LOGINIndah duduk dengan tenang, matanya mengikuti setiap geKaisarn Kaisar yang sedang memeriksa buku rekeningnya. Buku itu berisi catatan uang yang telah ia kumpulkan selama ini, uang yang ia tabung dengan penuh harapan untuk membahagiakan mendiang ayahnya. Kini, uang itu akan digunakan untuk modal membuka pabrik kerupuk singkong yang telah lama menjadi impian Kaisar.Tak lama kemudian, Kaisar mengeluarkan sebuah botol kecil dari tasnya. Botol itu berisi gulungan kertas yang tampak tua, kemudian meletakkannya di atas meja makan. Indah menatap botol itu dengan rasa penasaran yang mendalam."Apa itu, ayah?" tanya Indah, suaranya lembut, namun penuh keingintahuan."Resep rahasia membuat kerupuk singkong," jawab Kaisar, dengan nada yang sedikit datar namun penuh makna.Indah mengernyit, tampak tak mengerti. "Resep rahasia?"Kaisar mengangguk, kemudian membuka penutup botol itu dengan hati-hati, seakan botol itu sangat berharga. Ia mengeluarkan gulungan kertas dari dalam botol dan membacanya ke
Pagi sekali, Muas, Sarok, Balwi, dan Tiwi berdiri di depan sebuah bangunan yang tampak lebih mirip gudang tua. Puluhan mantan preman jalanan tengah membersihkan area tersebut. Keempatnya menatap bangunan itu dengan tatapan tak percaya."Abang yakin, Abang Besar akan membangun pabrik kerupuk singkong di sini buat kita?" tanya Sarok, masih tidak yakin."Kau dengar sendiri, dia ngomong serius soal ini. Sepertinya Abang Besar nggak main-main," jawab Muas, menenangkan.Bawi mendesah, "Aku kira kita bakal dijadiin pasukan pembunuh bayaran sama dia, taunya..."Tiwi menoleh ke Balwi, "Harusnya kita bersyukur, orang terkuat di Jayakarta udah ngasih kita kesempatan. Dikasih pekerjaan yang benar, meski harus ninggalin pekerjaan yang selama ini bikin kita merasa di atas angin."Sarok menatap Muas, "Lalu gimana dengan Bos Besar kita, Bang?"Muas terlihat bingung, raut wajahnya penuh keraguan. "Saya sendiri masih bingung. Lama-lama Bos Besar pasti curiga. Aliran dana dari Jayakarta ke mereka akan b
Setelah mereka pulang dari jogging, Kaisar terkejut lagi saat melihat Muas, Sarok, Bawi, dan Tiwi bersama puluhan preman lainnya berdiri tegap di depan rumahnya."Lapor, abang besar!" seru Muas dengan penuh semangat. "Rumah sudah dibersihkan, untuk abang besar dan Tuan Puteri sarapan juga sudah disiapkan. Sekarang rumah ini akan dilindungi dua penjaga di depan pintu depan, dua penjaga di depan pintu belakang, serta masing-masing satu orang di bagian kiri dan kanan rumah!"Kaisar mengernyit mendengar laporan itu. "Kalian memang berlebihan, padahal saya cuma bercanda," dengusnya."Dengar itu!" seru Indah, menambahkan sedikit sindiran.Muas hanya manyun mendengar Indah. Kaisar, yang sedikit bingung dengan perubahan mendadak ini, akhirnya masuk ke rumah, diikuti oleh Indah.Begitu masuk, mereka langsung melihat bahwa rumahnya sudah bersih, lebih bersih dari biasanya. Bahkan, ketika Kaisar mengecek meja makan, sarapan sudah tersaji rapi.Muas, Sarok, Bawi, dan Tiwi kemudian masuk mengikuti
Teriakan pasukannya saat peluru melesat ke dadanya. Kaisar berlari ke samping, menghindari peluru yang datang tepat ke arahnya. Begitu peluru itu mengenai pohon, dia melihat musuh bersembunyi di dalam semak. Tanpa ragu, Kaisar mengeluarkan senjata apinya, menembaki mereka dengan cepat dan tanpa ampun."AAAAAAA!" Teriakan Kaisar menggema di tengah kekacauan, seiring dengan hujan peluru yang dia curahkan pada musuh.Namun, di tengah keganasan pertempuran itu, tiba-tiba sahabat dekatnya jatuh, terkena tembakan di kepala. Tembakan yang begitu cepat dan tepat, yang menumbangkan sahabatnya di hadapannya. Kaisar terpaku, matanya terbelalak. Air mata mengalir begitu saja, tak tertahankan."Ayah! Ayah!"Suara Indah memanggilnya dengan cemas membuyarkan lamunan Kaisar. Tanpa sadar, air mata yang tadi menetes di pipinya kini mengalir lebih deras. Ia cepat-cepat mengusapnya, berusaha menutupi perasaan yang tiba-tiba muncul."Ayah nangis?" tanya Indah dengan heran, melihat Kaisar yang terdiam, mat
Malam itu, Kaisar terbangun dengan terkejut. Keningnya dipenuhi keringat dingin, napasnya terengah-engah. Begitulah jika Kaisar tertidur, seringkali ia dihantui mimpi buruk tentang masa-masa krisis dalam peperangan.Namun malam itu, seketika Kaisar teringat Indah dan para preman yang mengusik ketenangannya siang tadi. Ia tak tahu bagaimana kabar mereka setelah tertidur di sana. Lalu, tiba-tiba aroma masakan yang lezat menyentuh indra penciumannya.Kaisar buru-buru turun dari ranjang dan keluar kamar. Ruang tamu tampak sepi, tak ada lagi para preman itu. Ia melangkah menuju ruang makan dan terkejut melihat meja makan yang telah tersaji penuh dengan hidangan lezat.Di dekat meja, berdiri Indah yang sudah mandi, mengenakan pakaian yang lebih pantas dan wajahnya yang tampak cemong, bukan karena kotor, melainkan karena dipenuhi bedak putih."Siapa yang masak?" tanya Kaisar heran, masih terkejut dengan pemandangan di depannya."Aku, Ayah. Ayo duduk, tadi aku mau bangunin ayah untuk ajak mak
"Berhenti!!!" teriak Kaisar pada Sarok, Bawi, dan puluhan preman jalanan yang masih berteriak menyebut-nyebut "abang besar" padanya.Semua terdiam seketika. Teriakan Kaisar memecah suasana riuh, membuat semua orang berhenti dan menatapnya."Aku bukan abang besar kalian!" teriak Kaisar lagi, kali ini lebih keras dan tegas. "Sekarang, silakan kalian pulang dan jalani hidup masing-masing dengan baik."Semua tampak terpaku, bingung dan tidak bergerak sama sekali. Tidak ada satu pun yang berani menjawab atau bergerak. Seolah semua tersihir oleh kata-kata Kaisar, terdiam sejenak dalam kebingungan.Tak lama kemudian, Muas yang sempat terkapar bangkit perlahan. Ia berjalan menuju Kaisar dengan langkah berat, berlutut di depan pemuda itu dengan penuh rasa takut."Mulai sekarang, status abang besar aku serahkan padamu, anak muda," ucap Muas dengan suara gemetar, tubuhnya masih bergetar akibat kuncian Kaisar yang kuat tadi. "Aku akan jadi wakilmu untuk mengatur mereka semua. Tolong terima permin







