Semalaman suntuk Jordie latihan skenario yang sudah dipersiapkan oleh Pak Michael. Hakim terus memberikan arahan pada Jordie sebisanya.“Gimana?” Jordie menatap wajah Hakim dengan pandangan penasaran. “Udah oke, kan? Udah kelihatan meyakinkan?”Hakim mengusap-usap dagunya. Keningnya berkerut memikirkan penilaian yang tepat untuk Jordie.“Gimana? Jangan diem aja kamu, Kim. Penting ini!” imbuh Jordie. Dia terus berusaha mendesak Hakim agar memberikan jawaban pasti.Sekarang jarum jam pendek sudah menunjukkan angka satu. Jujur saja, Jordie sudah mulai mengantuk. Dia ingin segera cepat istirahat agar besok pagi tetap bisa fit dalam bekerja.“Sudah oke kok,” ujar Hakim. Dia menyembulkan senyuman lebar. “Kita ulangi sekali lagi. Aku akan merekamnya dan mengirimkannya pada Pak Michael. Setelah itu, kita istirahat.”“Oke,” sahut Jordie dengan penuh semangat.Mereka kembali mengulangi simulasi seperti skenario yang sudah diberikan Pak Michael. Setelah simulasi selesai, Hakim mengirimkan video
Hari yang dinanti telah tiba. Jordie bersiap diri untuk menemui para pengedar narkoba yang sudah membuat janji dengannya."Die, kamu yakin mau keluar sendirian aja?" tanya Hakim. Dia menatap cemas Jordie."Santai, Kim. Kan polisi udah tahu. Mereka sudah full team buat jaga aku. Aku hanya perlu ke tempat ketemuan dan kasih peluang polisi buat tangkap mereka," jelas Jordie. Dia mengenakan Hoodie hitamnya.Di luar, hujan baru saja turun. Suhu udara dingin. Sebenarnya suasana seperti ini paling enak digunakan untuk tidur. Apalagi, sekarang sudah mendekati pukul dua dini hari.Jordie mengenakan sarung tangan hitam. Dia menyimpan sebuah silet di dalam sarung tangan hitam itu untuk berjaga-jaga.“Kim, kamu pantau dari CCTV ya? Jangan lupa beritahu polisi agar segera mendekat saat aku sudah bertemu dengan si pengedar narkoba itu,” pesan Jordie.“Good luck ya!” ujar Hakim. Dia memeluk Jordie sejenak dan menepuk-nepuk punggungnya. Bagaimanapun, Jordie adalah teman sekaligus mitra kerjanya. Dia
“Sebentar ya, Tasya,” ucap Jordie.“Ah, iya. Silakan,” tutur Tasya dengan wajah yang selalu dipenuhi dengan senyuman.Jordie mengangkat telepon dari Michael. Dia menerima panggilan itu dengan menjaga jarak dari Tasya. Tentu agar Tasya tak mencuri dengar isi teleponnya.“Jordie, kamu di mana sekarang?” tanya Pak Michael. Nada bicaranya terdengar seperti orang yang cemas.“Aku di taman apartemen, Pak,” jawab Jordie. “Kenapa ya? Aku masih jogging.”“Oh, syukurlah,” ucap Pak Michael lega.“Ada apa, Pak? Sepertinya ada sesuatu yang buruk ya?” tebak Jordie blak-blakan. Dia memang kurang bisa menahan rasa penasarannya. Apalagi, dia sudah mengenal baik Pak Michael.Suara desahan Pak Michael terdengar. “Jordie, aku minta maaf sebelumnya,” ucap Pak Michael sendu.“Kenapa mendadak minta maaf? Ada masalah apa?” balas Jordie. Jantungnya langsung berdetak lebih cepat dari biasanya saking penasaran.Pak Michael menceritakan bahwa pencarian salah satu pengedar narkoba yang kabur semalam gagal. Polisi
“LEPASKAN DIA!” teriak Jordie. “Dia sama sekali tak ada sangkut-pautnya dengan masalah kita.”Si pengedar narkoba itu menyunggingkan senyuman licik. “Kau pikir aku bakal peduli?” balas si pengedar narkoba itu dengan santainya. “Kau sendiri yang duluan mengkhianatiku. Tak masalah jika aku melukai pacarmu ini.”“Di-dia bukan pacarku!” ucap Jordie. Dia gemetaran dan bingung. Otaknya berusaha mencari jalan untuk membuat si pengedar narkoba itu mau melepaskan Tasya.“Bukan pacar tapi sarapan bersama. Kau pikir aku ini idiot?” timpal si pengedar narkoba dengan suara membentak. Dia menggerakkan pisaunya seolah-olah akan menggores pipi Tasya. “Apa perlu aku melukai sedikit saja pipi indah ini? Aku rasa kau tidak akan peduli karena dia bukanlah pacarmu.”Si pengedar narkoba itu menatap bengis dan tersenyum mengejek ke arah Jordie. Tangan Jordie mengepal erat menahan amarahnya.“Jangan lakukan itu! Kau tidak akan mendapatkan keuntungan apapun,” ucap Jordie. Dia mencoba menenangkan diri dan lawa
