Denzel dipandang sebelah mata oleh keluarga istrinya karena ia bisu. Padahal, di balik kebisuannya ini, ia memiliki keahlian pengobatan yang luar biasa layaknya seorang tabib jenius. Suatu hari ia kembali bisa bicara dan ia mulai menunjukkan kemampuannya dalam menyembuhkan orang, yang membuatnya dihormati oleh gubernur setempat. Sikap keluarga istrinya kepadanya pun berubah 180 derajat, menjadi jauh lebih baik. Akan tetapi, istrinya justru tidak menyukai perubahan ini; perempuan itu merasa kehilangan Denzel dan ia jadi teringat kepada lelaki lain di masa lalunya. Kelak Denzel menyadari hal ini dan ia menunjukkan kepada istrinya betapa ia adalah sesosok suami terhebat yang pernah ada!
View MoreDenzel merapatkan jaket hitam yang membungkus tubuhnya. Untuk kesekian kali, lelaki bertubuh jangkung dan bermata sipit itu melongok ke dalam celah-celah gerbang sekolah, mencari-cari adik iparnya yang belum juga muncul padahal sudah banyak siswa SMA Dian Harapan yang berhamburan keluar dari gerbang sekolah.
Denzel tahu bahwa Vania tidak mau dijemput olehnya. Dan dia jadi serbasalah. Istrinyalah yang memintanya menjemput Vania. “Lagi nunggu Vania, ya?” tiba-tiba seseorang bertanya. Ketika Denzel memalingkan wajah, tampak tiga gadis berseragam sudah berada di dekatnya dengan tatapan seperti orang yang sedang melihat onggokan sampah. Yang barusan bertanya berdiri di tengah; rambutnya pendek dan ia terlihat tomboy. Denzel mengangguk. “Kakak iparnya Vania, ya?” tanya si gadis itu lagi, dan lagi-lagi Denzel mengangguk. “Ternyata benar kan isu yang selama ini beredar. Kakak iparnya Vania itu bisu. Ini dari tadi dia cuma mengangguk-angguk saja. Lucu deh. Kayak burung pelatuk,” kata gadis itu ke kedua temannya, dan mereka tertawa mengejek. Di titik inilah Vania, adik iparnya Denzel yang ditunggu-tunggu itu, akhirnya muncul. Vania mendekat. Tatapannya penuh dengan kemarahan yang tertuju padanya. Ketika Vania hendak berlalu mengabaikan Denzel, ketiga gadis tadi mengadangnya. “Jadi orang itu harus bisa terima kenyataan, dong... akuin aja kalau di keluarga lo ada orang bisu menyedihkan kayak dia,” ujar si rambut pendek. “Iya, songong lo, Van... keluarga sendiri masa enggak lu akui? Kenapa emangnya? Malu punya kakak ipar bisu?” timpal temannya. “Nggak mau mengakui keluarga sendiri? Sampah lah itu namanya,” ujar yang satunya lagi. Mereka lalu tertawa terbahak-bahak, membuat muka Vania memerah. “Minggir! Aku mau lewat!” kata Vania yang matanya kini mulai berair. “Enak aja... lo enggak bisa pergi begitu aja sebelum lo mengakui di depan umum kalau kakak ipar lo itu bisu dan lo itu ‘sampah’. Ayo, cepat lakukan...!” ucap si rambut pendek sambil menarik lengan Vania kuat-kuat. “Lepasin!” Vania berontak. Tapi ia tak berhasil, apalagi setelah kedua teman si rambut pendek itu mencengkeram kedua bahunya, juga dengan kuat. Di titik ini, Denzel tak lagi diam. Dia mendekati mereka dan menepuk keras tangan ketiga gadis itu. Dengan isyarat tangannya dia lalu meminta mereka untuk tak mengganggu Vania. Ketiga gadis itu pun pergi sambil melontarkan sumpah serapah. Tetapi bukannya direspons positif oleh Vania, Denzel justru dimarahi adik iparnya itu. “Ini semua gara-gara kamu, ngapain sih pakai jemput aku segala? Dasar bisu! Bikin malu aku aja...!” Dengan bahasa isyarat yang entah dimengerti atau tidak oleh Vania, Denzel coba memberi tahu bahwa istrinya, yang biasanya menjemput adik iparnya itu, sedang ada pekerjaan yang tidak bisa dia tinggalkan. Karena itulah dia yang menjemputnya. Tetapi Vania malah semakin kesal. “Aku itu muak tahu, ngomong sama orang bisu kayak