Share

Ada Dendam Di Balik Restu

Rani berjalan , keluar kamar, dilihatnya Yudistira sedang menyiapkan makan malam.

“Beruntung sekali, wanita yang akan menjadi istrimu, kamu mandiri sejak kecil, urusan dapur bukan hal yang asing, kamu terbiasa menyiapkan makananmu sendiri, bankan menyiapkan makanan untuk ibu juga,” ucap Rani, sambil menatap Yudistira yang masih sibuk berkutan dengan ayam, yang baru di gorengnya.

“Aku, memasak menu kesukaan ibu, ayam goreng dan sambal trasi, lalapannya  mentimun, dan daun kemangi,” ujar Yudistira sambil mengulas senyum, menoleh ke arah ibunya.

“Beruntung sekali Keysha akan memiliki dirimu, seberapa besar Keysha mencintaimu, apa dia rela meninggalkan keluarganya demi dirimu?” tanya Rani, memastikan jika Keysha, berkorban apa saja demi Yudistira.

“Keysha, sangat mencintaiku, ia rela menentang perjodohan dari orang tuanya dan memilih meninggalkan rumah, demi mempertahankan hubungan kami, aku yang beruntung mendapatkan Keysha,” jelas Yudistira.

“Secepatnya nikahilah dia, setelah menikah, bawalah berkunjung ke sini, ibu merestui kalian,” balas Rani sambil menerbitkan senyum tipis di sudut bibirnya.

Mendengar penuturan ibunya, Yudistira berhambur memeluk ibunya, rasa bahagia menyelimuti dirinya.Setidaknya ibunya memberi restu, walaupun kedua orang tua Keysha , menentang pernikahan  dirinya dan Keysha.

“Restu dari ibu, sudah cukup bagiku untuk melanjutkan hubunganku dengan Keysha, kejenjang pernikahan,” balas Yudistira.

Waktu terus bergulir, beberapa minggu setelah Yudistira mendapatkan restu dari ibunya, Yudistira dan Keysha secepatnya mempersiapkan pernikahan. Tidak ada undang bertuliskan tinta emas, ataupun mewahnya  sebuah pelaminan, yang ada hanya kesederhanaan. Keysha yang sudah meninggalkan rumah Rama Atmajaya, memilih tinggal sementara di rumah Hanin sahabatnya.

Keysha sejak pagi telah mempersiapkan dirinya, berhias ala kadarnya dan memakai gaun putih sederhana serta rambut yang di sanggul dengan hiasan bunga melati putih sebagai pelengkap.

Gadis cantik, berambut lurus dengan bawah ikal, kulit putih dan hidung mancung serta alis tebal dan bulu mata letik,Keysha menatap dirinya di cermin, jika pernikahan di restui kedua orang tuanya tentulah akan sangat meriah, dengan tamu undangan yang akan hadir memberi restu padanya.

“Jangan bersedih Keysha, dengan berjalannya waktu, Tante yakin kedua orang tuamu akan merestui kalian berdua,” ucap Tante Nia, Ibu dari Hanin.

“Terima kasih Tante Nia,” jawab Keysha, sambil mengusap bulir yang ada di sudut netranya.

“Apalagi, jika kalian segera memberi seorang cucu, pasti mereka akan bahagia,” ucapan Tante Nia membuat Keysha tersipu malu.

“Ihh Mamah ngomongin cucu, bikin saja belum,” celotehan Hanin membuat pipi Keysha merona menahan malu.

“Sebentar lagi juga bikin, iya kan Sha,” Seru Nia tak mau kalah dengan putrinya.

Tin..tin..

Pembicaraan mereka terhenti, ketika suara klakson mobil berbunyi.

“Sha, pangeranmu sudah datang,” ucap Hanin setelah melihat ke jendela luar.

“Oke, terimakasih semuanya, aku tunggu Tante dan kamu Han di KUA!” pinta Keysha.

“Iya sebentar lagi aku menyusul, setelah aku memeriksa persiapan di Kafe Alamanda,” jawab Hanin.

