Malam ini, senyum terus terukir di wajah Basti yang rupawan.
Kerinduannya terhadap sang istri sebentar lagi akan terbayar. Basti akan menemui Raline sesampainya dia di Jakarta, setelah hampir dua minggu dia pergi ke luar kota untuk keperluan syuting.
Tapi sebelum dia pergi menemui Raline, Basti berencana untuk mengunjungi rumah sakit terlebih dahulu untuk mengambil hasil tes DNA kandungan Raline.
Rasanya Basti sudah sangat tidak sabar ingin bertemu dengan sang istri dan menumpahkan semua kerinduannya malam ini pada Raline. Ya, hanya mereka berdua.
"Gue sekalian aja ikut lo ke rumah sakit ya, Bas? Biar nanti kita langsung ke salon. Rambut gue udah panjang nih," ucap Aksel ketika mereka baru saja keluar dari Bandara.
Basti terdiam sesaat. Dia tampak berpikir.
"Lo bilang tadi lo capek? Mendingan lo pulang aja dulu ke rumah, gue sendiri aja ke
Raline kembali ke kantin bersama Bayu. Namun, dia tidak menemukan Joane di sana. Dan saat dia bertanya pada Mang Ujang, salah satu penjaga Kantin langganan anak-anak salon, Mang Ujang bilang Joane ada tamu yang menunggunya di salon, jadi dia membungkus makanannya dan langsung naik ke atas. Jadilah, Raline menikmati makan malamnya bersama Bayu. Karena suasana Kantin yang panas dan pengap tanpa AC, Bayu jelas merasa kegerahan. Dia membuka jas kantornya, dasinya dan beberapa kancing bagian atas kemejanya juga melilit lengan kemeja putihnya sebatas siku. Raline bisa melihat peluh menetes di bagian pelipis dan kening laki-laki itu. "Kamu nggak nyaman makan di sini Bayu?" tanya Raline yang jadi tak enak hati, karena sebelumnya Bayu sempat m
Sepanjang perjalanan meninggalkan kantin tadi, Bayu terus mengajak Raline bicara, tapi Raline hanya menanggapinya tanpa minat. Dan saat mereka mulai memasuki lift, keadaan lift yang ramai membuat Raline dan Bayu mau tak mau berdesak-desakan di dalam lift itu. Posisi mereka yang berdiri berhadapan membuat Raline merasa begitu risih hingga dia terus menundukkan kepalanya yang bahkan beberapa kali membentur dada Bayu dihadapannya, saat orang-orang yang berdiri di belakangnya mendorongnya maju. Sementara Bayu, justru sangat menikmatinya. Bahkan senyumnya tak sama sekali sirna sepanjang mereka menaiki lift tersebut. Hingga akhirnya, mereka pun sampai di lantai dua tujuan mereka. Raline cukup terperanjat saat Bayu yang lebih dulu keluar dari dalam lift tiba-tiba langsung menggandeng jemari Raline dengan santainya. Hingg
"PERHATIAN, IBU MELVI LAGI DI PERJALANAN KE SINI SAMA DIREKTUR BARU PENGGANTI PAK JOHN, NAMANYA IBU HELEN ANASTASYA," "Mba, tolong bilas rambut saya sekarang, bisa?" Raline bisa mendengar kalimat yang di ucapkan Basti pada Melda tepat saat Riana selesai berteriak. "Tapi, massagenya baru sebentar nggak apa-apa?" tanya Melda tak yakin. Padahal dia sangat menikmati pemandangan wajah Basti yang dinilainya sangat sensual dan sexy. "Nggak apa-apa. Saya buru-buru," Melda jadi cemberut karena setelahnya Basti langsung bangkit menuju washback. Sementara Raline sendiri masih bingung dan bertanya-tanya. Melihat sikap Basti yang seperti itu, apa iya Helen Anastasya yang di maksud Riana itu adalah ibu mertuanya? Raline masih sibuk dengan pikirannya saat tiba-tiba, lengannya di tarik paksa dengan gerakan yang tak di sangka-sangka.
