Di atas peti, foto Laura diletakkan di atas penyangga elegan, memungkinkan Lucian melihat wajah wanita itu dengan jelas. Tidak hanya Laura, tetapi juga foto putri mereka, Amel, yang tampak masih berusia tiga tahun.Lucian ingin mempercayai bahwa ini hanya mimpinya, tetapi mengapa putrinya juga ada di sana? Ia tak bisa menahan air matanya. Hatinya hancur berkeping-keping.Peti-peti itu dibiarkan terbuka setengah, memperlihatkan wajah Laura dan Amel. Wajah mereka sangat pucat, namun didandani dengan cantik seolah-olah mereka sedang tidur.Namun, Lucian tahu bahwa mereka berdua sudah meninggal.Istri dan putrinya sudah tiada.Ia sangat marah, dadanya terasa panas membara. Ia ingin meraih jas hitam yang dikenakan sosok dirinya dan memukul ‘Lucian’."Brengsek! Apa yang sebenarnya kamu lakukan?! Bagaimana ini bisa terjadi?! Bagaimana kamu bisa membiarkan istri dan anakmu meninggal?!"Tangan Lucian hanya menembus sosok dirinya, dan tak ada yang mendengar suaranya, meski ia berteriak keras.A
Lucian menyaksikan seluruh hidupnya bagai seorang penonton. Ia tak ingin melihat betapa bodohnya ia dulu mempercayai tipuan Viola. Ia tak ingin menyaksikannya lagi dan ingin segera bangun, namun ia merasa seperti terjebak dalam kenangan masa lalunya. Kenangan itu terus berputar hingga ia tiba pada sebuah memori yang tak pernah diingatnya atau dianggapnya pernah ada."Apa ini?" gumam Lucian, melihat beberapa kenangan yang ia yakini tidak pernah terjadi. Ia menyaksikan dirinya menampar Laura karena mendorong Viola yang sedang hamil besar di rumah mereka sendiri/"Lucian..." Suara Laura bergetar, memegangi pipinya."Laura, beraninya kamu melakukan ini pada Viola? Dia sedang hamil!""Bukan aku yang mendorongnya, dia jatuh sendiri!""Kamu kira aku buta tidak melihatmu mendorong Viola? Enyah dari sini! Kamu tidak diterima di rumah ini! Rumah ini sudah jadi milikku dan Viola!""Hentikan!" desis Lucian, merasa sakit melihat kenangan itu; ia menyakiti Laura. Ia mencoba menyadarkan 'Lucian' dal
Seline terdiam dan menatap Viola ragu-ragu.“Bibi, aku hanya membantu Philip keluar dari penjara. Philip pasti melakukan itu untuk membalas dendam karena Laura membuat Lucian memasukkan Philip ke penjara. Laura dan keluarga Adams juga yang menindas keluarga Wilson. Mereka sangat sombong.”Seline mengalihkan pandangannya pada Laura.“Laura, aku tidak ingin bermusuhan denganmu, tapi kamu terus membuatku tidak senang. Jika kamu terus seperti ini, aku tidak akan ragu menyakitimu meski kamu Nona Muda dari keluarga Adams.” Ia mendorong Laura kasar hingga terdorong dan hampir jatuh.“Dasar nenek jahat! Nenek jahat!” Seru Amel berlari dan menggigit paha Seline.“Arghh! Dasar anak nakal!” Seline menendang anak itu sampai dia terjatuh ke lantai.“Amel!” Laura berseru meraih putrinya dan bertanya cemas. “Sayang, kamu tidak apa-apa?”Amel menangis menunjuk siku dan lututnya yang lecet.“Mama… sakit! Huaaa! Papa!”“Diam, anak nakal!” Seline membentak sambil menunjuk pasangan ibu dan anak itu.“Kal
“Apa yang kalian lakukan di sini?” Laura menatap tajam Seline dan kelompok pria yang dibawanya. Ia merasakan firasat buruk.“Aku yang seharusnya bertanya seperti itu.” Seline mencibir. “Kamu sudah lama bercerai dengan Lucian dan tidak memiliki hak apapun atas keluarga Wilson. Satu-satunya yang tersisa di keluarga Wilson adalah Lucian, aku, dan Jayden. Kamu dan putrimu bukan bagian dari keluarga Wilson, karena putrimu bukan anak kandung Lucian!” Ia berkata dengan angkuh sambil menunjuk wajah Laura.“Amel adalah anak kandung Lucian,” desis Laura dingin dan marah. Kata-kata itu diucapkan saat putrinya ada di sana.“Hanya karena kamu berkata seperti itu, bukan berarti aku akan percaya.”“Itu benar. Nona Amel adalah putri kandung Lucian. Sebaliknya, Jayden yang bukan—““Siapa kamu? Apa hakmu berbicara di sini?” Viola menyela dengan dingin, menatap Ferdi.Ferdi balik menatapnya tajam. Ia tahu siapa ayah kandung Jayden. Hasil tes DNA yang dia lakukan secara diam-diam di rumah sakit lain ada
“Mama … kapan Papa akan bangun?” Amel bertanya dari atas ranjang tempat tidur Lucian sambil menusuk-nusuk pipi papanya dengan jari telunjuknya yang mungil.“Segera sayang. Papa hanya lagi tidur,” Ujar Laura tenang meletakkan kain basah yang digunakan untuk mengelap Lucian ke dalam baskom berisi air di atas meja samping tempat tidur Lucian.Dia menghela napas menatap pria yang terbaring dengan mata terpejam.Ini sudah hari kelima hari tapi dia belum membuka matanya.LuciN tidur seolah akan tidur selamanya.Dokter mengatakan bahwa lukanya bahkan sudah membaik. Tapi mengapa Lucian masih belum bangun? Dia tidak ingin bangun?Laura hanya bisa menunggu dengan sabar kapan Lucian akan bangun. Dokter mengatakan jika seseorang yang sangat penting bagi Lucian berada di sisinya dan berbicara padanya, dia akan mendengar dan membangkitkan keinginan untuk bangun.Selama lima hari itu Laura selalu berada di sisinya, merawat dan berbicara pada Lucian meski mata pria itu terus terpejam.Dia bahkan mem
“Kamu yakin Philip tidak mengatakan apa-apa soal keterlibatanku dengannya?” Viola berbisik pelan lewat telepon.“Tidak, Nona. Philip Wilson benar-benar bungkam sepenuhnya tentang keterlibatanmu.”Viola menghela napas lega dan menyeringai. “Aku tahu dia tidak akan berkhianat demi Jayden. Tapi itu tidak cukup. Suatu saat dia pasti akan menyeret namaku ke dalam masalahnya. Apalagi Keluarga Adams dan Kakek Billy sedang mengawasi serta menyelidikinya.” Sorot matanya berubah dingin saat ia memandang sekeliling, memastikan lorong rumah sakit menuju kamar VIP itu kosong.“Aku ingin kamu membunuh Philip. Sewa beberapa gangster di penjara untuk menghabisinya. Buat kematiannya terlihat seperti akibat perkelahian. Aku janji akan membayarmu dua kali lipat.”“Baik, Nona. Akan aku lakukan.”“Lepaskan aku! Aku bilang lepaskan aku dasar sialan!”Viola tersentak mendengar suara familiar Seline. Ia buru-buru berbicara di telepon.“Jangan hubungi aku dulu, sampai aku meneleponmu,” katanya, lalu mematikan