“Astaghfirullah ada apa, Nak?!” Mertuaku ikut terkejut.Aku menggeleng, air mataku lolos begitu saja. Dadaku tiba-tiba sesak, perutku mual dan kepalaku tambah pusing. Video itu menjijikkan sekali. Mereka begitu menikmati perbuatan maksiatnya. Mau tidak percaya, tapi aku melihatnya langsung. “Ayo, Ibu bantu. Kamu duduk sini dulu.” Dibantu pemilik warung makan, mertuaku memapahku.“Ini, Mbak, HP-nya!” Aku berterima kasih kemudian pemilik warung kembali ke belakang. Kulihat HP Mas Bayu retak layarnya dan mati total.“Minum dulu, Nak!” Aku menghabiskan air minum yang diberikan mertuaku.“Kamu sakit?” tanya beliau lagi, mata teduhnya menyiratkan kebingungan. Gegas aku menggeleng.“Aku baik-baik saja, Bu, tapi entah kenapa tiba-tiba kepalaku sakit dan aku tidak bisa menjaga keseimbangan,” jawabku. Tak mungkin kukatakan yang sebenarnya pada beliau. Bisa kambuh sakit jantungnya. Aku yang sehat saja langsung sakit begini apalagi ibu mertuaku?“Jangan bohong sama Ibu. Kalau sakit istirahat bia
Rendi menjauh dari kami. Aku semakin deg-degan benarkah dia orangnya?Gerak-geriknya sangat mencurigakan.“Halo, Mah ... iya, ini masih di rumah sakit jenguk Bayu.” Huuuuff ternyata bukan dia. Di ponselku panggilan masih berdering sedang Rendi sudah berbicara dengan istrinya.Kulakukan panggilan sekali lagi, nihil! Kali ini nomornya sudah tidak aktif.“Mel, tambah momongan dong, biar makin ramai,” celetuk Angga. Aku diam saja malas menyahut. Pikiranku masih kacau. Jangankan momongan disentuh Mas Bayu saja aku jijik.“Kalau aku si, mau-mau aja, tapi Tuhan belum berkehendak jadi, ya, sedikasihnya saja,” sahut Mas Bayu. Cih, sok manis sekali ngomongnya! Padahal dirinya yang menyimpang.“Kalau aku memang tidak mau punya anak lagi, Ang. Ada masalah kesehatan di antara kami,” jawabku. Mereka terlihat sedikit kaget. Lega sekali aku bisa tegas begini.“Memang Bayu sakit apa? Sampai sebegitu parahkah?” Anton ikut menimpali. Pandangannya fokus ke arah Mas Bayu.“Apa, Lu, udah enggak bisa berdir
“Aaauuu!”Aku menabrak seseorang. Sakit sekali.“Kalau jalan pakai mata, dong!” umpatnya. “Eeh, kamu, Mel! Dasar ya, sengaja banget bikin orang kesel!” gerutunya lagi.Aku hanya diam saja. Syok dan tidak percaya. Aku bertabrakan dengan Rania, lalu siapa yang bersama Naila? Apa Mas Bayu punya selingkuhan lagi selain Rania? Astaghfirullah ... sungguh tidak bisa dimengerti circle percintaan para kaum pelangi. Dulu temanku bilang bahwa orang-orang belok itu sangat kejam jika terusik, tak peduli siapa lawannya mereka tak akan segan-segan melakukan tindakan di luar batas bahkan sampai menghilangkan nyawa orang.Itu sebabnya aku khawatir sekali pada Naila. Aku tidak mau dia jadi korban para kaum pelangi itu. Jika itu terjadi, maka Mas Bayu orang pertama yang akan aku salahkan dan tidak ada maaf baginya.“Apa sih, Mel, lihatnya gitu amrat! Kayak lihat s3tan saja!” ucap Rania lagi .“Oo, aku tahu, kamu terpukau ya, sama penampilanku? Karen aku cantik dan seksi,”cicitnya seraya mengibaskan ra
“Cepat atau lambat aibmu akan terbongkar. Jangan kira aku tidak tahu apa-apa. Tak kusangka kalian berdua sangat menjijikkan,” ucapku lagi. Kusunggingkan senyum termanisku.Rania terpaku sejenak lalu kemudian kembali duduk di samping Mas Bayu.“Enggak jadi pulang, Ran?” tegur Mbak Dwi.“Aku mules boleh numpang ke toilet sebentar, Mbak?” jawab Rania.“Ya, silakan!” Mbak Dwi mengantar Rania ke belakang. Kini tinggal aku dan Mas Bayu.“Mas, mulai besok kamu kerja pakai motor. Mobil mau kupakai,” ucapku.“Mau kamu pakai ke mana?” “Antar jemput Naila, sekolah dan ngaji. Kalau pakai motor panas. Aku enggak mau terpapar matahari takut gosong. Percuma aku perawatan kalau panasan,” jelasku. Sebenarnya aku pun tidak terlalu membutuhkan mobil karena sekolah dan ngaji Naila dekat. Aku hanya tidak mau mobil yang kubeli pakai uang halal selalu dipakai Mas Bayu untuk bermaksiat. Aku tahu itu karena sejak belum ketahuan selingkuh aku sudah dua kali menemukan k*ndom di mobil. Aku kira itu milik suami