kamu! Nyusahin! Mending kamu pergi aja sana! Aku mau naik taksi!” Vania mencoba melewati Denzel begitu saja, tetapi Denzel mengadangnya. Denzel menangkupkan kedua tangan. Dengan tatapan matanya dia berusaha meminta tolong agar Vania mau dia antar pulang. “Sudah kubilang aku itu muak ngomong sama kamu, Bisu!” teriak Vania. Denzel merasa teriakan adik iparnya ini menikam dada, membuat dirinya merasa begitu hina sehina-hinanya. “Ya udah. Buruan. Nyetir yang bener!” ujar Vania kemudian, lalu berjalan menuju mobil. Denzel menarik napas panjang, lalu mengikuti adik iparnya itu. Di perjalanan, Vania masih terus mengeluh tentang kenapa dia harus dijemput oleh kakak iparnya yang bisu ini. Denzel tak menanggapi. Dia hanya sesekali melirik Vania lewat kaca spion dalam. Didapati adik iparnya itu menatapnya seperti menatap kotoran. Meskipun sakit hati, Denzel bisa memahami kenapa Vania begitu membencinya. Setahun yang lalu, Denzel menikah dengan Vionka--kakanya Vania--dan pernikahan ini dinilai membuat malu keluarga. Bagaimana bisa seorang perempuan cantik nan memesona bersuamikan seorang lelaki bisu? Memangnya tidak ada laki-laki lain yang bisa dipilih? Inilah yang terus digunjingkan ketika itu. Sejujurnya, Denzel sendiri bingung kenapa Vionka sampai memilihnya. Tetapi ia menyukai Vionka, dan pernikahan itu pun terjadi. “Awas kalau kamu sampai menunjukkan batang hidungmu lagi di sekolah! Kalau sampai itu terjadi, aku nggak akan pernah maafin kamu!” celetuk Vania tiba-tiba. Denzel melirik lewat spion dalam, mendapati adik iparnya itu memalingkan muka. Dia lalu mengangguk, tak peduli apakah Vania melihat itu atau tidak. Ketika mereka akhirnya tiba di depan rumah, Vania dengan tergesa-gesa keluar dari mobil. Denzel menyusul Vania masuk ke dalam rumah. Rupanya gadis itu sudah masuk ke kamarnya dan menutup pintu dengan keras. Denzel menggeleng-gelengkan kepala, lalu menuju ke kamarnya di lantai dua. Di kamar, setelah menutup pintu, dia melihat kalender di atas meja. Matanya tertuju pada sebuah angka di sana. “Akhirnya penantianku sampai juga pada penghujungnya,” gumam Denzel dalam hati. Dia tersenyum. Satu per satu dia tanggalkan pakaian yang menutupi tubuhnya. “Mudah-mudahan aku benar-benar bisa menemukan orangtuaku, seperti yang dikatakan kakek tua itu,” lanjutnya. Sepuluh tahun lalu, ayah dan ibunya Denzel menghilang. Dia lalu dirawat dan dibesarkan oleh seorang kakek tua misterius. Si kakek misterius ini mengatakan padanya bahwa kelak dia akan kembali bertemu dengan orangtuanya tetapi dia harus hidup sebagai orang bisu selama sepuluh tahun. Dan itulah yang dilakukan Denzel selama ini. “Sepuluh tahun. Penantian yang panjang,” gumamnya lagi, dalam hati. Denzel melakukan yoga seperti biasa, mengatur gerakan udara di dalam tubuhnya. Dia melihat pantulan dirinya di cermin. Tubuh yang tegap, dada yang bidang, lengan yang berotot, perut yang sixpack. Dia menggerakkan tangan dan tubuh untuk memaksimalkan aliran udara di tubuhnya. Denzel sudah melakukan hal ini selama bertahun-tahun hampir setiap hari, tetapi kali ini dia merasa berbeda. Dia merasa… lebih segar, juga lebih kuat, seolah-olah dia memiliki tenaga dalam yang telah teraktifkan. Di titik ini, terdengar sebuah mobil yang berhenti di depan rumah. Dari bunyi mesinnya, itu pasti itu bukan mobil istrinya. Denzel melongok ke jendela. Dua orang keluar dari mobil yang tampak mewah itu: seorang lelaki dan ibu mertuanya. Denzel tahu siapa lelaki itu. Namanya Stefano, orang kaya sombong yang selalu berusaha mengusik rumah tangganya dengan Vionka. “Mau apa dia kali ini?” tanya Denzel, dan dia terkejut