LOGINAria's world crumbles when she discovers her boyfriend Norman's betrayal. Heartbroken and shattered, she never expected that this painful chapter would lead her straight into the arms of James—gorgeous, wealthy, and a notorious womanizer. James is the kind of danger Aria knows she should avoid at all costs. Or is it that deep down, she simply doesn't want to? He only needs one thing from her—a child. But along with that comes something Aria secretly craves as well, something she knows she’ll want again and again. But what about her heart? How can she resist falling for James when everything she’s ever desired in a man, she finds in him?
View More"Sayang, kamu di mana? Aku sudah gak sabar untuk diresmikan jadi pasangan hidupmu," rengek Rebeka dengan manjanya.
"Iya, Sayang. Ini sudah mau berangkat ke sana," jawab lelaki yang begitu memabukkan hati Rebeka."Aku video call, ya?" Tanpa menunggu persetujuan lawan bicaranya, Rebeka segera menyentuh layar benda pipih yang ada di tangannya, mengubah panggilan biasa menjadi panggilan Video.Tidak berselang lama, hanya dalam hitungan detik, di layar ponsel Rebeka sudah terlihat wajah pria yang begitu gagahnya. Wajah yang selalu membuat rindu membara di hati Rebeka. Senyuman manis Rebeka pun secara otomatis menyambut sambungan video call itu."Ayang," rengek Rebeka dengan air muka yang begitu menggemaskan."Kamu makin cantik bak bidadari. Aku juga sudah tidak sabar ingin menjadikanmu milikku seutuhnya," balas Zidan yang membuat hati Rebeka kian berbunga-bunga."Aku memang bidadari, Sayang. Bidadari di hatimu," ujar Rebeka dengan begitu percaya diri."Kalau itu sudah pasti," jawab Zidan dengan tawa serempak mereka berdua.Zidan adalah seorang karyawan di perusahaan tekstil milik orang tua Rebeka. Dia termasuk salah satu orang kepercayaan papa Rebeka. Karena melihat kepribadian Zidan yang sangat baik, papa Rebeka mencoba mendekatkan anaknya dengan Zidan. Ternyata usahanya untuk mendekatkan Zidan dan Rebeka tidak butuh proses lama. Keduanya bisa dekat lebih cepat, bahkan bisa menjalani hari-hari seperti yang diharapkan papa Rebeka. Hingga sampailah pada hari ini mereka berdua akan melangsungkan pernikahan tanpa paksaan."Ayang, cepat ke sini. Keluargamu sudah siap semua, 'kan?" tanya Rebeka yang sudah tidak sabar menanti kehadiran calon suaminya."Sudah siap semua. Tadinya udah mau berangkat, tapi karena kamu nelpon aku, akhirnya aku angkat dulu teleponnya," jawab Zidan yang memang sebelum Rebeka menelponnya, dia sudah siap untuk berangkat ke rumah Rebeka.Mendengar penjesalan Zidan yang terganggu untuk datang kerumahnya, karena harus mengangkat telepon terlebih dahuli, Rebeka menarik nafas dengan seulas sesalnya. Andai tadi dia bersabar sedikit saja, mungkin Zidan sudah hampir sampaikerumahnya."Kalau tahu begitu, gak bakal aku telpon kamu biar cepatan datang kesini," sesal Rebeka yang mengetahui kalau telepon dari dia membuat Zidan menunda keberangkatannya."Ya, sudah. Aku akhiri panggilan teleponnya. Kamu hati-hati di jalan menuju ke sini, ya. Bukan kamu yang nyetir mobil, 'kan?" Rebeka kembali melayangkan pertanyaan dengan menyematkan kekhawatirannya pada Zidan."Bukan aku yang nyetir. Nanti mobilnya akan dibawa sama pamanku. Hari ini aku adalah raja, semua jadi spesial. Tenagaku disimpan dulu, tidak digunakan sama sekali. Biar nanti malam bisa strong," ujar Zidan yang sudah bisa ditangkap oleh Rebeka kemana arah pembicaraannya."Ya, sudah. Bye … bye, Sayang." Rebeka mengakhiri panggilan teleponnya dengan Zidan.Rasa bahagia bergemuruh di hati Rebeka. Senyum bahagia selalu menghiasinya. Rasa tidak sabar menunggu calon suaminya sedikit terobati mendengar kabar kalau Zidan sudah mau berangkat untuk menjadikan dirinya sebagai pendamping hidup yang utuh."Re, tamu undangannya sudah pada datang. Sebaiknya kamu turun dulu buat menyambut para tamu agar tidak kecewa karena lama menunggu. Soalnya calon lakimu belum juga datang," tiba-tiba suara dari arah belakang Rebeka mengagetkannya yang sedang membayangkan bagaimana indahnya hidup setelah dinikahi Zidan."Eh, Kakak kapan masuk ke sini?" Tanya Rebeka memutar posisinya."Barusan. Ayo, turun! Sambut tamunya dulu, dari pada tamu pada kecewa dan memutuskan untuk pulang," ujar Alina.Alina adalah kakak satu-satunya Rebeka. Mereka berdua selalu menjalani suka dan duka bersama. Selalu menyayangi satu sama lainnya. Saling melengkapi dan saling mengayomi, sehingga banyak yang mengira mereka kembar identik. Selain wajah yang mirip, mereka berdua juga tidak pernah berselisih paham selama ini."Ayo, turun," ujar Alina kembali karena Rebeka masih betah berdiri dihadapannya."Iya, Kak," jawab Rebeka tanpa bantah."Kakak bilang tamunya sudah pada datang? Apakah tamunya banyak?" Tanya Rebeka yang mengekor di belakang Alina."Hu'um," kebiasaan Alina saat ditanya pasti menjawab seadanya dan menggunakan jawaban singkat tanpa embel-embel."Kok bisa sampai banyak, Kak? 