Keesokan harinya Arsya terbangun, dirinya menggeliat pelan dan menoleh kesamping mendapati Sera yang masih tertidur dengan memeluk dirinya. Lelaki itu hampir lupa jika semalam dirinya menginap di mansion Louwen.
Dirinya melihat kearah samping tepatnya kepada jam kecil yang terletak diatas nakas, masih jam 6 pagi. Arsya semakin erat memeluk Sera, dagunya menari-nari diatas kepala milik Sera. Tampaknya istrinya itu terlalu nyaman memeluk dirinya hingga tak kunjung bangun.
"Wake up Sera," ucap Arsya. Lelaki itu mengalus kepala Sera.
"Masih ngantuk," Sera mengeliat pelan namun ia malah semakin erat memeluk badan Arsya. Kepalanya berada didada bidang lelaki itu, apalagi tangan Arsya yang ia gunakan sebagai bentalan membuatnya tak mau bangun. Posisi mereka berdua berhadapan dengan jarak yang sangat dekat.
Arsya mendudukkan tubuh Sera dan menahannya supaya perempuan itu tak jatuh. De
Seoarang lelaki berdiri di atas rooftop kantornya sehingga pemandangan dibawah sana bisa ia lihat dari atas. Posisinya dia berdiri di pinggir rooftop bisa dibilang jika melangkah 1 kali bisa dipastikan dia akan jatuh kebawah.Seseorang itu ialah Arsya, setelah mengetahui fakta bahwa Hesa pernah memperkosa bundanya ia langsung pergi menuju dimana kantornya berada. Untuk Sera ia suruh dia berada di ruangannya, ia ingin sendiri merenungkan apa yang telah terjadi.Hembusan angin membuat jasnya sedikit berantakan. Terhitung 1 jam sudah Arsya berada disini dengan posisi berdiri, sama sekali tak ada niatan untuk beranjak dari tempat ini."Mengapa aku merasa lelah dengan semua ini? Keluarga yang ku pikir merestui hubunganku ternyata salah, sama sekali tak ada yang merestui pernikahan ini. Mereka sangat pandai dalam memasang topeng, bahkan dengan ini mereka masih sempat untuk saling menjatuhkan," batin Arsya mir
Masih ditempat yang sama, Sera masih menikmati kegiatannya yaitu membaca novel dengan posisi bersender ketembok. Sedangkan Arsya, lelaki itu berbaring di karpet berbulu dengan berbantalkan paha Sera."Apa kau tak capek membaca novel terus?" tanya Arsya, pasalnya Sera sudah membaca 4 novel berbeda judul."Tidak, aku malah senang bisa membaca novel banyak." Sera menatap kearah Arsya dan mengelus rambut milik lelaki itu."Kau tau? aku sangat nyaman disini seperti tak ada beban hidup sama sekali," celetuk Sera."Nikmati saja, sebentar lagi kita akan pulang karena hari sudah mulai sore," balas Arsya.Sera mengangguk saja, lantas dirinya melanjutkan kegiatannya sedangkan Arsya menikmati elusan yang Sera berikan di rambutnya. Sampai akhirnya mereka memutuskan untuk pulang, sudah puas mereka menenangkan pikiran disini. Kini mereka berdua akan pulang ke mansi
Arsya berada di sebuah ruangan gelap bersama dengan Hesa, tadi ia bertemu dengan Hesa dijalan dan lelaki itu meminta dirinya untuk ikut bersamanya. Sedangkan Sera ia suruh kekantor sendiri. Diruangan ini hanya ada dirinya dan Hesa saja, mereka sama-sama berdiri menghadap tembok.Ruangan ini cukup luas, ada beberapa kursi dan juga AC. Arsya sendiri bingung, sebenarnya ini ruangan apa. Sepi dan sunyi membuat bulu kuduk merinding, apalagi bunyi jarum jam yang cukup mengerikan. Bahkan tembok di sini banyak sekali noda merah, apa mungkin itu noda datah?."Kau ingin berbicara apa?" tanya Arsya setelah sekian menit tak ada yang mulai pembicaraan.Hesa membalikkan badannya menjadi menghadap Arsya, "Apa kau tak percaya jika saya ayah kandungmu?" tanyanya."Mana mungkin saya percaya dengan orang asing sepertimu," balas Arsya dengan menekankan kata 'orang asing' jangan lupakan jika dirin
Sera sudah sampai di apartemen, perempuan itu tergesa-gesa masuk kedalam lift dan dengan cepat menekan tombol lantainya. Kini ia sudah berada didepan pintu, lantas ia membukanya dan langsung masuk kedalam. Pemandangan pertama yang ia lihat ialah Arsya yang tidur selonjoran disofa.Namun yang menjadi perhatian Sera ialah wajah Arsya yang memar dan juga telapak kaki lelaki itu yang diperban. Lantas Sera mendekati dan berjongkok disamping Arsya yang saat ini tengah memejamkan matanya. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Arsya? Apakah dugaannya benar jika dia berkelahi dengan Abimanyu dan Hesa?."Arsya?" panggil Sera pelan.Seketika mata lelaki itu mengerjap pelan, dilihatnya wajah sang istri yang lumayan dekat dengannya. Dengan segera Arsya meraih tangan Sera dan menggengamnya lalu ia taruh didadanya."Mengapa bisa seperti ini?" tanya Sera dengan nada lirih.