mendengar suaranya sendiri. Denzel menarik napas, menahannya, lalu mengeluarkannya lewat mulut sambil membunyikannya. “Huuuuuu…..” Dia tersenyum. Kini dia sudah bisa bicara, dan rasanya benar-benar lega. Dia lalu kembali pada rutinitas yoganya. Sialnya dia sulit berkonsentrasi, karena samar-samar dia bisa mendengar obrolan ibu mertuanya dengan Stefano di lantai bawah, seakan-akan mereka berdua sengaja membuat obrolan mereka itu terdengar olehnya. Stefano. Denzel tahu betul ibu mertuanya itu begitu menyukai lelaki ini, dan tampaknya ingin menjodohkan Vionka dengannya. Sebuah senyum mengejek terbit di wajah Denzel. “Yang benar saja? Memangnya akan kubiarin?” ujarnya. Denzel memejamkan mata, mencoba berkonsentrasi. Tapi di titik ini iba-tiba terdengar bunyi gagang pintu dibuka. Dan baru saja Denzel membuka mata, pintu kamarnya itu sudah dibuka dengan kasarnya, dan tampaklah adik iparnya di sana. Perempuan itu membelalakkan mata. Mulutnya terbuka membentuk huruf “o”. Untuk pertama kalinya ia melihat kakak iparnya dalam keadaan hampir telanjang--hanya mengenakan celana dalam saja. “Oh shit!!!” teriaknya kemudian...Keesokan hari di arena pameran diadakan kompetisi perhiasan, salah satunya lomba judi batu berharga. Denzel mewakili stand toko Precious, bertanding dengan puluhan peserta pameran lainnya.Julio dan Lasim berniat jahat agar Denzel kalah dalam pertandingan, agar tidak ada lagi sanjungan dan pujian Hilmawan padanya.“Denzel, ini titipan uang dari Pak Hilmawan untuk modalmu mengkuti kompetis judi batu,” ucap Julio sambil memberikan selembar amplop putih berisi uang pada Denzel.Kenyataan yang sebenarnya amplop pemberian Hilmawan telah ditukar oleh mereka berdua.Saat kompetisi dimulai, Hilmawan dan keluarganya belum sampai di arena pameran. Demikian pula Vionka dan Tasya masih berkeliling di dalam mall untuk berbelanja.Semua peserta kompetisi sudah berdiri di tempat yang telah disediakan penyelenggara, Denzel berada di antara mereka. Sesi pertama, setiap peserta diberi kesempatan untuk membeli batu-batu polos yang dijual oleh beberapa penjual yang berada di atas panggung dalam waktu ti
Cakrha merebahkan tubuh Vania di atas tempat tidur, kemudian ia mulai melucuti pakaian gadis itu hingga tanpa selembar benang pun yang menempel di tubuhnya. Cakrha yang masih berdiri di tepi tempat tidur, mulai menanggalkan pakaian di tubunya satu per satu. Baru saja ia ingin beranjak akan naik ke atas tempat tidur, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Tapi, hal itu tidak mengurungkan niatnya untuk mendekati Vania yang sudah terbaring menunggu serangan Cakrha. Tanpa membuang waktu, Cakrha mulai menindih dan merenggkuh tubuh gadis itu untuk menyalurkan hasrat yang tak mampu lagi dibendungnya. Detik itu, rupanya ponsel Cakrha pun berdering kembali, membuatnya merasa penasaran ingin mengetahui siapa yang meneleponnya malam-malam begini.“Tunggu ya...” ucap Cakrha dengan lembut pada Vania, lalu ia beranjak dari tempat tidur untuk mengangkat ponselnya yang kembali berdering untuk ketiga kalinya.Setelah membuka ponselnya, Cakrha akhirnya tahu yang meneleponnya adalah Denzel.“Ada apa ya Om Den
