Share

PERNIKAHAN  TERUKIR  DENDAM
PERNIKAHAN TERUKIR DENDAM
Penulis: Endah Tanty

Jangan Pilih Dia

Peristiwa Yang kelam

Jakarta 1994

Rani, gadis desa yang mempunyai paras cantik, kulit putih dan rambut bergelombang tersenyum, ketika mengingat kencan pertamanya dengan pujaan hatinya Rama Atmajaya, seorang dokter magang di Rumah Sakit Hospital Healty, salah satu rumah sakit bertaraf internasional di Jakarta. Rama memang menaruh hati pada Rani, gadis cleaning service di rumah sakit yang sama yaitu Hospital Healty. Mereka saling jatuh hati dan akhirnya menjadi sepasang kekasih.

Di suatu malam, terlihat Rani sedang membawa alat kebersihan menuju lantai 10, kamar pasien kelas vvip itu nampak sepi, tiba-tiba Rani mendengar tangisan seorang bayi, padahal menurut penjaga, lantai 10 kosong, tidak ada pasien. Dengan mengumpulkan keberanian, Rani memasuki kamar itu, ia sangat terkejut, karena di dalam kamar tersebut, ada seorang wanita, dan di sebelahnya ada bayi yang menangis di box bayi.

“Hai siapa kamu?” sapa wanita itu, dengan nada bicara lemah.

“Aku Rani, cleaning service di sini,” jawab Rani dengan gugup.

“Maukah kamu menolongku.”

“Menolong apa?”

“Tolong, bawa bayi ini, aku akan menemuimu secepatnya, untuk mengambil kembali anak ini!” pinta wanita berwajah ayu, dengan mata coklat, memohon pada Rani, seraya bangkit dari tidurnya, dan meraih bayinya.

“Tapi kenapa?”

“Ayah bayiku meninggal, belum sempat kami menikah, dan keluargaku berniat membawa bayi ini, ke panti asuhan. Aku takut, setelah di bawa ke panti asuhan, aku tidak akan bisa melihatnya lagi. Percayalah, ketika situasi membaik, aku akan mengambil bayiku lagi,” jelas,wanita itu dengan nada bicara penuh harap, dengan air mata yang menitik di sudut netranya.

“Tapi...,” Rani nampak ragu.

“Percayalah, aku pasti akan menemuimu, ini ada beberapa perhiasan, kalung, gelang dan  cincin, juallah untuk biaya perawatan bayi ini, selama kamu merawatnya, aku mohon, tolong aku!” pinta wanita, yang seumuran dengan Rani, air matanya terus berderai membuat Rani merasa iba.

“Baiklah, aku akan menolongmu,” jawab Rani, kemudian meraih bayi perempuan mungil, serta meraih beberapa perhiasan dari wanita yang melahirkan bayi itu.

Dengan gegas, Rani, membawa bayi perempuan itu, keluar dari rumah sakit Hospital Healty. Dan bergegas, menuju stasiun kereta, Rani naik kereta Jakarta – Yogyakarta. Rani membawa bayi itu, ke kampung halamannya, karena ia merasa bayi itu akan aman di sana, sekaligus di sana ibunya akan merawat bayi itu, sampai wanita  yang melahirkannya mengambilnya. Tidak mungkin bagi Rani, membawa bayi itu di tempat kostnya, karena pasti akan menimbulkan pertanyaan dari penghuni kost lainnya.

Beberapa jam kemudian, Rani sampai di Yogyakarta, ia menuju rumahnya dengan menaiki taxi. Sesampainya di rumah, ibu Rani terkejut, ketika anak perempuannya membawa seorang bayi perempuan.

“Ran, ini bayi siapa?” tanya sang Ibu/

“Rani, tidak sempat menanyakan siapa namanya ibu bayi ini, tapi ia berjanji akan mengambilnya lagi, aku kasihan dengan wanita itu, keluarganya akan membuang bayi ini,” jelas Rani, sambil menatap bayi kecil yang masih dalam gendongannya.

“Iya sudah, Ibu akan merawat bayi ini, sampai ibunya kembali.”

Setelah, menitipkan bayi mungil itu pada  sang ibu, Rani langsung kembali ke Jakarta. Dia harus tetap bekerja dan menunggu wanita itu, mengambil bayinya kembali.

Malam itu, Rani bekerja sift malam, suasana sangat sepi. Dia melangkahkan kaki di ruang kerja direktur utama, karena ada perintah untuk membersihkan ruangan direktur utama. Suasana kantor sudah sangat sepi, jam dinding menunjukan jam 10 malam, Rani memasuki ruangan itu dengan berlahan, alat-alat kebersihan dibawanya, setelah memasuki ruang kantor, tiba-tiba ia terkejut, dua tangan kekar sudah memeluknya dari belakang.

“Siapa kamu, lepaskan,” teriak Rani, dengan beruasha menoleh kebelakang, tapi secepat kilat, telapak tangan itu membekapnya, membuat Rani tidak berdaya.