Keysha beranjak keluar rumah, dilihatnya pemuda tampan , dengan tubuh tegap, dan garis wajah tegas tapi memiliki netra teduh,Yudistira dengan mengenakan stelan jas warna hitam sudah berada di depan mobil putih yang ia sewa hari ini, khusus untuk pernikahan, tidak ada sopir yang menyetir, juga tidak ada hiasan bunga di mobil, semuanya nampak biasa saja.

“Maaf ya Sha, aku hanya bisa membawamu dengan mobil seadanya.” ucap Yudistira.

“Aku  kira Mas Yudis akan naik motor Ninja, kan lebih keren, sepasang calon pengantin naik motor ninja ke kantor KUA. Pasti bakalan viral,” canda Keysha, seraya melempar senyum ke arah kekasih hatinya.

Merekapun tertawa sambil masuk ke dalam mobil dan melaju dengan kecepatan sedang menuju KUA.

Sementara itu di kediaman Rama Atmajaya. Nampak sepi, Rama masih duduk di kursi ruang tengah hatinya gelisah, hari ini sengaja ia izin tidak datang ke Rumah Sakit, ia tidak bisa menangani pasien dalam keadaan hati yang gelisah, apalagi hari ini pernikahan Keysha, dalam hati kecilnya Rama ingin menjadi wali nikah putri satu-satunya.

“Pah, aku tidak tega membiarkan Keysha menikah tanpa di dampingi orang tuanya, dia itu putri kita satu-satunya,” ucap Risma nampak ada kesedihan di raut wajahnya.

“Baiklah setelah aku pikirkan, lebih baik kita mengalah demi putri kita, tapi suatu saat aku berharap Keysha menyadari kesalahannya dan akan bercerai,” ucap Rama dengan senyum sinisnya.

“Pah, kok gitu sih ngomongnya, itu berarti Papah belum iklas Kyesha menikah dengan Yudistira,” balas Risma.

“Aku sebenarnya ingin Keysha menikah dengan Dokter Andra, latar belakang keluarga sederajat dengan kita. Keysha, mempunyai masa depan yang cerah, semua yang kita miliki hanya untuk Keysha, sedangkan Yudistira dia punya apa, pekerjaannya juga hanya accounting freeland jauh di bawah Keysha,” tukas Rama geram. 

“Iya pah, aku merasa Yudistira itu, mau memanfaatkan Keysha,” timpal Risma.

“Sudah, kita bersiap-siap sebentar lagi kita akan ke pernikahan Keysha, aku tidak mau terlambat,” Seru Rama, sambil bergegas menuju kamar yang diikuti oleh Risma.

Tidak lama kemudian mereka telah siap dengan mengenakan baju sarimbitan batik, mereka menuju ke pernikahan.

Di tempat lain di kantor KUA, Keysha dan Yudistira nampak sudah siap duduk di depan penghulu, Hanin, Nia dan beberapa teman dari Kafe Alamanda juga hadir mereka duduk di deretan kursi yang telah disediakan.

Jam dinding menunjukan pukul 10 pagi, sesuai jadwal bahwa akad nikah akan dilaksanakan.

“Mas Yudistira, siapa wali nikahnya, kita akan segera mulai akad nikah?” tanya pegawai KUA.

“Kita tunggu sebentar lagi, Pak Rama, belum datang,” jawab Yudistira dengan raut muka tegang.

“Baiklah kita tunggu 15 menit lagi ya,” balas pegawai KUA.

Bukan hanya Yudistira dan Keysha yang nampak gelisah, semua yang hadir juga nampak gelisah, sesekali mata mereka menatap pintu masuk berharap orang tua Keysha hadir dan Rama menjadi wali nikah.

Lima belas menit berlalu, Rama dan Risma tak kunjung datang, hingga petugas KUA memberi keputusan.

“Karena, wali nikah belum juga hadir, maka akan digantikan oleh wali hakim.”

Keysha tertunduk, sudut netranya mulai mengembun, perasaan sedih menyelimuti hatinya.

“Baiklah Pak, kita mulai proses akad nikah dengan di wakili wali hakim sebagai walinya,”jawab Yudistira.

