LOGIN“Aduh!”
Tubuh Aileen mendadak terdorong ke samping. Tangannya reflek menarik tas tangan yang hampir terlepas. Ia akan terjatuh jika pria yang menabraknya tidak sigap.
“Maaf!” Suara bariton terdengar jelas di telinga, disertai wangi maskulin yang menerpa hidung Aileen.
Suara itu pernah ia dengar, wangi itu pernah ia cium. Sudah enam tahun berlalu tapi ingatan Aileen untuk yang satu ini begitu melekat.
Bulu halus di leher Aileen langsung berdiri.
Aileen menegakkan tubuhnya dibantu oleh David, berusaha mengalihkan pikiran. Rasanya tidak mungkin ini adalah orang yang sama.
Tempat ini adalah ruang tunggu khusus yang disediakan pihak bandara untuk orang-orang tertentu, terutama orang kaya dan punya koneksi. Mereka sedang dalam perjalanan menuju kota Clayton dengan pesawat khusus.
“Apa ada yang terluka?” Mata David menatap Aileen dengan tajam. Ada sesuatu yang terasa familier.
Aileen mengangkat kepalanya. Mata mereka bertemu. Aileen terpaku. Wajah itu adalah wajah yang sama.
“Nona? Apa ada yang terluka?” tanya David sekali lagi sambil memperhatikan tubuh Aileen dengan khawatir.
Pria ini tidak mengenalnya. Ada rasa lega tapi sekaligus panik ketika Aileen melihat kedatangan ketiga anak kembarnya dari kejauhan.
“Ti–tidak apa-apa.” Aileen menggeleng, langsung menjauh dengan cepat.
David menatap Aileen yang sekarang bersama tiga anak kecil dari jauh dengan bingung.
Suara dan aroma itu mengingatkan dirinya pada seseorang. Tapi tidak mungkin, karena sosok itu sudah meninggal 6 tahun yang lalu, apalagi wajahnya tidak sama, walaupun ada kemiripan.
David langsung berjalan dengan cepat menuju pintu khusus ketika asistennya memberitahu kalau pesawat yang ditumpanginya menuju kota Clayton sudah siap.
“Syukurlah.” Aileen menghembuskan napasnya. Ada perasaan lega ketika melihat David sudah menghilang. Ia melirik Rosa yang menarik lengan bajunya.
“Kenapa Mama tegang? Apa ada yang ganggu Mama?”
“Gak … gak ada apa-apa. Mama hanya sedikit khawatir karena ini perjalanan pertama kalian yang paling jauh dari rumah.” Aileen tersenyum, berusaha menenangkan Rosa yang sensitif.
“Kae, Lian, Rosa!” panggil Aileen. Ia berjongkok untuk mensejajarkan tinggi tubuhnya.
Ketiga anak kembarnya langsung mendekat. Mereka tahu kalau Aileen sudah bersikap seperti itu berarti ada hal serius yang akan diucapkan.
“Jangan nakal ya, ini bukan tempat yang kalian kenal. Dan tolong jangan menarik perhatian dengan kelebihan kalian, oke?”
Ketiga anaknya mengangguk dan tersenyum. Mereka anak yang patuh, hanya terkadang suka saling usil dan tidak sabaran.
Tadinya ia sudah memesan pesawat khusus tapi ternyata sedang ada pembatasan kedatangan pesawat pribadi di kota Clayton dengan alasan keamanan.
Terdengar panggilan naik pesawat. Aileen dan kembar tiga langsung bergegas. Karena ini pesawat spesial, jumlah penumpang tidak banyak, hanya untuk dua puluh orang.
“Sepertinya aku melihat orang yang mirip dengan Papa. Wajahnya mirip sekali denganmu, termasuk gayanya.” Rosa berbisik ke telinga Kaein ketika mereka masuk ke dalam pesawat.
Tubuh Kaein tegang, melihat ke sekeliling dengan waspada.
Tepat di barisan pertama pojok kanan depan, membelakangi pintu masuk, duduklah seorang pria yang begitu mirip dengan foto yang didapatkan lewat keahliannya meretas jejak digital.
Susunan kursi pesawat khusus ini sedikit unik. Dibagi dalam dua jalur, dengan setiap barisan ada 4 kursi yang saling berhadapan. Disediakan untuk 20 penumpang.
Bukan hanya Kaein yang menyadarinya, Lianzo juga melihat ke arah yang sama.
“Apa yang harus kita lakukan? Benar gak itu Papa? Kenapa kebetulan sekali?” Rosa sangat bersemangat.
Matanya tetap tertuju ke arah David walaupun sudah diingatkan oleh kembarannya. Sinar matanya penuh dengan kerinduan.
“Tenangkan dirimu, Sis! Banyak yang harus kita lakukan terlebih dahulu, ingat dengan rencana kita.” Mata Kaein melotot. Rosa membalasnya dengan cemberut.