“Rani, aku mengagumimu sejak lama, ayolah temani aku malam ini,” ucap lagi-laki itu.

“Pak Haris, tolong pak lepaskan aku,” pinta Rani, dengan gagap, wajahnya ketakutan. Melihat Haris ada di hadapannya dan memeluknya dengan  erat.

“Ayolah Rani,” Haris terus memaaksa Rani, dengan kasar Haris membuka kancing baju Rani, serta mendorongnya ke sofa. Rani berteriak minta tolong, tapi dengan cepat Haris , menamparnya.

Plak!...”Diam kamu, atau kamu akan aku keluarkan dari rumah sakit ini!” bentak Haris dengan tatapan tajam, dan tangan mencengram leher Rani, dengan tubuh menindihnya. Rani menangis tak berdaya, tubuhnya sudah di kuasai Haris.

Tiba-tiba pintu ruangan terbuka, terlihat Rama ada di ambang pintu, menyaksikan kebrutalan Haris.

“Pak Haris, apa yang anda lakukan pada Rani!” bantak Rama geram.

“Kamu tidak usah ikut campur, atau besok pagi kamu pergi dari Hospitay Healty dengan reputasi dokter magang yang tidak bisa menjalankan tugasnya!” ancam Haris, dengan menatap tajam Rama.

Rama terdiam, dia menatap nanar Rani, yang menangis dan merintih minta tolong.

“Cepat pergi dari sini!” perintah Haris.

Rama, tak berdaya dengan ancaman Haris, dia baru saja satu bulan magang di Hospital Healty dan ia memilih karirnya daripada menolong Rani, dengan berat hati, Rama menutup pintu kembali dan pergi, membiarkan Haris, melecehkan kehormatan kekasihnya itu.

Rani, tergugu di sudut ruangan, pakaiannya sudah berantakan, kehormatannya di renggut paksa oleh orang yang bernama Haris Tama, seorang yang menjabat direktur utama di Hospital Haealty.

Dengan terseok, Rani berjalan melewati koridor rumah sakit, hati dan jiwanya hancur. Sebuah kesucian yang di jaga, kini harus di rengut paksa oleh orang yang tidak punya hati seperti Haris.

Setelah kejadian malam itu, Rani memutuskan pergi dari Hospital Healty, rasa sakit di tubuhnya, ditambah rasa sakitnya pada Rama, pemuda yang mengaku mencintainya, tidak mau menolongnya ketika kehormatanya di rengut paksa. Rani pergi dengan  membawa luka yang dalam, pada 2 pria yang kini sangat di bencinya.

27 tahun kemudian...

Rama Atmajaya, seorang dokter, sekaligus Direktur Utama Rumah Sakit Hospital Healty, tercengang, ketika melihat foto-foto di layar ponselnya, kebersamaan putri satu-satunya Keysha Rahmania dengan seorang pemuda, yang tidak dikenalnya. Dari foto tersebut nampak kemesraan terpancar pada diri mereka. Dengan segera Rama menelpon, orang kepercayaan untuk menyelidiki pemuda yang bersama Keysha.

“Hallo, aku ada tugas untukmu, aku ingin tahu tentang pria yang dekat dengan putriku, aku akan kirim fotonya!” perintah Rama dengan seseorang di seberang telepon.

“Baik, Pak Rama.”

Rama pun mengirim foto ke orang suruhannya. Kemudian menatap bingkai foto Keysha. Rasa khawatir menyelimuti dirinya, Keysha adalah putri kesayangannya, memilih pasangan hidup harus sesuai kriterianya, bibit, bobot dan bebet harus di pertimbangkan. Beberapa jam kemudian, seseorang datang menemui Rama, yang masih sibuk di kantor Rumah Sakit Hospital Healty.

“Saya sudah mendapat informasi tentang pemuda itu,” ucap laki-laki bertubuh tegap, mengenakan jaket kulit.

“Baguslah, sekarang ceritakan.” Rama, semakin penasaran.

“Namanya Yudistira. Di Jakarta tinggal di tempat Kost. Pekerjaannya accounting freeland, kadang menyanyi di sebuah kafe, lahir di Yogyakarta, dan rumahnya di Yogyakarta, selama ini Yudistira hanya tinggal bersama ibunya. Dan ibunya mengalami depresi berat, akibat kasus pemerkosaan beberapa puluh tahun silam, dan Yusdistira adalah anak yang dilahirkan dari hasil pemerkosaan tersebut,” jelas orang tersebut dengan tegas.

Mendengar penuturan orang kepercayaannya itu, Rama menghela napas kasar, ada gurat kekecewaan menyelimuti wajahnya.

“Baiklah, terima kasih atas infomasinya, kamu boleh pergi!” perintah Rama.

***

Hari beranjak sore, Rama Atmajaya  melangkah lebar memasuki rumahnya, wajahnya terlihat gusar dan menahan amarah, membuat Risma istrinya penasaran.

“Ada apa Pah, kenapa mukanya masam seperti itu?”tanya Risma.

“Mana Keysha, aku ingin bicara.” Bukan menjawab pertanyaan istrinya, Rama malah mencari Keysha dengan nada tinggi.

