Share

Bab_6

Penulis: Kuldesak
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-22 04:48:34

"Tuan, pelan-pelan, Tuan! Saya tahu Anda panik. Tapi... Ingatlah , Tuan. Bahwa nyawa tidak bisa disimpan di keranjang oren. Apalagi di cek-out, Tuan!" seru Julius, memegangi dadanya saat mobil melaju dengan kecepatan tinggi.

"Jangan cerewet, Julius. Aku takut Berlian bertemu dengan Geral. Sudah dipastikan jika istriku dalam bahaya, Julius," jawab Luke dengan suara tegang.

Luke melesat menuju kasino dengan perasaan campur aduk. Pikirannya berkecamuk dengan kekhawatiran tentang istrinya.

Saat ini, Luke yang mengambil alih kemudi. Luke tidak mengizinkan asistennya itu untuk mengemudi. Luke sangat panik—cemas ketika ia mendapatkan laporan jika istrinya tengah berjudi dan mabuk di Kasino pusat kota. Jika demikian, Berlian tentu dalam bahaya.

---

Sementara di dalam kasino, Geral duduk dengan angkuh di sebuah meja poker, Berlian di pangkuannya. Tangan Geral yang besar dan kasar mencengkeram pinggang Berlian dengan erat, seakan memastikan wanita itu tidak akan pergi ke mana-mana.

"Sayang, apa yang kau pikirkan? Jangan menyusahkan otakmu menyusun rencana melarikan diri dari situasi ini. Karena hal itu percuma!" ujar Geral, memperhatikan Berlian dengan tatapan mencibir.

Berlian merasa mual oleh bau alkohol yang menyengat dari napas Geral. "Lepaskan aku, sialan! Kau pikir aku mau duduk di sini?" Berlian mencoba melawan, tapi tubuh wanita itu terlalu lemah karena pengaruh alkohol.

"Wahaha!" Geral tertawa keras, menarik Berlian lebih dekat. "Kau ini lucu sekali. Sudah mabuk tapi masih berani melawan. Kau tidak sadar sedang berada di mana, ya?"

Berlian menggeram, matanya yang setengah tertutup menatap Geral dengan marah. "Aku hanya bercanda dengan taruhan tadi. Jangan diambil serius," ucap Berlian, tubuhnya bergetar ketakutan.

Geral menyeringai, tangan Geral yang besar dan kasar mengelus pipi Berlian dengan gerakan mengancam. "Sayang, di dunia kita, taruhan adalah hal yang serius. Kau tahu itu, bukan?"

Berlian mencoba mengangkat kepalanya yang terasa berat, bibirnya menggumamkan kata-kata tak jelas. "Aku tidak peduli dengan taruhan itu. Aku hanya ingin keluar dari sini," kata Berlian, suaranya pelan.

Geral mencengkeram pipi Berlian lebih keras. "Aakkhh... Sakit, brengsek!" Berlian menjerit kesakitan, merasakan kedua pipinya remuk oleh telapak tangan Geral yang mencengkram kuat.

Geral mendekatkan bibirnya di belakang telinga Berlian. "Dengar baik-baik. Kau sudah masuk ke dalam permainanku, dan kau harus menyelesaikannya. Saat kau memutuskan masuk ke tempat ini, itu artinya kau juga harus siap dengan peraturan dalam permainan ini," desis Geral.

Tubuh Berlian refleks memberontak mendengar permintaan Geral. "Heh, melayani? Kau pikir aku costumer service? Tidak! Aku tidak mau! Pelayananku jelek. Tentu saja, aku tidak akan melayanimu dengan sepenuh hati. Sudah dengar, 'kan? Jadi biarkan aku pergi!" tolak Berlian, mendorong wajah Geral menjauh.

Brak!

Tidak terima dengan penolakan Berlian, Geral memukul meja poker dengan keras, membuat suara gemuruh yang menggetarkan dada Berlian. Suara nyaring dari hentakan tangan itu mengundang pandangan dari para pemain yang sedang bermain.

Seolah menunjukkan kekuasaannya, Geral lebih mencengkram pipi Berlian yang duduk dipangkuan membelakanginya. "Kau hanya perlu melayaniku dan permasalahan kita aku anggap lunas—" belum sempat Geral menyelesaikan kalimatnya, dobrak pintu terdengar begitu keras.

Brak!