Pagi harinya Sera terbangun pukul 3 pagi dikarenakan ia merasakan suhu tubuh Arsya yang terasa panas. Lantas ia menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya dan merubah posisinya menjadi duduk. Ditempelkannya telapak tangannya keatas kepala Arsya.Panas! Satu kata yang menggambarkan kondisi Arsya sekarang. Lelaki itu juga nampak bergerak gelisah dalam tidurnya. Sera menyeka keringat yang mengalir di pelipisnya, apa yang harus ia lakukan sekarang?. Dirinya baru pertama kali melihat Arsya demam seperti ini."Arsya?" Sera mencoba membangunkan Arsya."Ser, dingin." Racau Arsya dengan masih memejamkan matanya.Langsung saja Sera memeluk tubuh Arsya dan menenggelamkan badan mereka kedalam selimut. Sera merasakan jika Arsya memeluk erat perutnya, kini posisinya menyender dibelakang dengan tangan menahan tubuh Arsya yang berada di sampingnya. Sera juga mengelus rambut lelaki itu yang sed
Sera berada dibangku taman, setelah perdebatan tadi ia memutuskan untuk pergi kesini. Pikirannya kacau, mengapa ia harus menanggung beban seperti ini?. Dirinya lelah sangat lelah, ia tak membayangkan jika tak ada Arsya yang terus menyemangatinya bisa-bisa dirinya nyerah detik itu juga.Tiba-tiba ada seorang lelaki yang duduk disebelahnya, dengan segera Sera menoleh kesamping. Siapa dia? Ia tak mengenalnya. Sera memalingkan wajahnya, mengapa orang ini bisa duduk disebalahnya. Sera ingin pergi namun ia sangat malas jika harus berdiri dan berjalan lagi."Perkenalkan, namaku Panji Bramantyo."Sera menoleh, mengapa lelaki dihadapannya ini berbicara. Sepertinya dia lebih tua darinya, Sera tetap diam sembari mengamati lelaki itu dari atas sampai bawah. Sepertinya dia orang berada, terbukti dari kemeja yang dia pakai. Namun Sera kaget disaat tangan lelaki itu melambai-lambai didepan wajahnya.
Arsya memejamkan matanya dikasur kamarnya. Beberapa menit yang lalu ada dokter datang memeriksa dirinya, dan mengatakan kalau beberapa jam kedepan demamnya akak turun. Saat ini Reta mengelus rambutnya, entah mengapa Arsya tak bisa tidur. Matanya memang terpejam namun pikirannya berkelana ke mana-mana.Bahkan dirinya sudah menelan beberapa obat-obatan namun tak kunjung membuat dirinya tertidur. Biasanya ia akan cepat tertidur ketika merasakan elusan dari tangan Reta ditangannya.Tak lama pintu terbuka, masuklah Zeta dengan nafas memburu menghampiri Reta yang tengah duduk. Sepertinya perempuan itu berlari menuju kesini."Arsya gimana Bun?" tanya Sera dengan suara pelan."Masih demam," jawab Reta lesu lalu dirinya berdiri."Kamu jagain Arsya yah. Bunda mau keluar nemuin kakek Arsya," ucap Reta, Sera mengangguk saja. Setelah kepergian Reta, Sera duduk di
Diruang keluarga mansion Louwen terdapat Rama, Citra dan juga Liora. Setelah kejadian tadi dengan Sera Rama memutuskan untuk langsung pulang karena tak fokus bekerja. Sekarang Rama tengah menceritakan kejadian tadi kepada istrinya dan juga Liora.Semenjak Liora pindah kesini ia dan istrinya semakin dekat dengan anak itu. Menurut mereka Liora orangnya penurut dan mereka suka. Liora duduk disebelah Citra sembari memakan camilan yang Citra buatkan, seperti seorang ratu dia sekarang."Sera ngak bersyukur, padahal dia udah dikasih kenikmatan seperti ini." Liora berujar dengan nada polosnya."Sekarang dia semakin membantah," ujar Rama tak habis pikir.Citra mengelus bahu suaminya, "Sabar aja, Sera pasti lagi capek.""Bukan satu kali atau dua kali, sering sekali pekerjaannya Arsya yang mengambil alih. Bisa saja sewaktu-waktu Arsya menyabotase pekerjaan Sera!" uja