Jordie mengajak Aster duduk dulu. Dia mengusap-usap punggung Aster dalam dekapannya sambil memikirkan alasan tepat untuk mengundur tanggal pernikahan.“Jordie, kata orang, kalau udah tunangan, tiga bulan kemudian harus segera menikah,” terang Aster. Dia berusaha merayu Jordie. “Kamu mau ya nikahin aku tiga bulan setelah menikah? Aku bisa kok jaga privacy kamu kalau misalnya kamu masih belum siap diketahui media sebagai suamiku. Aku juga nggak minta pesta besar. Yang penting hubungan kita sah acara secara hukum dan agama.”Hati Jordie teriris usai mendengarkan ucapan Aster. Awalnya dia mengira Aster hanya ingin tergesa-gesa karena ingin segera memamerkan hubungan mereka pada publik. Nyatanya, Aster masih mau menyimpan rahasia pernikahan mereka jika Jordie tak menyukai hal itu.Sayangnya, Jordie memang tak ada keberanian untuk menikah secepatnya. Dia dalam keadaan yang serba kesulitan dan penuh kebohongan. Dia tidak mau melibatkan Aster terlalu dalam di kehidupannya.“Jordie?” rengek As
“A-Aster, nggak dulu ya, Sayang,” ucap Jordie. Dia mencoba mencegah Aster dan membujuknya mengantar hingga Jakarta. “Kamu tahu kan kalau ayah galak banget?”Aster cemberut menatap Jordie. “Kan kita udah tunangan. Sebenarnya kalau kita sedikit nakal kan nggak masalah. Nanti biar kita bisa nikah secepatnya gitu,” Aster mendesak Jordie. Dia berusaha menggoda pria yang terkenal lurus hidupnya sejak kecil itu.Jordie menelan ludah. Sungguh dia sangat tahu bahwa Aster begitu cantik seperti bunga yang baru bermekaran. Digoda oleh Aster levelnya seperti digoda oleh bidadari dari kahyangan. Membuat lidah Jordie kelu dan kepalanya ingin sekali bergerak mengangguk menyetujui ucapan Aster.Tangan Jordie bergerak secepatnya memukul pipinya sendiri. Dia harus menyadarkan dirinya untuk tetap hidup lurus. Setidaknya dia harus bisa menjaga harga diri Aster. Jika tidak, dia adalah manusia sampah yang hanya bisa berbohong dan menipu saja.“Jordie!” Aster membeliakkan matanya hingga membulat. “Ngapain ka
Sebuah sentuhan di bahu Jordie membangunkan Jordie dari lamunannya. Dia menoleh dan tampak Tasya melemparkan senyuman manis padanya.“Kak Rey, kamu terlihat capek. Mau istirahat sebentar?” ajak Tasya. Dia tersenyum lembut pada Jordie. “Aku juga mau istirahat. Kakiku sakit karena heels yang kukenakan terlalu longgar ukurannya.”Tasya memijat-mijat pergelangan kaki kanannya. Dia menunduk sebentar lantas ekor matanya melirik ke arah Jordie.Wajah Jordie menoleh ke arah lain. Dia mengangguk menyetujui usulan dari Tasya.Tasya tersenyum tipis. Dia menoleh ke arah fotografer sambil mengacungkan tangan kanannya.“Kami mau istirahat dulu,” ucap Tasya. “Capek.”“Oke. Setengah jam ya? Cukup, kan?” balas si fotografer.“Iya, cukup,” sahut Tasya.Dia melingkarkan tangan kanannya ke lengan kiri Jordie. Hal itu membuat Jordie tersentak kaget.“Um, Tasya—““Bantu aku jalan ya, Kak Rey,” ucap Tasya lembut. Dia melirik ke arah kaki kanannya lagi. “Aku butuh sandaran. Aku kesulitan berjalan.”Mau tak m
Semalaman suntuk Jordie latihan skenario yang sudah dipersiapkan oleh Pak Michael. Hakim terus memberikan arahan pada Jordie sebisanya.“Gimana?” Jordie menatap wajah Hakim dengan pandangan penasaran. “Udah oke, kan? Udah kelihatan meyakinkan?”Hakim mengusap-usap dagunya. Keningnya berkerut memikirkan penilaian yang tepat untuk Jordie.“Gimana? Jangan diem aja kamu, Kim. Penting ini!” imbuh Jordie. Dia terus berusaha mendesak Hakim agar memberikan jawaban pasti.Sekarang jarum jam pendek sudah menunjukkan angka satu. Jujur saja, Jordie sudah mulai mengantuk. Dia ingin segera cepat istirahat agar besok pagi tetap bisa fit dalam bekerja.“Sudah oke kok,” ujar Hakim. Dia menyembulkan senyuman lebar. “Kita ulangi sekali lagi. Aku akan merekamnya dan mengirimkannya pada Pak Michael. Setelah itu, kita istirahat.”“Oke,” sahut Jordie dengan penuh semangat.Mereka kembali mengulangi simulasi seperti skenario yang sudah diberikan Pak Michael. Setelah simulasi selesai, Hakim mengirimkan video
