Satu hari setelah menikah, Yudistira mengajak Keysha, untuk menemui ibunya di Jogya. Dengan menaiki kereta, Yudistira dan Keysha sampai di kota Jogyakarta. Ada rasa rindu mendera di hati Yudistira, satu bulan sudah ia meniggalkan ibunya, dan kini kembali bersama keysha sebagai istrinya. Waktu menunjukan sore hari, ketika mobil taxi yang di tumpangi Yudistira berhenti tepat di depan rumah yang sederhana, terlihat Rani sudah menunggu kedatangan putra dan menantunya.
“Assalamualaikum Bu,” sapa Yudistira lalu mencium punggung tangan ibunya, di ikuti Keysha.
“Walaikum salam, akhirnya sampai juga kalian, masuklah, akan ibu buatkan minum, pasti kalian capek,” ucap Rani, sambil melangkah ke dalam rumah dan menuju dapur.
Tidak lama kemudian, Rani keluar dari dapur dengan membawa dua cangkir teh hangat.
“Keysha, minumlah,” titah Rani pada menantunya, sambil mengulum senyum.
“Terima kasih Bu...,” jawab singkat Keysha , sambil meraih secangkir teh di atas meja, dengan berlahan menyerutupnya.
“Tinggalah , beberapa hari, di sini,” ujar Rani.
“Mungkin kami , hanya 3 hari, Yudistira masih banyak pekerjaan, Keysha juga ada tawaran pekerjaan,” sela Yudistira.
“Iya, ibu tahu, kalian pasti sibuk di Jakarta, apalagi Keysha pasti dia langsung ingin bekerja,” timpal Rani.
“Iya Bu, tapi Keysha berjanji akan bisa membagi waktu, untuk Mas Yudistira, iya ‘kan Mas,”sahut Keysha sambil menoleh ke arah Yudistira yang duduk di sebelahnya.
“Iya sayang, lakukan apa yang membuatmu bahagia,” balas Yudistira, sseraya meraih tangan Keysha.
“Tersenyumlah Keysha, karena ini adalah awal dari kehancuranmu, biar ayahmu melihat, kamu terpuruk tak berdaya,” batin Rani, tatapannya mengarah pada Keysha yang sedang bercengkrama dengan Yudistira.
***
Keysha menghela nafas berat, ia menuju kamar mandi, yang letaknya tidak jauh dari dapur, di lihatnya Ibu mertuanya sedang sibuk untuk memasak di dapur, lalu Keysha menghampiri dan menyapa ibu mertuanya itu.
“Bu, Keysha bantu ya, Ibu mau bikin apa?” tawar Keysha, walau sebenarnya, Keysha sendiri merasa canggung jika di dapur, tapi ia berusaha untuk menyembunyikannya, supaya terlihat seperti istri pada umumnya yang begitu lihai memasak di dapur.
“Ibu, mau bikin menu makan malam untuk kita, coba kamu lihat dan keluarkan ada apa saja di kulkas!”perintah Rani pada menantunya.
Keysha beranjak menuju kulkas, dibukanya kulkas berukuran kecil yang sudah usang, lalu di ambilnya daging ayam, sayur mayur, ada kol, brokoli, dan sawi, serta telur yang tinggal 2 butir.
“Hanya ada ini,” ucap Keysha sambil menaruh bahan masakan di meja dapur.
“Kita bikin capjay saja, kamu siapkan bumbunya, biar Ibu yang motong sayur!” perintah Rani.
“Maaf Bu, Keysha pernah makan capjay tapi belum pernah masak capjay,” Jawab Keysha pelan, Keysha merasa malu jangankan masak, bumbu dapur saja ia tidak tahu.
“Terus, kamu bisa masak apa?” tanya Rani sedikit ketus.
“Maaf Bu, Keysha tidak bisa masak apapun.”
Rani mendesah kesal kemudian berucap dengan nada tinggi. ”Sudah sana, nggak usah masuk dapur.”
Ucapan Rani terdengar sampai di teras , dan membuat Yudistira terkejut, segera ia melangkah masuk ke dalam rumah dilihatnya Ibu dan istrinya sedang di dapur.
