Share

Punishment

Terkadang, apa yang orang katakan pada kita menjadi tanda tanya bagi mereka di luar sana.

•••

"Cantik ye kan Raq? Udah kayak boneka gitu ngegemesin. Pengen gue bawa pulang ke rumah rasanya." Ragil berceloteh soal Nabilla, Raqa hanya diam, ia memutar bola mata malas.

"Diem lo, setan. Berisik!"

Ragil cengengesan, ia kembali menatap Nabilla yang duduk selonjor sambil sesekali menuliskan sesuatu di bukunya. Panggung sedang dikuasai oleh guru yang memberikan bimbingan hingga Ragil hanya perlu berdiri di pinggir aula bersama Raqa sambil memperhatikan.

"Eh, panggil aja kali ya? Biar dia ngelirik gua," ucap Ragil. "Bah, lo ngebet nih, benci sama suka itu bedanya tipis banget Raq. Anget-anget tai ayam entar jadi anget-anget tai kambing."

"Apasih lu nggak jelas?!" ketus Raqa.

"Yee, au ah. Gue panggil ye, lu awas aja ngelirik, gue tabok itu muka. Hahaha." Ragil bergeser, posisi Nabilla yang berada di belakang memudahkan cowok itu mendekat. Sengaja karena Raqa membiarkan cewek itu duduk di belakang, dengan alasan pantat sakit sekaligus tangan yang diperban.

"Nabilaa. Psst, Nab." Ragil memanggil Nabilla.

Nabilla menoleh, satu alisnya naik. "Kenapa ya kak?"

"Manggil doang. Emang lu lagi ngapain? Keliatannya serius banget."

"Lukis, kenapa emang?"

Ragil terkikik, Nabilla memang polos-polos minta ditendang. Orang lagi sibuk nyatet materi celotehan guru di depan, eh dia malah lukis. Naik darah dah pasti Raqa habis ini.

"Lukis? Wah, jangannn. Entar lu dihukum lagi kayak tadi. Mau? Mending catet tuh celotehan Bu Martha."

Nabilla menggeleng. "Enggak. Emang ibunya ngomong apa? Aku enggak denger."

Ragil menepuk jidat. "Anjir, jadi dari tadi lu ngapain?"

"Yaaa lukis. Kakak mau liat nggak? Aku lukis muka kak Raqa, ganteng banget soalnya," jawab Nabilla polos.

Gantengan juga gue elah, batin Ragil.

Ragil mendekati Nabilla, sempat melirik Raqa yang mencuri pandang ke arahnya. Ragil terkekeh. Ia mendapati wajah Raqa cemberut entah karena apa.

"Wah, lu pinter lukis ya ternyata," ucap Ragil.

Nabilla tersipu malu. "Hehe, iya kak makasih, aku memang suka ngelukis." Nabilla tersenyum, menampilkan lesung pipi sebelah kanannya.

"Kalau gitu, coba gambar muka gue."

"Sekarang?"

"Tahun depan, ya iyalah sekarang."

Nabille cengengesan. "Oke, tapi gambar muka kak Raqa ini diapain? Aku simpen aja deh ya. Bentar-bentar."

"Nggak usah," titah Ragil. "Sini gambarnya. Raqa itu nggak pantes digambar mukanya sama lo." Ragil merebut selembar kertas bersketsa wajah Raqa dari tangan Nabilla.

"Pantesnya diapain?"

"Ditabok. Hahaha. Dia kan udah nyakitin lu."

"Tapi kak Raqa itu ganteng."

"Gantengan gue juga kali," ujar Ragil dia meremas kertas tadi hingga bulat, lalu melemparnya sembarang ke belakang. Dan ...

"Adaw. Kampret! Siapa yang lempar sampah ke muka gue?" kesal Raqa. Ia mengedar pandang dan menemukan Ragil sedang cekikikan nggak jelas bersama Nabilla. Sebelum menghampiri, Raqa lebih dulu membuka bulatan kertas itu dan waw! Gambar wajahnya? Lumayan bagus, ah, pasti Nabilla yang lukis. Tapi kenapa dibuang begitu saja? Ragil kampret, batin Raqa.

Kesal, Raqa akhirnya menghampiri dua orang itu.

"Ekhem. Apa yang kalian lakukan? Kalian tidak melihat Bu Martha sedang menjelaskan sesuatu di depan?!" tanya Raqa tegas. Suaranya cukup keras, alhasil, beberapa murid yang berada lebih dekat mengalihkan perhatian.

Ragil yang mengerti situasi ini segera meluruskan. "Enggak ada. Tadi Nabilla kesakitan, terus gue bantu pijitin lengannya bentar."

"Alah," potong Raqa. "Bohong. Saya tidak percaya. Nabilla, Kamu berdiri di depan aula sana dengan satu kaki terangkat. Cepat!"

Semua peserta MOS saling berpandangan, bahkan berbisik atau mengumpat karena kasihan.

Cewek itu lagi, ya?

Aduh, kasian bangettt

Nabilla bukan namanya?