Hari yang dinanti telah tiba. Jordie bersiap diri untuk menemui para pengedar narkoba yang sudah membuat janji dengannya."Die, kamu yakin mau keluar sendirian aja?" tanya Hakim. Dia menatap cemas Jordie."Santai, Kim. Kan polisi udah tahu. Mereka sudah full team buat jaga aku. Aku hanya perlu ke tempat ketemuan dan kasih peluang polisi buat tangkap mereka," jelas Jordie. Dia mengenakan Hoodie hitamnya.Di luar, hujan baru saja turun. Suhu udara dingin. Sebenarnya suasana seperti ini paling enak digunakan untuk tidur. Apalagi, sekarang sudah mendekati pukul dua dini hari.Jordie mengenakan sarung tangan hitam. Dia menyimpan sebuah silet di dalam sarung tangan hitam itu untuk berjaga-jaga.“Kim, kamu pantau dari CCTV ya? Jangan lupa beritahu polisi agar segera mendekat saat aku sudah bertemu dengan si pengedar narkoba itu,” pesan Jordie.“Good luck ya!” ujar Hakim. Dia memeluk Jordie sejenak dan menepuk-nepuk punggungnya. Bagaimanapun, Jordie adalah teman sekaligus mitra kerjanya. Dia
“Sebentar ya, Tasya,” ucap Jordie.“Ah, iya. Silakan,” tutur Tasya dengan wajah yang selalu dipenuhi dengan senyuman.Jordie mengangkat telepon dari Michael. Dia menerima panggilan itu dengan menjaga jarak dari Tasya. Tentu agar Tasya tak mencuri dengar isi teleponnya.“Jordie, kamu di mana sekarang?” tanya Pak Michael. Nada bicaranya terdengar seperti orang yang cemas.“Aku di taman apartemen, Pak,” jawab Jordie. “Kenapa ya? Aku masih jogging.”“Oh, syukurlah,” ucap Pak Michael lega.“Ada apa, Pak? Sepertinya ada sesuatu yang buruk ya?” tebak Jordie blak-blakan. Dia memang kurang bisa menahan rasa penasarannya. Apalagi, dia sudah mengenal baik Pak Michael.Suara desahan Pak Michael terdengar. “Jordie, aku minta maaf sebelumnya,” ucap Pak Michael sendu.“Kenapa mendadak minta maaf? Ada masalah apa?” balas Jordie. Jantungnya langsung berdetak lebih cepat dari biasanya saking penasaran.Pak Michael menceritakan bahwa pencarian salah satu pengedar narkoba yang kabur semalam gagal. Polisi
“LEPASKAN DIA!” teriak Jordie. “Dia sama sekali tak ada sangkut-pautnya dengan masalah kita.”Si pengedar narkoba itu menyunggingkan senyuman licik. “Kau pikir aku bakal peduli?” balas si pengedar narkoba itu dengan santainya. “Kau sendiri yang duluan mengkhianatiku. Tak masalah jika aku melukai pacarmu ini.”“Di-dia bukan pacarku!” ucap Jordie. Dia gemetaran dan bingung. Otaknya berusaha mencari jalan untuk membuat si pengedar narkoba itu mau melepaskan Tasya.“Bukan pacar tapi sarapan bersama. Kau pikir aku ini idiot?” timpal si pengedar narkoba dengan suara membentak. Dia menggerakkan pisaunya seolah-olah akan menggores pipi Tasya. “Apa perlu aku melukai sedikit saja pipi indah ini? Aku rasa kau tidak akan peduli karena dia bukanlah pacarmu.”Si pengedar narkoba itu menatap bengis dan tersenyum mengejek ke arah Jordie. Tangan Jordie mengepal erat menahan amarahnya.“Jangan lakukan itu! Kau tidak akan mendapatkan keuntungan apapun,” ucap Jordie. Dia mencoba menenangkan diri dan lawa
“Berhasil!” seru Jordie dalam hati saat dia sudah berhasil memutuskan tali yang mengikat pergelangan tangannya. Dia pun segera melepaskan tali itu dan memutuskan tali yang mengikat kakinya.Dia menyebarkan pandangan ke sekitaran. Ada tumpukan kayu di belakang ruangan. Langkah Jordie bergegas ke sana. Tangannya meraih satu buah kayu yang solid kekuatannya dan membawanya sebagai senjata.Jordie mengecek apakah alat pendeteksi keberadaan dirinya masih berfungsi. Pihak kepolisian menaruhnya di bagian dalam sabuk celananya.Dia menghela napas alatnya berfungsi. Dia menekan panggilan untuk memberikan pesan bahwa dia butuh pertolongan secepatnya sesuai dengan kode yang telah disepakati dengan pihak kepolisian yang bertugas. Setelah itu, Jordie mencoba keluar dari ruang itu dan mencari tempat persembunyian yang aman.Ada sebuah jendela kayu. Di sana ada beberapa lubang untuk mengintip. Jordie mengintip lewat lubang itu. Dia memeriksa apakah ada orang yang berjaga di sekitaran sana.Sunyi. Dia