Rani menatap tajam Keysha yang berdiri dihadapannya dengan wajah tertunduk. Yudistira mendekati dua wanita yang ia cintai.
“Ada apa Bu?” tanya Yudis lembut.
“Istrimu tidak bisa masak apapun,” jawab Rani ketus.
“Keysha baru belajar, bukan tidak bisa tapi belum bisa,” bela Yudistira, dengan nada pelan.
“Dania lebih baik, dari pada Keysha,” ucap Rani Ketus, netranya menatap tajam Keysha.
Sementara itu Keysha yang mendengar ucapan Ibu mertunya, dadanya terasa terhimpit, susah untuk bernafas kenapa ibu mertuanya harus membandingkan dirinya dengan wanita lain. Keysha hanya terdiam, ia tahu, Rani, ibu mertuanya tidak dalam kondisi seratus persen sehat, tapi tetap saja ucapannya bikin sesak dadanya.
“Sha, kamu bersih-bersih dulu!” pinta Yudistira, tanpa menjawab Keysha pergi ke kamar mandi.
Lalu Yudistira memegang tangan Ibunya dan menuntunnya duduk di kursi.
“Ibu, sekarang duduk, biar Yudis yang masak buat Ibu, jarang-jarang kan Yudis masak buat Ibu,” ucap Yudistira lembut dan tatapannya teduh, membuat Rani merasa tenang, Rani mengangguk dan mengulas senyum di bibirnya.
Beberapa menit kemudian semangkok capjay dan sepiring ayam goreng sudah tersaji di meja makan.
“Nah, makan malam sudah siap, Yudistira sudah terbiasa masak, karena Yudistira sejak kecil sering masak sendiri, tapi beda dengan Keysha, sejak kecil sudah dilayani oleh asisten rumah tangga, jadi Keysha nggak terbiasa di dapur.” Yudistira berusaha menjelaskan pada Ibunya.
Untuk sesaat Rani hanya terdiam, lalu ia berucap,” Yudis, kita undang Dania dan Warni untuk makan bersama.”
“Iya Bu, kalau begitu aku pesan makanan tambahan ya, lewat aplikasi.”
Rani mengangguk tanda setuju, bibirnya tersenyum tipis. Kemudian Yudistira meraih ponsel di saku celana dan memesan beberapa menu lewat aplikasi. Kemudian ia melangkah masuk kamar, dilihatnya Keysha sedang terduduk di tepi ranjang, dengan menatap wajahnya di cermin yang menyatu dengan almari.
“Sha, maafkan kata–kata Ibu, kamu tahu kan, Ibu dalam keadaan belum sehat,” ucap Yudis seraya duduk di samping Keysha.
“Siapa, sih sebenarnya Dania,” tanya Keysha, sambil menoleh ke arah Yudistira.
Yudistira menghela nafas berat dan kemudian berucap,” Dania itu putri Budhe Warni.”
“Aku tahu kalau itu, maksudku, kenapa Ibu, begitu sayang padanya,” timpal Keysha.
“Sayang karena terbiasa, kami sudah mengenal Dania sejak kecil, rumahnya kan sebelah kiri rumah ini, hanya di batasi pagar, Aku dan Dania teman kecil, kami sering bermain bersama, dia gadis kecil yang baik, di saat teman-temanku menghinaku, karena sakit yang Ibu derita, Dania selalu menghiburku dan mendukungku, apalagi kami satu kelas sejak SD sampai SMA, dan semenjak nenek meninggal dan aku merantau ke Jakarta untuk bekerja dan kuliah, Budhe warni dan Dania yang bergantian menjaga ibu. Dan saat bertemu lagi beberapa bulan yang lalu, Dania sudah semester 6 jurusan psikologi, oleh karena itu, aku percayakan pengobatan Ibu kepadanya dan kamu lihat ‘kan hasilnya, Ibu semakin membaik, dan bahkan sembuh dari depresinya,” Jelas Yudistira, sambil merengkuh kepala Keysha dan di sandarkan di dadanya.
Cerita masa lalu Yudistira dan Dania sebenarnya membuat Keysha cemburu, tapi ia mencoba untuk menyembunyikan kecemburuannya.
“Yuk, kita makan, aku sudah lapar,” ucap Keysha sambil memegangi perutnya.