David sendiri sedang sibuk dengan ponsel, duduk berhadapan dengan asistennya.
Aileen melangkah masuk pesawat dengan percaya diri, mengikuti ketiga anak kembarnya yang sudah masuk terlebih dulu.
Sengaja ia memakai kacamata hitam untuk berjaga-jaga walaupun penampilannya saat ini berbeda dengan yang dulu. David saja tidak mengenalnya.
“Aku ingin duduk dengan Mama!” Rosa menarik tangan Aileen, mengarahkannya ke kursi yang berseberangan dengannya, tepat di baris kedua.
Kursi itu juga berseberangan dengan David secara tidak langsung karena di jalur yang berbeda
Matanya langsung bertatapan dengan David, seperti ada jalinan mistis yang merekatkannya.
“Bisakah kita tukar tempat, Sayang?” Aileen sudah setengah memohon tapi Rosa menggelengkan kepalanya sambil tersenyum kecil. Aileen pasrah.
David menatap Aileen dengan intens. Egonya sebagai pria yang digandrungi banyak wanita sedikit tersentil karena sikap Aileen yang tidak peduli.
Padahal tadi sempat bertemu walaupun tidak sengaja. Apa salahnya sedikit bertegur sapa atau tersenyum.
Aileen pura-pura sibuk dan melihat ke pintu masuk. Mulutnya sedikit terbuka dengan wajah menegang ketika melihat pria yang baru muncul.
“Oh Tuhan! Ada apa dengan hari ini?”
Sosok pria yang menjadi hantu masa lalunya berjalan dengan langkah tenang. Tubuhnya lebih berisi. Kacamata masih setia bertengger di wajahnya.
Pengaruh kekayaan dan kekuasaan terlihat sekali. Penampilan pria ini sekarang lebih berkelas. Bisa dipastikan apa yang ia pakai merupakan barang mahal.
Jack tidak mengenal Aileen, hanya melihat sekilas dan meneruskan langkahnya menuju barisan ketiga.
Kaein dan Lianzo menatap Jack dengan tajam. Kemudian keduanya saling bertatapan dan memberi kode. Perjalanan ini akan jadi lebih menarik.
“Kenapa kamu ada di sini?”Mata Aileen melotot. Nada suaranya kaget sekali. Salah satu pria yang ingin ia hindari berdiri tegak di depan kedua anaknya.Tadi ia sempat melirik ke arah kokpit ketika memasuki pesawat, tapi tidak terpikirkan olehnya David ada di situ. Hanya punggung seorang pria berseragam pilot yang ia lihat.Tangannya reflek menarik Rosa dan Lianzo agar berdiri di belakangnya.“Maaf Nyonya, Tuan ini ….” Suara pramugari yang ingin menjelaskan langsung terhenti, ketika Hans ikut keluar dari kokpit dan memberinya kode untuk pergi.“Ayo anak-anak, ikut Paman! Orang dewasa harus bicara berdua.” Hans dengan santai menarik tangan Rosa dan Lianzo, meninggalkan Aileen dan David yang saling melotot.Rosa sempat menolak, tapi setelah mendapat kode dari David, ia patuh mengikuti langkah Hans menjauh dan kembali ke tempat duduk mereka.“Kalian harus cerita ke Mama, setelah ini.” Suara Aileen yang ditujukan pada kembar masih sempat terdengar sebelum mereka menjauh.“Apa ini bagian da
“Lihat ke kakinya!”Rosa berbisik pada Kae ketika mereka melewati seorang pria yang duduk dengan majalah bisnis menutupi wajahnya.Mata Kae terarah ke sepatu berwarna hitam mengkilap yang dipakai pria asing ini. Tidak ada yang aneh, sama seperti sepatu pengusaha lainnya. Tapi bisa dipastikan kalau sepatu itu harganya mahal.“Kenapa dengan sepatunya?” tanya Kae sambil berbisik. Mereka sudah melewati tempat duduk pria itu.“Bukan sepatu, tapi kaus kakinya.” Rosa berbisik sambil matanya melirik ke Aileen yang sibuk menaruh tasnya. Aileen hanya memperhatikan pria itu sejenak, karena Lianzo mengalihkan dengan pertanyaan posisi tempat duduk yang diinginkannya.Kae mengerutkan keningnya. Ia memandang Rosa dengan sorot bingung. Tapi hanya sebentar karena kaos kaki itu mengingatkan dirinya pada seseorang. Mereka sempat bercanda tentang masalah itu.Mata Kae mulai membesar secara perlahan setelah wajah seseorang terlintas di kepalanya. Ia menganggukkan kepalanya sambil tersenyum tipis.“Kira-