'Kan resepsinya minggu besok. Bukankah tamu yang ramai itu pas resepsi?" tanya Rebeka kembali. Pasalnya dia tidak merasa menyebar undangan untuk hari pernikahannya dengan Zidan. Kecuali pada teman-teman dekatnya saja."Karena ini pernikahan pertama kali anak mama dan papa, mana mungkin mereka tidak akan memberitahu rekan-rekan mereka. Mama mengundang teman-teman sosialitanya, sedangkan papa mengundang rekan kerjanya," jelas Alina tentang tamu yang sudah berdatangan."Owh, aku kira tamunya hanya teman-teman aku saja. 'Kan mama dan papa tidak memberitahuku tentang ini," celoteh Rebeka yang masih setia mengikuti langkah kakaknya dari belakang.Alina fokus berjalan tanpa menggubris lagi ucapan adiknya. Karena dibanding Rebeka yang cerewet, Alina memang pendiam dan tidak banyak bicara. Dia mengabaikan ucapan Rebeka karena memang tidak terlalu penting juga."Kak," panggil Rebeka setelah mereka diam beberapa saat."Hmm," jawab Alina singkat."Kakak beneran tidak apa-apa, aku nikah duluan?" tanya Rebeka yang berhasil membuat langkah kaki Alina berhenti tiba-tiba.Alina memutar posisinya menghadap kebelakang. Dia menatap Rebeka begitu intens. Alina memandangi Rebeka sejenak sebelum meraih lengan adiknya. Dia menepuk-nepuk pelan lengan wanita yang memakai gaun pengantin di hadapannya itu."Menurutmu?" tanyanya yang membuat Rebeka mengernyitkan dahi dan menggeleng pelan."Jika kakak keberatan kamu nikah duluan, sudah pasti dari awal tidak kakak izinkan kamu menikah hari ini," imbuhnya.Seketika Rebeka terharu dan bahagia mendengar penjelasan Alina. Dia memeluk erat Alina menumpahkan perasaan yang bergejolak memenuhi segumpal rasa di hatinya."Jangan kau teteskan air matamu, Gadis Cengeng!" Segera Alina mengurai pelukan Rebeka yang memeluknya erat."Dasar cengeng! Sewa MUA untuk make over kamu tidaklah murah. Jangan teteskan air matamu untuk merusaknya." Alina kembali melangkahkan kaki untuk menuruni anak tangga pertama yang menghubungkan lantai dua dengan lantai satu di rumah mewah milik orang tua mereka."Begini kalau punya Kakak yang super dingin. Tidak ada manis-manisnya. Seharusnya kasih kelembutan pada aku yang lagi terharu, ini malah pake bahas jasa make over yang mahal." Omel Rebeka yang berdiri tanpa ikut menuruni anak tangga.Karena mendengar omelan Rebeka yang berjarak darinya, Alina menghentikan langkah kaki menuruni anak tangga, dia menoleh ke arah Rebeka yang memasang wajah cemberut."Kenapa berdiri di situ?""Kakak mau aku mati? Gaunku buntutnya panjang begini, ditambah beratnya yang menguras tenaga. Kalau aku jatuh dan guling-guling ke bawah, lalu mati ditempat bagaimana?" protes Rebeka yang terkesan manja."Kalau aku mau kamu mati, sudah dari kecil aku bunuh." Balas Alina yang kembali menaiki tangga untuk menjemput adiknya.Alina menggandeng Rebeka untuk menuruni tangga menuju lantai bawah rumah mereka. Tidak lupa buntut gaun pengantin yang dipakai Rebeka juga dia bantu memeganginya agar Rebeka nyaman saat menuruni tangga."Ini terakhir kalinya kamu manja-manjaan sama aku. Biasakan untuk mandiri, jangan manja lagi. Karena sebentar lagi kamu akan menjadi istri orang. Beberapa saat lagi kamu akan dibawa keluar dari rumah ini dan akan jauh dari aku. Kalau kamu tidak mandiri dan selalu manja seperti ini, nanti ketika dirumah suamimu dan jauh dari aku, kamu akan canggung tanpa aku!" pesan Alina yang secara tidak langsung meminta Rebeka tidak lagi bergantung padanya."Kalau aku butuh sesuatu dari Kakak, tinggal telepon saja. Sekarang bukan zaman zembut yang serba terbatas, Kak. Sudah ada ponsel untuk membuatmu repot mengurusiku" jawab Rebeka ngeyel."Terserah, tetapi semuanya akan berubah setelah ini. Yang penting kamu harus mandiri. Kamu tidak boleh cengeng lagi, tidak boleh selalu bergantung pada aku." Alina menghentikan langkahnya dan memeluk erat Rebeka."Kamu akan menjadi istri orang. Setelah ini kita tidak akan dekat lagi seperti sebelumnya. Kamu harus menjadi wanita kuat walau tidak ada aku didekatmu. Pokoknya doaku yang terbaik untukmu. Aku yakin, setelah ini kamu akan lebih dewasa, bisa menjalani kehidupanmu sendiri." Ujar Alina setengah berbisik dengan pelukannya yang makin erat pada Rebeka."Kakak … kok aku merasa ini seperti isyarat yang akan memisahkan kita untuk selama-lamanya," rasa tidak karuan menyelimuti Rebeka. Apalagi baru kali ini dia menemukan Alina terisak dalam tangisnya.Rebeka menangkap ada aura yang tidak biasa dari kata-kata yang keluar dari mulut Alina. Dia seakan tidak akan lagi bersama