Semuanya pun bersiap-siap, ketika wali hakim akan berucap tiba-tiba suara dari depan pintu, mengangetkan semuanya.

“Tunggu, aku yang akan jadi wali nikah ,” seru Rama.

Rama dan Risma segera memasuki ruangan. Binar bahagia nampak di wajah Keysha, dengan segera Keysha beranjak bangkit dari tempat duduknya dan mendekat ke arah Rama dan Risma.

“Terima kasih Pah,” ucap Keysha sambil memeluk Papahnya itu, hingga bulir bening menetes di matanya.

“Sudah, Sha, riasan wajahmu rusak, kalau menangis,” ucap Risma sambil mengusap air mata putrinya dengan tissu.

Keysha mengurai pelukannya, kini senyumnya mengembang. Ia kembali duduk di kursi, demikian juga Rama duduk di kursi yang telah disediakan tepat di depan Yudistira.

Kemudian prosesi akad nikah dilaksanakan dengan penuh hikmat. Dan berakhir dengan kata “Sah” dari para saksi.

Keysha dan Yudistira saling menatap. Diciumnya punggung tangan Yudistira dengan takjub, kemudian Yudistira mencium kening Keysha, wanita yang sekarang sah menjadi istrinya.

“Oke, semuanya sekarang akan ada syukuran kecil untuk menyambut pasangan baru yaitu Keysha dan Yudistira yang akan diadakan  saat ini juga di Kafe Alamanda, “ ucap Hanin.

Setelah yang hadir memberi ucapan selamat, mereka menuju Kafe Alamanda. Sementara itu, Rama dan Risma menatap Putri dan menantunya.

“Pah, terima kasih,” ucap Keysha.

Rama hanya tersenyum dan berucap,”Semoga Yudistira bisa membuatmu bahagia.”

“Yudistira janji Pah, akan membuat Keysha bahagia,” ucap Yudistira.

“Pah, mah yuk kita ke Kafe Alamanda,” ajak Keysha.

“Iya, sayang kami akan datang, kalian pergi dulu,” jawab Risma.

Setelah Keysha dan Yudistira berpamitan, kedua pengantin baru itu pun pergi meninggalkan Rama dan Risma.

“Pah, aku tidak menyangka pernikahan putri kita satu-satunya terlihat begitu menyedihkan, memakai mobil sewaan yang sederhana tanpa hiasan bunga,” Risma nampak kecewa. Gurat kesedihan terpancar jelas di netranya.

“Itu pilihan Keysha.” Rama pun nampak kecewa.

Lalu keduanya menuju mobil, dan  melajukan mobilnya menuju Kafe Alamanda. Beberapa menit kemudian tibalah Rama dan Risma di sebuah kafe yang tidak terlalu besar. Di sana nampak sudah ada beberapa tamu yang hadir untuk memberi ucapan selamat pada pasangan pengantin.

Keysha dan Yudistira begitu bahagia, mereka menyambut para sahabat yang hadir. Sebuah lagu dinyanyikan oleh group band  di panggung life musik.

“Ya ampun Pah, sangat sederhana acara pernikahan Keysha, seharusnya di saat pernikahan Keysha, kita mengundang tamu–tamu dari kalangan atas, klien dan pelanggan butik, pejabat dan semua dokter Hospital Healty dan acara diadakan di ballroom hotel mewah, dengan pelaminan yang megah dan mengundang artis untuk menghibur tamu,” ucap Risma., membayangkan pernikahan mewah Keysha, tapi kenyataannya jauh dari bayangan Risma.

“Aku tidak bisa, menghabiskan waktu bersama mereka, kita pulang saja,” ajak Rama pada Risma.

Saat mereka akan berbalik arah, tiba-tiba suara Yudistira terdengar memangil.

“Pah, Mah, kalian tidak bertemu Keysha dulu, Keysha akan sedih jika tidak melihat kalian ,” ucap Yudistira.

“Yudistira, jangan kamu mengira, aku hadir dalam pernikahanmu ini, kami merestui kalian,” ucap Rama.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status