“Oh Iya, Ibu mengundang Budhe Warni dan Dania untuk makan bersama, aku juga baru pesan beberapa menu tambahan untuk makan malam, kita tunggu mereka ya!” pinta Yudistira .
Keysha mengangguk, kemudian Yudistira mengecup kening Keysha seraya berucap, ” Terima kasih Sha.”
Satu jam kemudian, kurir pengantar makanan datang, Keysha membantu Yudistira menata makanan di meja makan, sementara Rani sudah duduk di kursi.
“Yudis, cepatlah panggil Dania dan Warni ke sini!” titah Rani.
“Iya Bu, Yudis segera jemput mereka,” balas Yudistira lalu dilangkahkan kakinya menuju rumah Dania.
Tidak lama kemudian, Yudistira, Budhe Warni dan Dania datang. Mereka pun langsung menuju meja makan, bergabung dengan Rani dan Keysha yang telah menunggunya.
“Dania , sini duduk dekatku!” pinta Rani.
“Iya Tante,” jawab Dania, dengan nada bicara lembut dan sopan.
“Dania, jangan panggil Tante tapi Ibu. Kamu sudah kuanggap sebagai anakku,” Rani merajuk dengan tatapan penuh harap ke arah Dania. Nampak wajah Dania gugup, ia merasa tidak enak pada Keysha. Tapi demi menyenangkan hati Rani, Dania pun menurutinya.
“Baik Ibu,” jawab Dania.
Mereka pun menyuap makanan yang ada dihadapan masing-masing, sesekali berbincang-bincang dan mengenang masa lalu, begitu nampak akrab dan senyum mengembang di wajah Rani, Warni, dan Yudistira serta Dania. Sementara Keysha lebih banyak diam, melihat pemandangan yang menyayat hati, karena ibu mertuanya lebih sayang wanita lain dari pada menantunya sendiri.
Hari beranjak malam, makam malam telah usai.
“Keysha, kamu nggak bisa memasak, tapi cuci piring bisa ‘kan? jika kamu bilang tidak bisa, lebih baik jangan jadi istrinya Yudis,” ucapan Rani membuat semuanya terkejut, terlebih Keysha, hatinya terasa teriris sembilu.
“Keysha bisa Bu,” jawab Keysha sambil tangannya meraih piring-piring kotor yang ada di meja makan dan membawanya ke wastafel tempat cuci piring. Ini adalah pertama kalinya Keysha, mencuci piring. Dengan terpaksa Keysha meraih piring-piring kotor dan berjalan ke arah wastafel.
“Ran, Aku dan Dania pulang dulu, terima kasih atas makan malamnya,” ucap Warni.
“Eeh Budhe, bolehkah saya bicara sebentar dengan Dania.” Yudistira memohon izin pada Budhe Warni.
“Boleh dong Yudis, nggak usah minta izin segala,” jawab Warni, seraya tersenyum kemudian beranjak meninggalkan Yudistira, Dania dan Rani.
“Ibu, istirahat dulu ya ke kamar,” pinta Yudistira sambil menuntun sang Ibu ke kamar tidurnya. Tak lama kemudian Yudis keluar kamar dan menutup pintu kamar.
“Nia, kita bicara di teras saja, lebih nyaman,” ajak Yudistira. Dania hanya mengangguk, kemudian mereka berjalan beriringan menuju teras.
Sementara itu Keysha yang sedari tadi diam-diam memperhatikan suaminya dengan Dania, api cemburu mulai membakar hatinya, dengan perasaan kesal, ia mencuci piring hingga salah satu piring pecah dan pecahan kaca mengenai jari tangan Keysha, ia meringis menahan sakit jarinya yang tergores pecahan piring.
Sementara itu di teras rumah, Yudistira dan Dania duduk di kursi
“Dania, dua hari lagi, aku sudah pulang ke Jakarta, aku ingin kamu tetap terus mencari keterangan apapun itu tentang masa lalu Ibuku!” pinta Yudistira.“Iya Mas, aku akan berusaha untuk mencari tahu tentang masa lalu, Tante Rani, Mas Yudis ingin tahu, siapa ayah biologis Mas Yudis kan?”