Pintu kasino terbuka. Luke masuk dengan langkah cepat, sorot mata Luke seketika menangkap pemandangan yang membuat darahnya mendidih. Berlian, istrinya, duduk di pangkuan Geral, terlihat lemah dan tak berdaya.

"Kurang ajar! Beraninya dia menyentuh istriku." geram Luke, kedua rahang pria berdarah Latin itu mengeras.

Tanpa membuang waktu, Luke berjalan menghampiri Geral dengan tatapan membunuh. "Lepaskan dia, Geral," suara Luke menggema di aula kasino.

Bibir Geral menyeringai lebih lebar melihat kehadiran Luke. "Ah, Luke Kendrick. Kau datang untuk menyelamatkan wanita murahan ini?" Geral mencengkram pipi Berlian, menempel pipinya di pipi mulus Berlian.

Melihat Geral memperlakukan Berlian seperti itu, membuat pembuluh darah kapiler di dalam otak Luke pun mendidih. "Singkirkan wajah dan tanganmu, Geral. Atau aku benar-benar memecahkan kepalamu," hardik Luke.

Berlian yang mendengar suara Luke, mencoba membuka mata. "Luke... Ah, si pinguin Alaska...," gumam Berlian pelan.

Geral hanya tertawa keras, melihat wajah emosi Luke. Ia tampak senang karena dari dulu, ia ingin sekali membuat rivalnya itu cemas. Kali ini, Geral tidak menyangka jika Berlian, wanita yang sedang duduk di pangkuannya itu begitu berarti bagi Luke.

Geral mencengkeram lebih erat, menciptakan ekspresi kesakitan di wajah Berlian. "Lihatlah wajah wanita ini, Luck. Kau datang untuknya, bukan? Bagaimana kalau kita bertaruh? Jika kau menang, kau bisa bawa wanita ini pergi. Tapi kalau kau kalah, kau harus menyerahkan satu daun telingamu."

Luke menatap Geral dengan tatapan menantang. Luke tahu, jika Geral mengambil kesempatan tersebut. Salah satu alasan Luke tidak ingin membiarkan Berlian berkeliaran. Karena dunia Luke begitu sangat berbahaya.

"Aku terima tantanganmu, Geral. Sebaliknya, Jika kau kalah dalam taruhan ini, maka aku akan meminta kepalamu!" Luke menantang, tatapannya nyaris menusuk

"Hahaha...!" Geral tertawa lebih keras lagi, penuh dengan keyakinan bahwa Luke tidak akan bisa menang. "Sepakat! Mari kita mulai permainannya."

Permainan dimulai dengan ketegangan yang menguar di udara. Luke duduk di seberang meja, matanya tak pernah lepas dari Berlian yang tampak semakin lemah. Geral masih mencengkeram Berlian di pangkuannya, tangannya yang kasar terus bergerak bebas.

Berlian yang mabuk, mencoba mengangkat kepalanya yang berat, namun gagal. Kepala itu jatuh tergolek di atas meja poker sambil bibir Berlian bergumam dengan kata-kata tak jelas.

"Hmm... Luke... Brengsek, si jantung batu, si pinguin menyebalkan! Mengapa kau mengabaikan rasaku? Iya ... Karena kau adalah pangeran Es, hatimu memang membeku, hingga kau tak pernah peduli padaku!" racau Berlian.

Luke menatap Berlian yang merancau itu dengan alis bergetar, meski wajah pria itu tetap datar. 'Apa-apaan dengannya? Dalam kondisi tegang seperti ini, dia masih bisa mengumpatku? Wanita ceroboh ini, apa kau pikir aku ini es serut? Kenapa kau selalu mendeskripsikan diri ini seperti tuan tanah pemilik negeri Alaska?' Luke bergumam dalam hati.

"Putaran terakhir!" suara bandar menyadarkan Luke untuk tetap fokus pada permainan.

Geral menyeringai puas setiap kali Berlian meracau, memanfaatkan hal tersebut untuk mengintimidasi Luke. "Dengar, Luke. Wanita ini sudah lelah denganmu. Kenapa tidak kau biarkan saja dia bersamaku? Aku bisa memberikan apa yang kau tidak bisa."

Tangan Luke mengepal di bawah meja, menahan amarah yang mendidih. "Jangan bicara omong kosong, Geral. Kau tidak tahu apa-apa tentang kami. Fokus saja dengan permainan ini."