“Berhasil!” seru Jordie dalam hati saat dia sudah berhasil memutuskan tali yang mengikat pergelangan tangannya. Dia pun segera melepaskan tali itu dan memutuskan tali yang mengikat kakinya.Dia menyebarkan pandangan ke sekitaran. Ada tumpukan kayu di belakang ruangan. Langkah Jordie bergegas ke sana. Tangannya meraih satu buah kayu yang solid kekuatannya dan membawanya sebagai senjata.Jordie mengecek apakah alat pendeteksi keberadaan dirinya masih berfungsi. Pihak kepolisian menaruhnya di bagian dalam sabuk celananya.Dia menghela napas alatnya berfungsi. Dia menekan panggilan untuk memberikan pesan bahwa dia butuh pertolongan secepatnya sesuai dengan kode yang telah disepakati dengan pihak kepolisian yang bertugas. Setelah itu, Jordie mencoba keluar dari ruang itu dan mencari tempat persembunyian yang aman.Ada sebuah jendela kayu. Di sana ada beberapa lubang untuk mengintip. Jordie mengintip lewat lubang itu. Dia memeriksa apakah ada orang yang berjaga di sekitaran sana.Sunyi. Dia
Jordie sebenarnya tidak ingin membukakan pintu untuk Tasya. Namun, wajah Tasya terlihat memelas dan jujur saja Jordie merasa kasihan saat melihatnya."Siapa, Die?" tegur seseorang mengagetkan Jordie dadi lamunannya. Jordie menoleh dan terkaget karena Hakim ternyata ikutan terbangun.Hakim menguap dan menggaruk-garuk kepalanya. Langkahnya berjalan menuju ke arah Jordie."Jam segini kok pencet-pencet bel rumah orang deh," decak Hakim. Wajahnya berkerut sebal. Tanda bahwa dia terganggu dengan suara bel pintu apartemen yang terus berbunyi tiada henti."Tasya," jawab Jordie."Heh? Tasya?" bola mata Hakim membulat lebar saking kagetnya. Dia ikut mengintip dari kamera pengintai dari dalam apartemen."Bener, kan?" timpal Jordie."Eh, bener!" ujar Hakim masih syok. "Ngapain dia di sini jam segini? Ini bakal bikin gosip yang nggak bener deh.""Makanya belum aku bukain, Kim," tutur Jordie. "Kita baru selesai masalah sama pengedar narkoba. Sekarang jangan sampai kena masalah lagi. Hidup kita mala
"Pak Michael, aku nggak mau pacaran dengan Tasya," ujar Jordie saat Tasya dan manajernya sudah pergi."Aku juga tidak setuju dengan usulan itu," timpal Pak Michael. "Makanya, tadi aku bilang kalau aku meminta waktu untuk membicarakan ini dengan agensi."Jordie menghela napas panjang. Ada sedikit kelegaan dalam hatinya karena Pak Michael sepemikiran dengannya."Coba kamu bicarakan baik-baik dengan Tasya, Jordie. Kamu yakinkan dia bahwa kecemasannya itu bisa menghilang meski tanpa kamu di sisinya," ucap Pak Michael. "Kamu memelas padanya. Siapa tahu hatinya luluh dan dia mau berusaha sembuh dengan mandiri.""Baik, Pak. Aku akan coba melakukannya sesuai dengan saran Bapak," timpal Jordie.Pak Michael menghabiskan minumnya. Dia menatap Jordie dan Hakim bergantian."Aku percayakan semuanya pada kalian. Aku bakal ada rapat di Singapura dan Jepang satu minggu ini," terang Pak Michael. "Kita akan melakukan komunikasi lewat rapat online.""Iya, Pak," sahut Jordie dan Hakim nyaris bersamaan.Pa
Mau tak mau Jordie harus mengikuti tawaran Tasya untuk makan siang bersama. Tasya memilih restoan sushi tak jauh dari lokasi pembacaan naskah film tadi. Gadis itu memesan banyak porsi makan siang dengan menu mahal.“Kamu nggak boros pesan makanan sampai tiga juta begini?” tanya Jordie. Dia sudah menghitung sekilas harga makanan yang ada di meja dan kisarannya memang antara tiga sampai empat juta.“Kita makan berempat. Aku ingin makan banyak dan Kak Rey bisa makan sampai kenyang di sini,” terang Tasya. “Makanan di kampus nggak enak. Mending kenyangin perut di sini aja. Kak Rey diet?”“Nggak sih,” ucap Jordie. Dia tak terlalu peduli dengan program diet meskipun Hakim memiliki jadwal pengaturan menu makanan hariannya dari dokter ahli gizi.“Kalau diet, makan sushi banyak juga nggak masalah. Soalnya kan banyak protein. Protein itu bagus buat pembentukan otot saat diet,” terang Tasya. Dia mulai menikmati sushi yang ada di meja.Jordie memilih tak menanggapi ucapan Tasya. Dia langsung makan