“Iya Nia, walaupun sebenarnya aku enggan mengetahui orang bejat itu, tapi aku harus tahu,siapa ayahku.”
“Dania akan berusaha, dan jika nanti aku mengetahui sesuatu, aku akan kabari Mas Yudis.”
“Terima kasih ya Nia. Kamu teman terbaikku,” ucap Yudistira.
Dania menahan rasa, ia menangis dalam diam, perasaan cinta kandas sebelum ia ungkapkan. Kini Dania mulai belajar menerima, jika lelaki yang dikagumi sejak kecil, kini mencintai bahkan menikahi wanita lain.
“Dania pulang dulu ya,” pamit Dania lalu melangkah pelan, meninggalkan rumah Yudistira.
Setelah itu Yudistira masuk ke dalam rumah, dilihatnya Keysha masih sibuk mencuci piring, Yudistira mendekati Keysha.
“Sha, belum selesai, sini aku bantu,” ucap Yudistira sembari melinting kemejanya, sampai siku.
Keysha meringis menahah sakit di jari tangannya, darah masih keluar, melihat itu, Yudistira cemas, lalu diraihnya tangan Keysha.
“Sha, kamu kena pecahan piring, sini aku obati.” Yudistira membersihkan luka dengan air mengalir, kemudian menyuruh Keysha duduk, dan tak lama kemudian Yudistira mengambil kotak P3K, dan luka jari Keysha diobati setelah itu di plester.
“Sudah, kamu duduk saja, biar aku yang meneruskan mencuci piring,” ujar Yudistira, beranjak menuju wastafel dan mencuci piring.
“Yudis. Kok malah kamu sih? yang cuci piring,” tanya Rani, yang tiba-tiba muncul dari balik kamar.
“Tangan Keysha terluka Bu , kena pecahan piring, jadi Yudis yang mengantikan cuci piring,” jawab Yudistira.
“Ahh, memasak nggak bisa, cuci piring juga nggak bisa, kamu ini seorang wanita bukan! Kamu tahu Dania juga wanita berpendidikan, tapi ia tahu bagaimana menjadi seorang istri, tidak seperti kamu, manja, tidak pantas menjadi istri Yudistira!” ucap Rani dengan nada tinggi, dan tatapan tajam kearah Keysha, lalu beranjak meinggalkan Keysha dan Yudistira.
Sejak tadi Keysha hanya diam, rasa cemburu, bercampur rasa kecewa pada dirinya sendiri, kenapa sebagai seorang istri, dia tidak bisa melakukan pekerjaan rumah tangga. Hingga Ibu mertuanya memuji wanita lain. Titik embun sudah menggenang di pelupuk netranya. Hingga berlahan mengalir ke pipinya.
Yudistira tidak bisa berbuat apa pun, dia merasa berdiri di dua persimpangan, di sisi lain, ibunya dan di sisi satunya istrinya. Dengan lembut di usapnya punggung Keysha. “Sabar ya Sha, ibu masih belum sembuh benar, jangan kamu masukkan setiap kata-kata ibu dalam hati,” ujar Yudistira, sembari mengecup kening Keysha, dan mengusap air mata Keysha. Keysha mengulas senyum tipis, rasa tenang ia rasakan begitu mendapat pelukkan dan kecupan dari Yudistira. “Aku, tidak peduli dengan yang lain, aku hanya peduli denganmu. Asalkan kamu selalu di sampingku, dan mendukungku itu sudah cukup bagiku,” balas Keysha pelan, seraya merekatkan pelukannya pada tubuh Yudistira. Ingatan Keysha, kembali di mana tahun ketika dirinya pertama kali bertemu Yudistira. Tahun 2016 di Kota Yogyakarta penuh pesona.Kala itu ia menghabiskan waktu liburan bersama Hanin, sahabat karibnya. Flasback Yogyakarta, tahun 2016 “Sha, ayo dong keluar kamar. Lihat bintang dan bulan bersinar terang, apa kamu mau menyia-ny
Keysha mendesah kesal, dilihatnya Yudistira yang sudah terlelap tidur di sampingnya. Hanya Yudistira yang membuatnya nyaman, di kecupnya kening laki-laki yang amat dicintai, lalu Keysha membaringkan tubuhnya sambil memeluk suaminya. Sinar sang surya masuk kedalam celah-celah korden, terlihat Yudistira sudah rapi, sedangkan Keysha masih terlelap. “Mas... ini jam berapa? Kenapa tidak membangunkan aku, bagaimana jika ibu marah!” seru Keysha, ketika membuka mata dan melihat matahari bersinar terang, di balik jendela. “Tenang, ibu masih tidur,” sahut Yudistira. “Oh syukurlah, aku akan mandi dulu, setelah itu aku akan buatkan sarapan,” ujar Keysha, bergegas bangkit dari tempat tidur. “Aku, sudah siapakan sarapan,” ujar Yudistira sambil tersenyum, menatap Keysha. Keysha menautkan kedua alisnya.” Mas... nanti ibu marah,” ucap Keysha, ada rasa khawatir tergambar di wajahnya. “Cepatlah mandi, aku tunggu di meja makan,“ pinta Yudistira, sambil mengusap lembut pucuk kepala Keysha. Rani,
Yudistira menarik napas pelan, dan menghembuskannya, mencoba bersikap tenang, waktu mendengar hinaan dari papa mertuanya. “Ini mungkin hanya sebuah gubuk, tapi aku pastikan Keysha bahagia tinggal di gubuk ini,” ucap Yudistira. “Iya, Pa, walaupun rumahnya kecil, tapi nyaman kok Pa, Keysha senang tinggal di sini,” sela Keysha, sambil mengamit lengan Yudisita dan tersenyum. “Benar kamu nyaman tinggal di rumah sekecil ini?” tanya Risma, sambil memicingkan matanya dan memandang rumah minimalis dihadapannya. “Iya Ma, yuk kita masuk, kebetulan kami sedang makan malam. Kita makan malam bersama Pa, Ma,” ajak Keysha. “Nggak usah Sha, papa ke sini, hanya ingin mengantarkan surat penerimaan kerja, kamu di undang dan diterima oleh perusahan besar PT. Agratama Corp.” Rama berkata sambil meyerahkan sebuah amplop kepada Keysha. “Terima kasih Pa. Ini yang Keysha harapkan, bekerja di salah satu perusahaan multi nasional, salah satu perusahahn terbesar di negeri ini,” balas Keysha, meraih amplop
Keysha meninggalkan kantor PT. Agratama Corp, dengan menaiki taxi menuju rumahnya. Sesampainya di rumah, ia langsung menuju dapur untuk mempersiapkan makan siang, ia teringat dengan kata-kata Hanin pagi tadi, yang menyuruhnya belajar memasak. Ya memasak adalah hal yang wajib harus di pelajari sebagai seorang istri, karena dengan menyantap masakan isrti, pasti seorang suami akan merasakan kepuasan tersendiri. Beberapa bahan sudah disiapkan dan dengan melihat resep yang tertera di layar ponsel, Keysha mencoba memasak ayam kecap pedas. “Sreng! Pletok!..bunyi minyak ketika sepotong ayam goreng di masukkan ke dalam wajan, membuat Keysha meloncat mundur, tangannya terkena percikan minyak, hingga membuat Keysha berteriak kesakitan, “Aww aduh,” teriak Keysha. Mendengar teriakan istinya, Yudistira yang saat itu sedang sibuk di depan laptop terkejut, dan berhambur menuju dapur. Dengan sigap ia mematikan kompor dengan api besar itu. “Sha, apa tanganmu terluka?” tanya Yudistira cemas, sambi
Hampir satu bulan, keysha menjadi seorang istri, sungguh, membuatnya extra berfikir keras, apalagi ketika Yudistira menyuruhnya memasang sprei, keringatnya sampai mengalir dari kepala sampai leher, tak dapat juga sprei terpasang, selama hidupnya baru kali ini Keysha memasang sprei, baginya lebih baik disuruh menghitung angka–angka akuntansi daripada disuruh memasang sprei. Mungkin tidak ada masalah jika Yudistira mempunyai asisten rumah tangga. Tapi seorang wanita sudah kodratnya mengurus rumah tangga jadi Keysha akan terus berusaha menjadi istri yang baik. Setelah sprei terpasang, Keysha dan Yudistira menuju meja makan, omlet dan segelas susu sudah ada dihadapannya dan semuanya Yuditisra yang mempersiapkannya. “Sha, hari kita belanja keperluan dapur, kulkasnya masih kosong, sekalian nanti kita mampir ke pasar untuk beli buah dan sayur mayur,” ucap Yudistira. “Beli sayur mayurnya sekalian saja di supermarket.” “Sha, kalau di pasar itu lebih murah dan lebih seger.” “Oh begitu
Keysha masih berdiri di pinggir jalan dekat kantor, beberapa kali ia mencari taxi, tapi tidak di dapat, lewat aplikasipun sulit karena di jam pulang kerja. Solusi satu-satunya menelfon Yudistira, walaupun sebenarnya rumahnya cukup jauh dari kantor, tapi itu jalan satu-satunya untuk dapat pulang. “Halo, Mas Yudis, jemput aku ya.” “Oke .” Sekitar 40 puluh menit kemudian, Yudistira sudah ada dihadapan Keysha dengan motor ninjanya, dan dengan mesra memakaikan helm di kepala Keysha. Kemudian Keysha naik ke motor, dan memeluk erat pinggang Yudistira, yang segera melajukan kendaraannya dengan kecepatan sedang. “Sha, kita sekalian cari makan, kamu mau makan apa?” “Nasi goreng deh.” “Oke, Nyoyah Yudistira.” Yudistira lebih cepat melajukan motornya, beberapa menit kemudin ia berhenti di pinggir jalan, di depan gerobak penjual nasi goreng. “Maaf ya Sha, aku belum terima honor dari klienku, jadi kita makan di sini, lain kali, makan nasi gorengnya di kafe,” ucap Yudistra dengan tatapan mel
Sementara itu di Rumah Sakit Hospital Healty, Rama dengan serius memeriksa pasiennya, Dokter ahli jantung itu begitu profesional dalam menjalankan tugasnya. “Pagi Pak Rama, Bapak memanggil saya,” tanya Andra. “Dra, kamu bisa ‘kan nanti malam datang ke rumah saya.” “Bisa Pak Rama, nanti malam saya akan datang, kalau boleh tahu ada acara apa.” “Bukan acara spesial, cuma makan malam biasa, aku ingin tahu lebih banyak tentang management Rumah Sakit, kita bisa sharing tentang pekerjaan, kamu tahu ‘kan, selain Dokter aku juga dipercaya menjabat sebagai Direktur Rumah Sakit.” “Oke, Pak Rama .” **** Setelah percakapannya dengan Andra selesai, Rama meraih ponselnya, dan menelfon Keysha. “Assalamu’alaikum, Papah,” Sapa Keysha pelan “Waalaikumsalam, sayang. Bagaimana kabarmu?” tanya Rama. “Baik, Papah sehat ‘kan?” “Seharusnya pertanyaan itu buat kamu, aku dengar dari Mamah beberapa waktu yang lalu, kamu jajan sembarangan, ingat Sha, kesehatan itu bermula dari yang kita makan.” “Iya
Andra, mengangkat tubuh Keysha, lalu dibawanya ke lantai dua, kamar Keysha. Di saat Andra berjalan menaiki tangga dengan membopong tubuh Keysha. Tanpa sepengetahuan Andra, Rama memotretnya dengan kamera ponsel. Senyum licik menyeringai di wajah Rama, niatnya untuk menghancurkan pernikahan Keysha dan Yudistira ada di depan matanya, ia berharap terjadi kesalahpahaman di antara Yudistira dan Keysha. Sementara itu, Andra sedikit gugup harus mengangkat tubuh Keysha. Walau dalam hatinya tidak ada perasaan lagi semenjak tahu jika Keysha lebih memilih Yudistira, tapi sebagai laki-laki normal tetap saja jantungnya berdesir, ketika tangannya memegang tubuh wanita cantik dengan kulit putih mulusnya. Andra memasuki kamar Keysha, kemudian dibaringkannya di ranjang bersprei motif bunga, lalu diselimuti tubuh keysha dengan bed cover sampai batas leher. Setelah memastikan Keysha sudah nyaman dengan tidurnya, Andra keluar kamar dan menutup pintu kamar, lalu bergegas turun ke bawah, di sana dilihatny