Putaran terakhir dimulai. Kartu demi kartu dibuka, dan akhirnya tiba waktunya bagi mereka untuk menunjukkan kartu mereka masing-masing.

Geral tersenyum lebar, menunjukkan kartunya. "Full house," kata Geral dengan nada angkuh.

Deg!

Luke tertegun mimik wajah Luke menjadi cemas. "Aku terkejut dengan kartu dewa yang kau tunjukkan, Geral," ucap Luke, membuka kartu ditangannya. "Straight flush!" seru Luke, bibir Luke terpatri senyum tipis yang menakutkan.

Deg!

Geral membeku, tidak percaya dengan kartu yang diperlihatkan oleh Luke. "Tidak mungkin," gumam Geral, tatapan Geral fokus pada kartu sakti yang Luke tunjukkan.

"Sudah waktunya kau menepati janjimu, Geral," kata Luke dengan tegas. "Kepalamu."

Geral tersenyum masam, tidak terima dengan kekalahan di dalam kasino milikinya sendiri. "Kau pikir aku akan menepati janji pada bajingan sepertimu? Kau bermimpi!" Geral mengangkat satu tangan, ia menjentikkan jari.

Tiba-tiba, anak buah Geral mengeluarkan senjata mereka, mengarahkan senjata tersebut kepada Luke.

"Bunuh dia! Jangan biarkan ada satu nyamuk pun yang keluar dari sini!" Perintah Geral.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_112

    Setelah kelahiran anak mereka yang sehat dan cantik, Luke dan Berlian menatap masa depan dengan penuh harapan dan kebahagiaan. Mereka menyadari bahwa perjalanan yang telah mereka lalui bukanlah hal yang mudah, tetapi setiap tantangan yang dihadapi telah membentuk mereka menjadi pasangan yang lebih kuat dan penuh cinta.Suatu sore, mereka duduk di teras rumah mereka yang menghadap ke taman, sambil menggendong bayi mereka yang diberi nama "Jingga". Matahari terbenam memancarkan sinar keemasan, menciptakan suasana hangat dan damai.Berlian menatap wajah kecil bayi mereka, lalu beralih memandang Luke. "Paman, pernahkah kamu berpikir sejauh ini kita telah berjalan?" tanyanya dengan suara lembut.Luke tersenyum, matanya juga tertuju pada bayi mereka. "Sering sekali, Lian. Dari pertama kali kita bertemu, hingga sekarang, rasanya seperti perjalanan panjang yang penuh dengan pelajaran berharga."Berlian mengangguk pelan. "Kita telah melewati banyak hal. Kesulitan, kebahagiaan, tantangan, dan

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_111

    Malam itu terasa begitu tenang, tidak ada yang mengira bahwa hari ini akan menjadi awal dari sebuah kehidupan baru. Luke tengah bekerja di ruang kerjanya ketika tiba-tiba terdengar suara panik dari lantai atas.“Paman! Paman! Aku rasa... aku rasa aku kontraksi!” suara Berlian terdengar tergesa dari kamar tidur mereka.Luke langsung melompat dari kursinya, tanpa berpikir dua kali ia berlari ke kamar. Ia melihat Berlian duduk di tepi tempat tidur, memegang perutnya dengan ekspresi kesakitan.“Lian! Apakah ini sudah waktunya?!” Luke berusaha tetap tenang, meskipun jelas raut wajahnya tidak bisa menyembunyikan kepanikan yang mulai merayap.Berlian mengangguk lemah, menggenggam erat tangan Luke. "Ya, Paman... aku rasa ini sudah waktunya. Rasa sakitnya... semakin parah!"Dalam hitungan detik, Luke sudah mengambil ponselnya dan menelepon rumah sakit. “Ya, istri saya mulai kontraksi. Tolong siapkan ruang persalinan, kami akan segera ke sana.”Sementara itu, Vania dan Ethan yang berada di ruan

