LOGIN"Lord? Ada apa? Kenapa kitabmu terbakar?" Suara Luca terdengar nyaring, dia baru saja turun dari kereta kuda setelah pulang dari kota. Ia terkejut saat melihat Rowan sedang diam termangu, berjongkok, sedangkan tangannya sedang membersihan kitab yang masih bisa diselamatkan di ruang pribadinya.Rowan mendengus kasar. "Apa kau buta? Memang aku sendiri yang membakar barang berharga milikku? Pria itu mendelik tajam ke arahnya.Beberapa kitab kesayangannya hangus terbakar meskipun tidak sampai 70%. Tetap saja, ia merasa sedih. Karena baginya, kitab adalah sahabat sejatinya. Ia juga harus bersusah payah untuk mengumpulkannya. Luca menundukan tubuhnya, berkata lirih. "Maafkan aku Lord, aku datang terlambat. Seharusnya aku bisa melindungimu dan kastil ini."Rowan menaruh kitab-kitab tua ke dalam peti berbahan mahoni. Ia menoleh sesaat ke arah Luca. "Sekalipun kau ada, tadi, kau tidak akan bisa mencegahnya."Luca mengerjap. "Siapa yang melakukan ini semua Lord? Betapa kejam sekali,"Rowan m
Mata Seraphina menyipit. “Jangan ajari aku tentang putriku.”Ia berbalik, jubahnya berdesir keras menyapu tanah. “Jika aku mengetahui kau menyembunyikannya,” lanjut Seraphina tanpa menoleh, “Maka kau akan dianggap pemberontak,”Langkahnya menjauh, meninggalkan Rowan berdiri sendiri di beranda batu. Untuk sesaat Rowan merasa lega. Namun siapa sangka, wanita itu tersenyum miring lalu mengangkat tangannya pada pengawal setianya. Ia berbalik arah. “Geledah kastil! Cari Lord Cedric dan … apapun petunjuk kemana mereka pergi!”Rowan tersentak mendengar perintah Seraphina. Ia berjalan menghampirinya yang masih berada di atas punggung kuda. “Yang Mulia, saya harap, jangan lakukan ini! Saya tidak tahu tentang kepergian Putri Clarissa.”Terlambat, ke empat prajuritnya masuk ke dalam kastil dan berbuat kekacauan. Para pengawal kastil House of Wendsley berusaha mencegah mereka. Namun, sial, para prajurit elit itu justru menyerang mereka. Sasaran mereka adalah ruang pribadi Rowan. Sontak, Rowan m
Seraphina memijat keningnya. Ia menghela napas berat. Berbagai usaha sudah ia lakukan untuk mencari keberadaan putrinya. Nihil, Clarissa menghilang tanpa jejak. Aneh! “Kau kemana kelinci kecil?” gumamnya pada diri sendiri. “Kau sedang mencari masalah.” Tangannya meremat roknya hingga urat-urat hijau mencuat di balik punggung tangannya. Helaan napas berat lolos dari bibirnya. Suara ketukan pintu terdengar. Seraphina menoleh lalu mengangkat tangannya, mengisyaratkan pada pelayannya untuk membuka pintu. Pelayan wanita membuka pintu lalu terkesiap tatkala melihat siapa yang datang. Seorang prajurit dalam balutan baju zirah berdiri tegap dengan pedang di pinggangnya. “Hamba mau bertemu dengan Yang Mulia Ratu Seraphina.”Pelayan wanita berjalan cepat, menghampiri Seraphina. Ia membungkuk hormat. “Yang Mulia, prajurit ingin bertemu.”Seraphina berdiri dengan wajah yang dingin dan mata yang tajam. Tak lama kemudian, prajurit melangkah masuk, membungkuk hormat. “Hamba ingin melapor,”“Kau
Seraphina memejamkan matanya mendengar pertanyaan suaminya. Ia membuka matanya perlahan. “Dia sedang berada di kediaman Lady Amber. Nanti aku minta dia pulang. Dia sedang merasa kesal saja.”Raja Alric menghela napas panjang. Ada cairan bening di sudut matanya. “Suruh dia pulang,”Seraphina menggenggam tangan Alric dengan lembut. “Baik, Yang Mulia.”Untuk sementara Raja Alric harus istirahat total. Ia belum bisa banyak bicara. Bahkan ia masih lemah sekedar berbicara sepatah dua patah kata. Saat semua orang bubar, hanya Clara yang berada di sisinya, menjaganya. Ia membantu Raja Alric duduk. “Yang Mulia, apakah Anda mau minum?”Alih-alih menjawab pertanyaan Clara, Raja Alric menatap wajah asing di depannya. Ia tidak mengenalnya. Namun ia tahu, wanita muda ini yang mengobatinya.“Siapa namamu?” tanya Alric menatapnya lekat. Memperhatikan setiap detail kecil wajahnya. Wajah cantik, dingin dan menyimpan luka.Clara diam lalu menjawab dengan sedikit canggung. “Um, Yang Mulia, maafkan hamba
Clang!!Cedric mengayunkan pedang ke arah kekasihnya. Mengisi waktu senggang selama persembunyian, gadis itu meminta Cedric untuk mengajarinya menggunakan pedang.Pria itu tidak yakin akan kemampuan gadis itu mengingat Clarissa adalah sosok yang feminim dan manja. Dan, memang benar dia mengalami kesulitan saat berlatih pedang.Awal ia menggunakan pedang, ia justru tak bisa mengangkatnya sama sekali. Padahal pedang yang digunakan adalah berbahan kayu, bukan baja. Benar-benar merepotkan.Namun meskipun terasa sangat berat, Clarissa berusaha lagi dan lagi. Alhasil, pada hari ke tiga dia bisa mengayunkan pedang baja. Hanya mengayunkan tetapi tak bisa menangkis serangan pedang darinya. Cedric memang selain dikenal sebagai ksatria perang, ia juga dikenal sebagai guru yang baik. Dia bahkan sudah berhasil mengajari keponakannya, Ana Wendsley.Keesokan harinya, pagi hari saat para wanita desa sibuk di dapur, gadis itu sudah menerobos masuk ke dalam kamar Cedric. Merasa pintunya tidak dikunci.
“Clara, jawab yang jujur! Ratu Seraphina yang meracuni Raja Alric kan?” Evander memberikan pertanyaan yang bersifat menekan. Ia sudah muak dengan tindakan Seraphina. Satu bukti saja cukup bisa melaporkan Seraphina pada dewan hukum istana.Clara menelan kosong. Jari jemarinya mengetuk meja. Ia mengangkat mata. “Menurutmu?” senyum miring terbit di wajahnya. Evander merasa jawaban Clara hanyalah pepesan kosong. Dia sedang mencoba bermain-main dengannya. Apa jangan-jangan dia memang terlibat dengan ratu keji itu? Ia mengepalkan ke dua tangannya di atas pangkuan. Clara bahkan lebih menyebalkan daripada Clarissa. Tunggu, ia sempat memikirkan di manakah gadis itu? Benarkah Clarissa kabur lagi dari istana? Velmont memang sedang kacau balau saat ini. Inez yang hanya memiliki kesabaran setipis kertas langsung berdiri dan menerjang Clara. Sebetulnya, ia kesal karena dialah punggungnya terluka. Ia menarik kerah gaunnya dengan kuat, setengah mencekiknya. Tatapanya berkilat penuh emosi. Rasanya,