kakaknya setelah ini. Jarak seakan telah membentang jauh untuk memisahkan mereka."Kakak sayang kamu, Re. Walau kita bukanlah saudara kandung, tapi kamu adalah adik tersayang kakak sampai kapan pun!" Alina makin terisak mengungkapkan rasa sayangnya pada Rebeka.Begemuruh dengan amukan batin yang langsung meronta ketika kalimat yang dilontarkan Alina. Rebeka gemetar dengan keringat dungin mengurur. Dia mencoba mengeja dalam hatinya tentang apa yang disampaikan Alina baru saja."A–apa? Kita bu–bukan saudara kandung? Maksud Kakak apa?" Rebeka mengurai pelukan mereka dengan sejuta pertanyaan langsung menyerbu memori di kepalanya.His words were laced with promise, and Aria could feel the tension in the air, crackling between them like a live wire.Aria gasped softly when she felt his hand slide between her thighs, a slow, deliberate touch that made her body tremble. The warmth of his palm against her sensitive skin sent a rush of desire straight to her core."You decide," she said, her voice light with teasing playfulness, but underneath it, there was an undeniable edge of anticipation. "Because whatever you do, it feels amazing."Her breath hitched as she leaned into him, her fingers trailing lightly across his chest, feeling the rapid beat of his heart beneath her touch.James’s eyes darkened with an even deeper hunger as he watched her, the flame of desire burning brighter with every second. He kissed her fiercely, one hand still gripping her, the other moving to her lace panties, his fingers working quickly to tear them off with a force that sent a shiver through Aria’s body."Yeah, but," he muttered again
Aria stood there, her emotions churning as she absorbed James's words. The casual way he spoke made it difficult for her to read his true feelings, but the weight of his confession lingered in the air. She had never expected to hear him express such regret, especially when they had already crossed the boundaries of their relationship in ways she couldn't even explain. She had known from the moment they met that James was different, but hearing him admit it so openly was both flattering and confusing."Really?" she finally asked, her voice catching slightly, unable to hide the sudden vulnerability that bubbled to the surface.It was strange how easily he could make her feel like the center of his world, even when she hadn’t expected it.James, sensing the momentary hesitation, gave a playful shrug, the corner of his mouth curling into a smile. "Yeah," he continued, his voice light and easy, but there was a hint of sincerity in his eyes that she couldn't ignore. "I just can’t explain it
The day everyone had eagerly awaited had finally dawned, marking a pivotal moment in Aria’s life—the day she would marry James, the man she had come to love deeply. The atmosphere buzzed with excitement and joy as everyone gathered to witness their union. For Aria, this day symbolized more than just a wedding; it was the culmination of love, hope, and the promise of a brighter future with the man she adored. The lush surroundings of Tagaytay, with its verdant gardens and crisp air, provided the perfect backdrop for this momentous occasion. The ceremony was an intimate affair, held in a private garden adorned with vibrant blooms that complemented the couple's chosen motif. Close family members, friends, and relatives graced the event, their presence filling the venue with warmth and love. The muted hum of laughter and heartfelt conversations echoed through the garden, setting a serene yet celebratory tone. Each guest felt privileged to witness the beginning of this new chapter in Aria
Aria and James were busy in the following days. A month before their wedding, James decided to take a leave from work so they could both focus on preparing for their special day.The day after the incident involving Norman's abduction of Aria, James decided it was best to have her meet with a psychologist. Jocel did the same for her daughter, Janna.As expected, James proceeded with filing charges against Norman and Paula. Aria didn’t object to it, as she knew it was the right thing to do. If there was anything she learned from everything that happened, it was that harboring negative emotions such as anger, jealousy, envy, and greed does no good for anyone.Learn to accept and let go. True love knows how to set someone free. Above all, real love makes mistakes but remains genuine and faithful.That evening, after dinner, James headed to their bedroom ahead of Aria to rest. After the incident, he had suggested they return to San Benjamin, as the serene scenery there helped calm her min






Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.
reviews