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_110

    Pagi yang tenang di rumah mewah Luke dan Berlian tiba-tiba diwarnai oleh suara keluhan kecil dari kamar utama. Berlian, yang perutnya sudah semakin membesar, duduk di tepi ranjang sambil memegang perutnya yang buncit. Luke, yang sedang bersiap-siap di kamar mandi, mendengar keluhan manja dari istrinya itu."Paman...," panggil Berlian dengan nada manja.Luke keluar dari kamar mandi, mengusap wajahnya dengan handuk. "Ya, Sayang? Ada apa?" tanyanya, sambil berjalan ke arah tempat tidur.Berlian memutar tubuhnya, menghadap Luke dengan wajah cemberut. "Perutku sakit, kakiku pegal, dan aku nggak bisa menemukan posisi yang nyaman. Hhh... Paman, ini bayi atau bola basket sih?" keluhnya sambil mengusap perutnya.Luke tertawa kecil, lalu duduk di samping Berlian. "Hei, bola basket yang satu ini bakal jadi anak kita, Lian. Sabar ya, beberapa bulan lagi dia keluar," goda Luke sambil memeluk Berlian dengan lembut.Berlian mendengus, tapi tak bisa menahan senyum kecilnya. "Tapi Paman, aku bener-ben

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_109

    Malam telah tiba setelah peluncuran besar morfin. Luke dan Berlian kembali ke rumah mereka, kelelahan namun dipenuhi rasa bangga. Berlian duduk di sofa dengan tangan mengelus perutnya yang semakin membesar, sementara Luke berjalan ke dapur untuk mengambil dua cangkir teh hangat."Bagaimana rasanya sekarang setelah peluncuran, Paman?" Berlian membuka percakapan dengan senyum tipis, meskipun kelelahan tampak jelas di wajahnya.Luke menghampiri Berlian, memberikan cangkir teh hangat kepadanya sebelum duduk di sampingnya. "Rasanya... luar biasa, Lian. Aku bangga pada kita. Tapi lebih dari itu, aku bangga padamu. Kamu yang menggerakkan semua ini. Aku hanya mendukung dari belakang."Berlian tertawa kecil sambil menyeruput tehnya. "Ah, Paman selalu rendah hati. Kalau nggak ada kamu, proyek ini mungkin sudah kacau berantakan. Kamu tahu betapa gugupnya aku selama ini.""Tapi kamu berhasil melewati semuanya. Kamu kuat," jawab Luke sambil menatapnya dengan penuh kebanggaan. Ia mengusap lembut ta

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_108

    Empat bulan telah berlalu sejak kehamilan Berlian diumumkan, dan setiap harinya Luke semakin terbiasa dengan peran barunya sebagai suami sekaligus calon ayah. Ngidam aneh yang dialami Berlian perlahan-lahan mulai berkurang, meskipun sesekali ia masih meminta kombinasi makanan yang tak terduga. Namun, hari-hari mereka kini diisi dengan persiapan peluncuran produk baru dari penelitian morfin yang dilakukan Berlian bersama timnya. Di tengah sibuknya pekerjaan, Luke tidak pernah absen menemani istrinya.Pagi itu, Luke sedang duduk di ruang kerja, meneliti beberapa dokumen terkait peluncuran morfin. Berlian, yang perutnya sudah mulai membesar, berjalan perlahan masuk ke ruang kerja sambil mengusap perutnya yang semakin membuncit."Paman," panggil Berlian manja sambil berdiri di ambang pintu. "Paman sedang sibuk?"Luke mendongak dari tumpukan dokumen, senyumnya langsung mengembang melihat wajah manis Berlian. "Tidak pernah terlalu sibuk untukmu, Lian. Ada apa? Mau minta camilan lagi?" goda

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_107

    Sudah beberapa minggu berlalu sejak Berlian dinyatakan hamil, dan kehidupan mereka berdua kini dipenuhi dengan suka cita dan kejutan-kejutan kecil, salah satunya adalah ngidam Berlian yang tak terduga. Seperti pagi itu, ketika Luke sedang menikmati secangkir kopi di ruang makan, Berlian muncul dari kamar dengan wajah cemberut."Paman," panggil Berlian dengan nada manja, berjalan mendekati Luke dengan tangan memegang perutnya yang masih belum terlalu terlihat membuncit.Luke menurunkan cangkirnya dan menatap Berlian dengan senyum lembut. "Ada apa, Lian? Kenapa wajahmu cemberut begitu pagi ini?"Berlian duduk di samping Luke, menyandarkan kepala di bahu suaminya. "Aku lapar. Tapi... aku nggak mau makanan biasa."Luke tertawa kecil, membelai rambut Berlian. "Kalau begitu, apa yang kamu mau? Aku bisa minta koki buatkan sesuatu yang spesial."Berlian mengerutkan hidungnya, lalu menatap Luke dengan mata berbinar. "Aku mau pisang goreng... tapi ditaburi keju... dan dimakan dengan saus cokela

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status