“Apa pesawatnya rusak?”Raut wajah Aileen tegang ketika mendengar pesawat yang mereka sewa, membatalkan penerbangan.Maya menggelengkan kepalanya. “Bukan. Tiba-tiba ada perusahan yang yang membutuhkan pesawat karena ada acara mendadak.”“Hah? Kok bisa? Tidak profesional sekali!” Mata Aileen melotot.“Tidak bisa dibiarkan! Kalau ganti jadwal masih diterima. Ini dibatalkan, minta tanggung jawab!” Wajah Aileen merah, suaranya lebih kencang.Selangkah lagi mereka bisa pergi meninggalkan kota Clayton. Kembar tiga memperhatikan Aileen dan Maya yang seperti sedang berdebat.“Apa yang terjadi?” tanya Rosa. Ia sudah berulang kali memeriksa ponselnya, tapi tidak ada kabar dari Hans atau David.Ia hanya bisa memegang janji David ketika menelpon secara diam-diam. Janji kalau mereka tidak akan berpisah lagi.“Sepertinya kita tidak jadi pergi.” jawab Kae dengan santai. Ia sudah duduk di kursi penumpang belakang, bersebelahan dengan Rosa yang berhasil masuk duluan.Kalian tahu mengapa kursi belakang
“Apa aku tidak salah dengar, Nyonya?”Aileen menganggukkan kepalanya dengan cepat. “Tidak! Carikan secepatnya!”Maya terdiam. Hari masih pagi ketika Aileen mengajaknya bicara secara pribadi.Sebelum mulai bicara. Aileen masih sempat memeriksa jendela dan pintu, seperti takut ada yang ikut menguping pembicaraan mereka.Permintaannya sangat tidak masuk akal. Wajah ngantuknya belum pulih, seteguk kopi pun masuk ke kerongkongannya. Otaknya masih berproses secara lambat.“Nyonya minta dicarikan pesawat sewa yang bisa secepatnya berangkat ke Myria? Tapi Kenapa?” Kening Maya berkerut, tanpa sadar ia menggigit bibirnya. Jelas sekali terlihat bingung.“Iya, aku ingin bawa anak-anak pulang. Kondisi di sini sudah tidak aman. Sesekali aku akan kembali ke sini.” Aileen melipat tangan di dada kemudian membukanya lagi.Maya kembali terdiam. Ia mengelus pelipisnya dan berusaha merapikan rambut yang menjuntai di depan mata.Jubah tidur masih membungkus tubuhnya. Ia hanya sempat menguncir rambut ketika
“Keluar dari mobil!”Terdengar suara teriakan diiringi beberapa orang pria yang mendadak mendekat dengan senjata di tangan. Mereka keluar dari dua mobil hitam tepat di belakang mobil penguntit.Ketika mobil Aileen masuk gang, ternyata penguntit melakukan hal yang sama. Tapi ia tidak menyangka kalau mobil Aileen akan berhenti mendadak dalam posisi melintang. Ia dalam posisi terkepung.Mobil Aileen dilengkapi kaca anti peluru, begitu juga dengan bagian lainnya. Hasil karya Lianzo yang belum dipublikasikan, sehingga Mike berani ambil resiko.Anak buah Mike bergerak cepat, menyebar, mengepung dari segala arah. Kilatan dingin dari laras senjata dan tatapan tajam mereka membuat udara terasa semakin berat.Mike keluar dari mobil, melangkah dengan raut wajah tegang. Ia mengetuk keras kaca jendela mobil penguntit itu.“Keluar.” Suara Mike datar, namun cukup untuk membuat bulu kuduk siapa pun berdiri. “Sekarang.”Dari dalam, siluet penguntit tampak kaku, sunyi sesaat sebelum bunyi pintu mobil t
“Jangan lihat ke belakang, Nyonya!”Aileen melirik Mike yang berjalan di sebelahnya. Alisnya berkerut dan terlihat bingung. Mereka sedang berjalan di pusat perbelanjaan tengah kota. Dalam perjalanan pulang dari rumah Paman Alex, tiba-tiba Rosa mengingatkan kado untuk Maya yang ulang tahunnya tinggal 1 hari lagi.“Kenapa?” Raut wajah Aileen berubah menjadi tegang karena suara Mike tegas.“Ada yang sedang mengikuti kita.” Mike sengaja mengajak Aileen berdiri di depan sebuah toko yang dindingnya terbuat dari kaca tebal. Kebetulan ada pajangan sepatu untuk pria dewasa.“Lihat pria di pojok kanan. Yang bertopi coklat dan kacamata hitam. Apa Nyonya mengenalnya?” Tangan Mike memegang ponsel, dagunya terarah ke titik yang disebut.Reflek Aileen ingin menoleh agar bisa melihat lebih jelas, tapi tangan Mike langsung menahannya. Aileen memperhatikan pria itu, berpura-pura tertarik dengan sepatu di etalase. “Saya tidak kenal. Apa orang suruhan Jack?” Aileen membenahi baju yang dipakai.Kalau it