Ragil mengernyit tidak terima. "Raq, tega ya lu?"

"Saya tidak berbicara dengan kamu. Nabilla, cepat laksanakan perintah saya atau hukuman kamu saya tambah lagi!" tegas Raqa, kali ini penuh penekanan sambil menunjuk wajah Nabilla.

Nabilla menunduk, air matanya perlahan luruh. Ini ketiga kali Raqa menghukumnya, dan kali ini cukup parah. Berdiri di depan aula dengan satu kaki terangkat.

Guru di depan sana bahkan tidak berkutik, Raqa ketua OSIS sekaligus ketua MOS-itu artinya tetek bengek jalannya acara ini Raqa yang mengatur, sekali ada yang tidak disiplin, maka tidak ada yang melarangnya menghukum.

"Raq." Ragil menatap punggung Nabilla nanar. Cewek itu perlahan berjalan ke depan. "Gue pastiin lo nyesel abis ini, Bro."

***

"Kita ke club yuk, Raq! Gue udah lama banget nggak sama lo. Terakhir kali seminggu yang lalu, setelah itu lo nggak ada kabar." Tamara dengan senang hati bergelayut di lengan Raqa. Cowok itu sibuk memperhatikan Nabilla yang melaksanakan hukuman. Hingga sekarang, pukul 12 siang, ketika peserta MOS sibuk bersiap mengambil air wudhu untuk sholat zuhur, Raqa justru menghukum Nabilla tanpa ampun.

"Nggak! Lepasin Tama! Gue lagi sibuk."

"Sibuk kenapa, hem? Kita bisa tinggalin tuh bocah, biar disitu sampai pingsan." Tamara melingkarkan tangannya ke leher Raqa, menggoda. "Ide bagus lho, sayang. Di club lo bisa tenangin diri. Joget-joget. Atau kita main kayak kemaren, lagian lo kenapa sih? Rela nemenin tuh bocah, apa untungnya?"

"Berisik! Gue bukan bela-belain, gue cuma mau ngukur seberapa kuat tuh cewek manja," ucap Raqa.

Sementara di depan, Nabilla mati-matian menahan sakit di kaki dan tangannya. Sesekali saat lengah ia menurunkan kaki untuk mengatur napas atau menyeka peluh. Lalu kembali seperti semula sebelum Raqa mencyduknya.

"Kasihan. Ternyata lo ... " Tamara menganggantung ucapannya, jarinya sibuk melilit bagian belakang rambut Raqa. Tatapannya mengarah pada bibir cowok itu.

"Apa?" Raqa berusaha tenang menahan nafsu. Bagaimana tidak? Tamara terlalu seksi untuk ditolak.

"Lo ... " Dan cu-"Emm."

"Makan tuh tissue, Tai. Makan. Seenaknya aja lo nyosor bibir orang." Itu suara Gheral, dia baru saja menyumpal mulut Tamara dengan tissue. Gheral paling tidak suka dengan Tamara. Menurutnya, Tamara itu sok cantik padahal diteplok make up doang.

"Apasih? Ganggu aja lo."

"Lo kira bibir lo itu suci apa? Pasti banyak kuman gara-gara gonta-ganti pasangan. Ideuh. Gue kalo jadi lo ya Raq, gue tendang ituh Tamara sampai mental ke India."

"Udah-udah, mending cipokan sama gue aja sini Tam," goda Juan.

"Lo habis wudhu bego." Gheral menoyor kepala Juan.

Juan cengengesan, dia mengedar pandang dan menemukan Ragil sedang berjalan menuju ke depan.

"Masya Allah, Raq. Lu masih ngehukum Nabilla. Lu buta Raq? Nabilla udah pucet banget mukanya. Sini Nab, gue gendong lo ke UKS." Ragil sudah meraih tangan Nabilla, namun Raqa menahannya.

"STOP! Lo nggak usah ikut campur, Gil. Dia udah bikin masalah, dan gue nggak bakal ampunin siapapun yang bikin masalah sama gue. Ngerti?" ujar Raqa. Jangan lupa, Tamara masih bergelayut di lehernya.

"Ini namanya kekerasan, Raq. Lu udah jadi ketua OSIS. Lu harus bisalah kontrol diri lo, lo bukan Raqa yang dulu lagi. Lo harus jadi Raqa yang bertanggung jawab. Bukan egois." Ragil sudah geram. "Saran gue, mending lo ngundurin diri daripada makin banyak korban." Ragil menatap wajah Nabilla, pucat pasi, bahkan untuk berkata saja cewek itu tampak tidak mampu. Satu kakinya masih terangkat.

"Bacot!"

"Kak Raqa ... "

Samar-samar suara mungil nan lemah itu terdengar, kontan mereka semua menoleh ke sumber suara.

Nabilla, terduduk lemas tidak berdaya. Pandangannya perlahan mengabur dan kepalanya pusing. "Kak Raqa, aku udah capek ... "

Dan bruk!

Tubuh Nabilla ambruk, dia pingsan.

"NABILLA!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status