"Mamih?" gumam Basti pelan. Malah hampir tak bersuara. Raline menyeka air matanya. Dia menggeser tubuhnya menjauh dari Basti. Helen masih diam dan menatap Basti dan Raline secara bergantian. Perasaan rindunya pada Basti cukup meredam perasaan bencinya pada wanita murahan yang kini berdiri di samping Basti. "Kamu masih marah pada Mamih, Nak?" tanya Helen lagi. Dia melangkah sekali lagi. Dia hendak memeluk Basti. Meski setelahnya Helen tidak merasakan pelukannya mendapat sambutan. "Pulang Basti, pulang..." Helen mulai terisak di balik dada buah hatinya yang sangat dia cintai. Meski, dia tahu, kini Basti sangat membencinya. "Basti akan pulang kalau Mamih bersedia menerima Raline sebagai m
Raline tidak tahu apa yang harus dia lakukan saat ini. Sedari tadi, Basti hanya diam dengan arah pandang lelaki itu yang sama sekali tak berubah. Tatapan Basti terus tertuju ke langit dengan posisi tubuh bersandar nyam Raline tidak tahu apa yang harus dia lakukan saat ini. Sedari tadi, Basti hanya diam dengan arah pandang lelaki itu yang sama sekali tak berubah. Tatapan Basti terus tertuju ke langit dengan posisi tubuh bersandar nyaman di atas kap mobil dan menjadikan satu tangannya sebagai alas kepala. Raline duduk di sisi Basti. Sesekali matanya melirik ke arah sang suami. Mau sampai kapan dia seperti itu? Pikir Raline mulai dilanda bosan. Bagaimana tidak bosan? Sejak kedatangan mere
"Oh ya, aku lupa, hasil tes DNA kita keluar hari inikan? Kita harus ambil, Bas," pekik Raline tiba-tiba. Dia benar-benar baru mengingat itu sekarang. "Udah aku ambil kok," jawab Basti sambil tersenyum tipis. "Terus hasilnya apa?" tanya Raline penasaran. "Aku akan kasih tau asal kamu nggak ingkar janji," ancam Basti dengan nada serius. "Janji apa?" tanya Raline bingung. "Tuhkan pura-pura lupa? Ah, males ah ngomongnya," Astaga! Pekik Raline tiba-tiba. Dia teringat dengan janjinya pada Basti saat mereka baru selesai melakukan serentetan prosesi untuk tes DNA di rumah sakit dua minggu yang lalu.
Basti baru saja memarkirkan mobilnya di parkiran sebuah hotel berbintang lima di mana dia baru saja janjian dengan Aksel dan Marcel yang sudah menunggu mereka lebih dulu di lobby hotel. Basti sengaja meminta Aksel membawakan tas Raline yang tertinggal di salon serta barang belanjaan yang berisi pakaian ganti untuk Raline yang juga tertinggal di salon. "Hai, Bas," sapa Marcel yang sedang menikmati kopi hangat bersama Aksel di salah satu kafe di dalam hotel. Tatapan Marcel tertuju pada tangan Basti yang sedang menggandeng tangan Raline dengan begitu mesra. Sampai detik ini rasa penasaran Marcel belum terjawab. Mengenai siapa Raline sebenarnya? Ada hubungan apa antara Raline dan Basti? Di salon, Raline adalah satu-satunya anak Creambath
"Selama ini hidup aku udah cukup tersiksa bersama Mamih, Lin... Aku bisa terbebas dari obat-obatan kimia itu sejak aku bertemu kamu. Jangan buat perasaan bersalahku ini menjadikan aku harus kembali bergantung pada obat-obatan itu lagi. Aku mau sembuh Lin..." Air mata Raline menetes seiring dengan tertunduknya wajah Basti. Lelaki itu tampak meremas kuat kepalanya yang mendadak sakit. Dia tidak boleh kalah lagi. Dia harus bangkit dari keterpurukan masa lalunya. Dia harus kuat! Ujar Basti membatin. Dia tidak ingin traumanya di masa lalu terus saja menghantui dirinya sepanjang hidup. Basti bukan laki-laki yang gampang mengeluarkan air mata. Tapi dari tatapan nanarnya, Raline sangat paham betapa pedih hati seorang Basti saat ini.