Paginya aku malas sekali beranjak dari kasur. Kepala sakit sebelah mungkin karena kurang tidur. Semalaman memang aku susah tidur sebab memikirkan masalahku yang bukannya menemukan titik temu, tapi malah semakin rumit. Juga mengambil diam-diam HP rahasia milik Mas Bayu yang dipakainya untuk teleponan dengan perempuan jadi-jadian itu. Pantas saja HP-nya rusak tidak terlalu peduli. Untung saja aku tidak nyelonong masuk, jadi bisa mengintai di mana dia letakkan HP cadangannya itu.Otakku terus saja berputar memikirkan ucapan Mas yang Bayu sudah menikah dengan Rania, tapi nikah di mana? Apa Rania benar-benar orang kaya raya sampai mereka bisa melangsungkan pernikahan sesama jenis di negara orang? Bukankah itu prosedurnya tidak mudah dan juga butuh dokumen-dokumen penting? Kalau memang iya, berarti aku ini istri sekaligus perempuan paling bodoh di dunia karena tidak tahu apa-apa yang dilakukan oleh suamiku di luaran sana.Ternyata modal kepercayaan saja tidak cukup, jika yang kita percaya
“Mamah lihat apa, sih!” Naila setengah berlari menghampiriku. Aku refleks celingukan ke kanan dan kiri.“Mamah itu bingung kok, pintu dapur kebuka padahal tidak ada orang!” seruku. Aku sengaja menguatkan volume suaraku agar Mas Bayu dan pacarnya itu dengar. Aku yakin sekali mereka masih di luar sana. Mungkin bersembunyi di bawah jendela karena di sana ada tumpukan kayu balok sisa pembangunan rumah kami dulu dan aku yakin jantung mereka bertalu-talu takut ketahuan.“Iya, enggak ada siapa-siapa,” sahut Naila.“Makanya itu Mamah heran ‘kok pintu dibuka kalau ada maling bahaya banget,” jawabku.“Mungkin nenek lupa, Mah. Atau barangkali di luar ada orang. Biar Naila cek, ya?” ucap Naila.Brak!Suara benda jatuh kuat sekali dari samping rumah. Aku menahan tawa, merasa sangat puas. Pasti itu yang jatuh salah satu di antara mereka. Puas sekali hatiku semoga saja pantat mereka terkena paku biar bolong sekalian.“Mah, suara apa itu! Ayo, kita lihat siapa tahu maling!” teriak Naila. Se per sekia
“Naila, mungkin salah lihat. Itu papah sama Om Roni lagi berbisik tentang urusan pekerjaannya,” jelasku. Jujur sekali aku takut Naila akan menceritakan ini pada teman-temannya di sekolah ataupun gurunya. Jika itu terjadi artinya bahaya mengintai kami.“Mungkin ya, Mah. Tapi, Naila enggak salah lihat kok! Betulan ciuman Mah, seperti yang di film Barbie itu. Si Barbie dan Ken.” Naila masih sangat antusias menceritakan semuanya.Aku kehabisan kata-kata untuk memberikan penjelasan yang sekiranya masuk logika otak kecil Naila. Apa yang aku takutkan akhirnya terjadi juga. Mau tidak mau pasti aku akan katakan sejujurnya pada Naila.“Sudah ah, kita bahas yang lain aja, yuk! Pokoknya pesan Mamah, Naila harus jaga jarak dengan orang lain apalagi yang tidak segender dengan kita. Kan, ustazah juga sudah memberi tahu bahwa itu tidak boleh. Sejak kecil harus dibiasakan agar kelak ketika sudah baligh dan dewasa tahu batasan-batasannya.” Naila mengiyakan matanya berbinar. Kalau sudah menyangkut ustaz
“Hah, kamu pakai rambut palsu, Ran!” Mbak Dwi terlihat sangat terkejut begitu juga dengan mertuaku dan Mas Bayu. Sialnya Rania pakai ciput. Aneh sekali!Memanglah benar kata dokter dan orang-orang itu. Kaum pelangi itu aneh dan gila. Mereka akan melakukan berbagai cara untuk membenarkan penyimpangannya ataupun menyembunyikan identitasnya.Nasibku harus berurusan dengan mereka. Andai ... ah, andai saja aku bisa menghilang dari sini tentu sudah aku lakukan sejak pertama kali mengetahui perselingkuhan mereka. Sainganku berat sekali. Mungkin juga dia seorang psikopat!“Kenapa kamu pakai rambut palsu, Ran? Kenapa rambutmu? Kok, diam saja?” cecar Mbak Dwi.Pasti dia sedang memikirkan jawabannya. Kata Wina, sahabatku, aku tidak boleh gegabah jika tidak mau berakibat fatal. Kalau menuruti hawa nafsu dan emosi sudah kuhajar mereka dan kutarik ciputnya itu.Wina bilang, jalani dengan santai seraya atur strategi. Karena menurutnya Tuhan sudah menyiapkan keadaan yang sangat epik untuk membongkar