Setelah pulang makan malam di Danau Jodoh, Denzel dan Vionka mulai membicarakan kedekatan Tasya dan Stefano. Keduanya merasa serba salah untuk menceritakan kepada Tasya bahwa sebenarnya mereka mengenal Stefano, dan dia adalah seorang playboy.“Mungkin saja Fano sudah berubah, Sayang?” ucap Denzel sambil membuka baju polonya dan juga celana pendeknya, lalu dia duduk bersila di atas karpet dengan posisi seperti orang yang akan melakukan yoga.“Mungkin saja sih..., tapi masak secepat itu dia bisa berubah?” ujar Vionka yang sedang duduk bersadar di atas kursi malas yang ada di samping Denzel.“Kalau kamu memang peduli sama Tasya, jalan satu-satunya kamu harus bisa memastikan bahwa Fano yang sekarang bukan lah Fano yang kita kenal dulu. Setelah kamu mendapat kepastian, barulah kamu cerita pada Tasya. Aku percaya setiap orang punya titik untuk mengubah hidupnya, mungkin itu yang sedang dialami Fano saat ini,” ungkap Denzel memberi pandangannya.“Kalau Fano memang sudah berubah aku ikut sena
Vania tampak shock mendengar ucapan orang tak dikenal itu, lalu ia menanyakan pada Cakrha apakah benar ada wanita yang tadi duduk di meja ini saat ia pergi ke toilet? Cakrha pun mengiyakan ada temannya tadi sempat duduk sebentar, saat ingin menunjukan orang yang dimaksud rupanya dia telah pergi dari restoran itu.“Terus terang saja, siapa wanita itu?” tanya Vania yang mood-nya telah berubah atas insiden yang baru saja terjadi.“Aku hanya mengenalnya sebagai pasien di klinik, selebihnya aku tidak tahu apa-apa tentang dia,” jelas Cakrha.“Tapi, kenapa dia ingin mencelakai aku?” tegas Vania.“Aku juga tidak mengerti, tiba-tiba saja dia datang dan duduk sebentar lalu pergi, tapi aku janji nanti akan cari tahu alasan wanita itu melakukan semua ini,” jelas Cakrha coba menenangkan Vania. Cakrha pun memutuskan untuk mengajak Vania meninggalkan Sky Dining, keduanya merasa tidak nyaman lagi berada di tempat itu.“Kamu mau langsung aku antar pulang sekarang, Vania?” tanya Cakrha saat keduanya s
Sementara di Sky Dining, Laura baru saja sampai di restoran itu. Penyamarannya tampak sangat meyakinkan, dengan mengenakan topi hitam dan pilihan baju bermotif kotak-kotak tampak maskulin, membuat dirinya terlihat seperti seorang lelaki. Ia memilih tempat duduk paling pojok agar dapat melihat sekeliling restoran dengan jelas.Detik berikutnya, Laura melihat Cakrha dan Vania menempati tempat duduk yang sudah mereka reserved di bibir bangunan tertinggi itu, sehingga dari tempat mereka duduk bisa melihat ke bawah sana, tampak jelas kerlap kerlip lampu-lampu di pusat ibu kota yang sedang diselimuti gelap, tidak ubahnya seperti melihat kerlipan bintang-bintang di atas langit malam.“Aku baru tahu ada tempat sebagus ini di ibu kota,” ucap Vania sambil melihat hamparan cahaya lampu di bawah sana. “Coba kamu lihat bangunan yang dihiasi lampu warna kekuning-kuningan itu,” ujar Cakrha sambil menunjukkan tangan pada Vania yang duduk di sampingnya. “Iya, aku bisa melihatnya, memangnya itu gedun
“Kamu sudah dengar sendiri, kan? Sekarang kamu tidak perlu risau lagi, Laura bersedia mengawasi kencan Vania dan Cakrha,” ucap Denzel memberitahu Vionka yang sejak tadi menunggu Denzel menelepon.“Patuh sekali Laura itu padamu ya?” ucap Vionka seperti menyiratkan sebuah keheranan.“Itu hanya hukum alam, Sayang... jika kita berbuat baik pada seseorang dan memberi kehidupan padanya, maka jangan heran jika orang itu akan membalasnya. Sebenarnya sama seperti yang aku lakukan padamu. Dulu saat semua orang menghina dan merendahkan aku, kamu lah yang memberi aku pembelaan dan rasa nyaman, maka saat ini aku yang aku lakukan ingin membalas semuanya dengan selalu baik padamu dan tentu saja selalu setia dengan pernikahan kita,” ungkap Denzel tulus dari hatinya.“Tapi kadang-kadang kamu bikin aku kesal, hayo...?” ujar Vionka coba memojokkan Denzel. “Anggap saja saat itu aku khilaf...” balas Denzel sambil tertawa, Vionka tidak bisa menyembunyikan senyumnya mendengar jawaban Denzel yang terdengar
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments