Share

Ada Yang Aneh

Yudistira dan Keysha berencana pergi ke Yogyakarta untuk menenangkan diri, setelah secara terang-terangan orang tua Keysha menentang hunbungan mereka, dan sekaligus membuktikan kepada orang tua Keysha, jika Yudistira tidak main-main dengan Keysha. Dan saat ini Yudistira ingin meminta restu pada Ibunya untuk menikahi Keysha.

Yudistira dan Keysha  sedang berada di Yogyakarta.  Keadaan Rani, ibu dari Yudistira, semakin membaik sejak  kedatangan Keysha. Siang itu,  Keysha menemani  Rani untuk makan siang, tiba-tiba  ponsel berdering  nyaring, segera  diraihnya  ponsel, dari dalam saku  celana jeans jogernya.  Nama  Papah Rama terlihat di layar ponsel. Keysha  pun segera  mengangkat telpon.

“Hallo, Pah,”

“Di mana kamu, Keysha!”

“Keysha, ada di Yogyakarta, Pah.”

”Jadi, kamu sudah berani menginap di rumah pecundang itu!” bentak Rama.

“Nggak Pah, Keysha tidur di hotel,” jawab Keysha geram, ketika Papahnya mencurigainya dirinya. ”Keysha tahu Pah, batasannya, Papah dan Mamah tidak usah khawatir,” sambungnya.

“Papah, tidak mau tahu, kamu harus segera pulang!” perintah Rama.tegas.

Keysha mendesah kesal, ditaruhnya kasar ponselnya, di atas tempat tidur, sebelah Rani duduk, dan tanpa sengaja, Rani melihat  foto  Keysha bersama kedua orang tuanya, di layar ponsel. Seketika  Rani histeris, ia tiba-tiba menjerit dan menangis serta  menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Keysha yang melihat semua itu  kebingungan. Teriakan Rani membuat Yudistira  berlari  ke arah kamar.

“Keysha, apa yang terjadi?” tanya  Yudistira, dengan raut wajah cemas.

“Maaf Mas, tiba-tiba ibu  histeris,” jawab Keysha.

“Pergi, kamu!” teriak Rani dengan menatap tajam Keysha. Ada sorot kebencian di mata Rani.

“Sha, tolong kamu keluar dulu,” pinta Yudistira, sambil menenangkan ibunya, yang  masih histeris, berteriak menyuruh Keysha keluar.

Keysha meraih ponselnya yang ada di atas tempat tidur, tapi belum sampai tangannya mengambil ponsel itu, Rani terlebih dulu mengambilnya, dan membantingnya. Sontak hal itu membuat Yudistira dan Keysha terkejut.

“Ada apa Bu,” tanya Yudistira menatap nanar ibunya.

“Laki-laki itu, ibu benci melihatnya,” ucap Rani lirih, sorot matanya menyiratkan penuh kebencian, tapi siapa? Pertanyaan itu terus mengganggu Yudistira. Ia merasa bahwa ibunya  mulai menginggat masa lalunya.

Sementara itu Keysha menatap ponselnya, layar depan retak dan ponsel tidak berfungsi lagi, Rani membantingnya dengan keras, seakan-akan  meluapkan emosinya pada benda pipih itu. Keysha mengerutkan dahi, ia merasa heran, padahal beberapa hari yang lalu, Rani menunjukkan bahwa keadaannya baik-baik saja, tapi tidak terduga,  tiba-tiba ia histeris dan meluapkan kemarahannya.

Siang berajak naik, Rani sudah terlihat lebih tenang, ia berbaring di tempat  tidurnya. Mataya menatap langit–langit kamar, bunyi kipas angin terasa seperti bunyi hujan, tiba-tiba Rani menitikkan air mata. Ingatannya kembali pada tahun di mana dia pertama kali merantau ke Jakarta.

Betapa sulitnya ia mencari pekerjaan. Hingga akhirnya dipertemukan dengan seorang pemuda yang sangat baik, dan juga tampan.  Rani bukan hanya terkagum pada kebaikan pemuda itu, tapi juga  terpesona dengan ketampanannya. Pemuda baik itu mencarikan pekerjaan dan akhirnya Rani bekerja di rumah sakit bertaraf internasional, yaitu Rumah Sakit Hospital Healty sebagai cleaning service. Pemuda baik yang akhirnya menjadi kekasihnya itu adalah Rama Atmajaya.

***

Sementara itu, Keysha duduk di teras rumah sambil tangannya memainkan ponsel yang tidak berfungsi lagi.  Yudistira  menghampiri Keysha, lalu menghempaskan pantat ke kursi yang terbuat dari rotan.

“Apa yang terjadi Sha, apa kamu tadi mengatakan sesuatu pada Ibu, hingga membuat ibu histeris seperti itu,” tanya Yudistira penuh selidik.

Keysha mengedikkan bahunya sembari berucap,” nggak terjadi apa-apa, aku hanya menjawab telpon dari Papah, sudah hanya itu, tiba-tiba ibu menangis dan histeris,” jawab Keysha.

“Maaf  Sha, ponselmu jadi rusak,  biar nanti aku bawa ke counter, untuk diperbaiki.”

“Nggak usah Mas, hari ini aku pulang dulu ke Jakarta . Papah tadi sudah marah–marah di telpon.”

“Baiklah, akan aku antar kamu ke bandara.”

Keysha hanya mengangguk dan tersenyum. Yudistira dan Keysha kembali  ke kamar Rani. Dilihatnya  Rani sedang terbaring, tapi netranya belum terpejam. Dengan berlahan, Yudistira dan Keysha  melangkah masuk hendak berpamitan.

“Bu, Keysha pamit dulu,” ucap Keysha.

Melihat Keysha ada di depannya, Rani menatap tajam, dan bangkit dari tidurnya, dengan cepat diraihnya gelas, yang ada di atas meja di samping tempat tidur, lalu dengan cepat dilemparkannya ke arah Keysha.

“Pergi, dari sini!” teriak Rani dengan netra melotot, beriringan dengan gelas yang melayang ke arah Keysha.

Melihat gelas melayang ke arah Keysha, dengan sigap Yudistira memeluk Keysha, hal hasil, punggung Yudistira terkena lemparan gelas, yang cukup keras, hingga gelas pecah di punggung Yudistira. Darah mengucur di sela-sela kaos yang di kenakan Yudistira.  Keysha nampak shock dengan kejadian itu. Sementara Rani  terus saja memaki-maki Keysha.

“Sudah kubilang, kamu pergi dari rumahku,” teriak Rani.

Keysha mulai ketakutan, belum lagi ia cemas dengan keadaan Yudistira.

“Sha, kamu keluar dulu, panggil Budhe Warni ke sini. Aku mau mencoba menenangkan ibu dulu,” ucap Yudistira, sambil meringis menahan perih di punggungnya.

“Tapi Mas, lukamu cukup dalam,” tukas Keysha.

“Sudah, jangan hiraukan lukaku, cepat keluar,” balas Yudistira, setengah mendorong Keysha keluar kamar. Yudistira takut jika Keysha diserang oleh ibunya lagi.

Keysha keluar kamar, dan berlari memanggil Budhe Warni, yang rumahnya bersebelahan dengan Rani.

Di dalam kamar. Mata Rani memerah, seakan ingin melampiaskan kekesalannya pada keysha.  Yudistira mencoba menenangkan ibunya. Tapi ibunya terus saja mengumpat.

“Pergi, Dia jahat, Dia jahat, pengkhianat, pergi ke neraka!” umpat Rani, sambil menatap pintu kamar yang tertutup. Dan tangannya meraih beberapa benda, lalu dilemparkannya ke arah pintu kamar, seakan-akan ia tidak ingin Keysha masuk ke kamar.

“Bu, tenanglah, Keysha sudah pergi. Dia sudah tidak ada di sini,” ucap Yudistira berusaha menenangkan ibunya.

Beberapa menit kemudian Budhe Warni datang. Budhe Warni adalah orang di percaya Yudistira untuk menjaga ibunya selama Yudistira di Jakarta. Warni terkejut sekali melihat kamar Rani yang berantakan dan darah yang berceceran di lantai.

“Astagfirullah,” ucap Warni, raut wajahnya nampak cemas. “Ada apa  Yudis. Kenapa Rani bisa semarah ini. Seumur-umur aku merawatnya, baru kali ini Rani melukai seseorang,” sambung Warni, sambil memegang bahu Rani.

“Iya Budhe, dua hari kemarin ibu bersama Keysha, tapi tidak ada  reaksi apa-apa, bahkan Ibu nampak senang dengan kedatangan Keysha. Tapi siang tadi, ibu berubah jadi histeris dan mengamuk,” jelas Yudistira.

“Yudistira, obati dulu lukamu, biar Budhe yang menenangkan ibumu,” titah Warni.

“Iya, budhe, Yudis pergi dulu,” ucap Yudistira, sambil melangkah keluar kamar.

Sampai di luar kamar, Yudistrira melihat Keysha ketakutan, tangan nampak gemetar, bulir bening mengalir pelan di pipinya.

“Sha, kamu takut ya. Jangan khawatir Sha, aku baik-baik saja,” ucap Yudistira sambil menghempaskan tubuhnya pelan di sofa ruang tamu.

“Mas, jika kamu tidak menghalangi dengan punggungmu, mungkin gelas itu sudah mengenai wajahku,” ucap Keysha.

Yudistira hanya terdiam, ia tidak bisa membayangkan, jika apa yang dikatakan Keysha terjadi.  Yudistira menahan sakit, berlahan ia membuka kaosnya yang sudah terkena noda darah. Dengan cepat Keysha mengambil Kotak obat, dan membersihkan semua luka akibat goresan pecahan kaca. Lalu luka itu diolesi obat.

“Lemparan itu keras sekali, hingga tembus dan mengores  kulit,” ucap Keysha lirih. Yudistira hanya meringis kesakitan, ketika lukanya mulai diolesi obat.

Dari balik kamar, sudah tidak terdengar suara Rani. Tidak lama kemudian, Warni muncul dengan membawa pecahan gelas dan membuangnya. Kemudian dari arah dapur, Warni kembali dengan dua cangkir teh hangat di tangannya.

“Kalian pasti shock melihat Rani histeris, minumlah teh sari melati ini, biar lebih tenang,” ucap Warni, sembari meletakkan, dua cangkir teh di atas meja, lalu ia duduk di sofa depan Yudistira.

“Terima kasih Budhe,” ucap Keysha dan Yudistira hampir bersamaan.

“Yudistira, Budhe yakin pasti ada sesuatu yang membuat ibumu, semarah itu,” tanya Warni penasaran. “Keysha, apa kamu, mengatakan sesuatu pada Bu Rani?” tanya Warni sekali lagi, sambil menatap datar Keysha.

“Tidak Budhe, Keysha tidak mengatakan apa-apa,” balas Keysha.

“Kalau tidak mengatakan apa-apa, pasti Rani melihat sesuatu, yang mengingatkan masa lalunya,” tukas Warni.

Yudistira dan Keysha saling pandang. Sampai detik ini mereka berdua tidak mengerti apa yang menyebabkan kemarahan Rani.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status