Papa yang saat ini dikendarai Pak Parjo mendatangi kantor, maka kusuruh sopir papa itu menurunkanku di depan kantor. 

 

"Nanti saya telpon kalau sudah selesai ya Pak?" kataku.

 

"Siyaap, Non." 

 

Dengan mengambil jalan samping, aku masuk ke dalam kantor dimana seorang satpam sedikit terkejut melihat kedatanganku. 

 

Dia satpan yang sudah lumayan senior hingga sudah sangat hafal dengan wajahku. 

 

"Bu Alma, kenapa malam malam datang ke kantor?" 

 

"Pak Geo masih ada di dalam kan, Pak?" tanyaku.

 

"Oh masih, Bu. Masih ada beberapa karyawan juga yang belum pulang. Biar saya antar, Bu," tawarnya.

 

"Tidak usah, Pak. Saya sendiri saja. Terima kasih.

 

Dan aku pun segera memasuki lobby, berjalan langsung menuju lift ke lantai 5 dimana ruangan Geo berada. 

 

Beruntung tadi aku memutuskan untuk memakai flat shoes dengan soft heel hingga pijakan kakiku tidak terdengar oleh siapapun saat aku berjalan melewati koridor sekeluarnya aku dari lift. 

 

Geo belum menempati ruang direktur, jadi dia masih seharusnya masih berada di ruangan managernya yang lama. Dimana separuh bagian atasnya masih bisa terlihat dari luar karena terbuat dari kaca transparan. 

 

Agak mengendap saat aku berjalan mendekat. Tapi ternyata dari jauh pun ruangan itu sudah terlihat kosong. Kemana orang orang? Tidak ada siapapun di ruangan Geo. Tidak ada Cindy atau yang lainnya. 

 

Karena sudah terlanjur sampai di tempat itu, akhirnya aku memaksa masuk ke dalam untuk memastikan. Dan sangat aneh karena tas Geo juga sudah tidak ada di tempat. Padahal tadi satpam di bawah bilang Geo masih ada di dalam. 

 

Terburu buru aku kembali turun dan satpam yang tadi menyapaku menghadangku di lobby. 

 

"Bu Alma ... kelewatan. Tadi waktu Bu Alma masuk lift, Pak Geo ternyata sudah di parkiran Bu. Tapi tadi saya sudah sampaikan ke Pak Geo kalau ibu sedang ke atas."

 

Haddduh ... kenapa malah jadi aku yang ketahuan?

 

"Bapak ketemu Pak Geo di parkiran?" tanyaku.

 

"Iya, Bu."

 

"Pak Geo sama siapa?"

 

"Sama sekretatisnya, Bu Cindy."

 

Oooh, oke jadi sudah jelas sekarang. Banyak kebohongan disini. 

 

"Ya sudah. Terima kasih, Pak."

 

Aku segera menelpon Pak Parjo untuk menjemputku di depan lobby. Lawanku ternyata sangat licin. Mereka seperti ular yang sulit ditangkap. Tapi aku tak boleh menyerah.

 

"Langsung ke rumah mama mertua, Pak," kataku pada Pak Parjo.

 

Jikakali ini aku sampai tak bisa mengejar Geo, maka mulai besok aku harus lebih halus bekerja. Dia pasti sudah menyadari bahwa aku mencurigainya gara-gara satpam tadi memberitahunya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status