“Keysha belum pulang, katanya ada acara di kampus,” balas Risma sambil duduk di sofa sebelah suaminya yang semakin gelisah, mendapati Keysha belum pulang ke rumah.

“Kamu, seharusnya jadi ibu peka, dengan siapa Keysha berteman apalagi menjalin hubungan yang serius dengan seseorang pria, jangan terlalu sibuk dengan butikmu,” tukas Rama geram.

“Lho Pah, kok jadi nyalain Mamah, memangnya Keysha dekat dengan siapa?”

“Lihat foto-foto ini, terlihat mesra seperti sepasang kekasih.” Rama berucap sambil menunjukkan foto Yudistira dan Keysha di layar ponsel.

“Siapa, pria ini?”

“Dia Yudistira, asal usul tidak jelas, ibunya  gila, dan Yudistira anak hasil dari pemerkosaan, tidak diketahui siapa ayahnya. Apa kamu ingin anak kita satu-satunya memiliki suami seperti Yudistira,” timpal Rama dengan geram.

“Astaga Pah, kita harus cegah Keysha berhubungan dengan Yudistira,” balas Risma.

Beberapa menit kemudian, terdengar suara motor, berhenti di halaman rumah, Risma dan Rama bergegas ke jendela untuk melihat siapa yang datang, dan betapa terkejutnya mereka ketika melihat Keysha berboncengan motor dengan Yudistira.

Tidak lama kemudian Keysha mengajak Yudistira untuk masuk ke dalam rumahnya, sesampainya di dalam rumah, Keysha melihat Papah dan Mamahnya ada di ruang tamu, dengan wajah menegang.

“Assalamu’alaikum,” salam Keysha

‘Waalaikumsalam,” balas Risma,” duduklah Sha, ajak juga temanmu duduk,” sambung Risma.

“Baik Mah, Keysha ingin memperkenalkan teman spesial Keysha,” ucap keysha pelan, binar bahagia, dan senyum manis terbit di sudut bibirnya.

Sementara Yudistira mempersiapkan diri untuk berkenalan sekaligus melamar Keysha, sebagai tanda keseriusannya.

“Saya Yudistira, akan menikahi Keysha, setelah Keysha menyelesaikan kuliahnya,” ucap Yudistira. Dengan menatap penuh harap pada Rama dan Risma.

“Kamu itu siapa? Lihatlah rumah ini sangat mewah. Dan Keysha sejak kecil terbiasa dengan kemewahan ini, kamu punya apa, pekerjaan tidak jelas, asal usul yang tidak jelas pula, siapa ayahmu?” tanya Rama, dengan  tatapan tajam ke arah Yudistira, yang duduk  tepat di depannya.

Yudistira menundukkan wajahnya. Hatinya terasa perih, ketika ada seseorang yang bertanya, tentang asal-usul dan seorang ayah, yang tidak pernah ia ketahui, siapa lelaki yang membuatnya hadir di dunia ini dan tanpa bertanggung jawab.

“Jawab Yudistira! Siapa orang tuamu?” Kenapa kamu diam, kamu tidak bisa jawab. Aku tidak sudi, Keysha menikah denganmu Yudistira, kamu anak haram, lahir dari hasil pemerkosaan,” ucap Risma dengan nada tinggi.

“Aku, Rama Atmajaya, tidak mengizinkan, Keysha berhubungan denganmu. Apalagi sampai menikah denganmu!” seru Rama, dengan nada tinggi.

Yudistira hanya menghela napas panjang, dan menghembuskan pelan. Serta berucap. “Om Rama, saya sangat mencintai Keysha. Demikian juga Keysha, saya tidak akan menyerah untuk membuat Keysha bahagia.” Yudistira berkata, sambil beranjak pergi setelah mengucapkan salam.

Keysha sedari tadi terdiam, tampak shock mendengar ucapan Papah dan Mamahnya. Ada bulir bening di sudut netranya, setelah kepergian Yudistira dari rumahnya, ia sangat kecewa dengan perlakuan orang tuanya, terhadap kekasihnya Yudistira.

“Keysha, Papah ingin kamu putus hubungan dengan Yudistira, sekarang juga!” perintah Rama, dengan tatapan tajam ke arah Keysha.

“Tidak, Pah, Keysha tidak akan putus dari Mas Yudis, Papah dan Mamah keterlaluan. Apa salah Mas Yudistira? Dia bukan anak haram, Pah,” ucap Keysha pelan.

“Keysha, kamu keras kepala! Anak yang lahir tanpa adanya pernikahan di sebut apa! Dan ibunya mengalami gangguan jiwa. Pokoknya Mamah tidak mau berbesan dengan orang gila!” seru Risma. Hampir tangannya melayang di pipi Keysha tapi ditahannya.

“Jangan pilih dia, atau hidupmu akan menderita, sampai kapanpun Papah tidak merestui!” bentak Rama, dengan tatapan tajam dan menahan amarah yang teramat sangat, akan keras kepala Keysha.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status