Tidak ada yang paling membahagiakan menurut Gilang selain menikah dengan orang yang dia cintai.Wanita yang selama ini dia tunggu-tunggu kehadirannya akhirnya sudah berada digenggamannya untuk selamanya.Kebahagiaan Gilang terasa sangat lengkap karena kedua anak yang lahir dari perut Kasih, wanita yang dicintainya.Ya, bukankah pria itu dari dulu sangat menginginkan hal itu? Mungkin dulunya Kasih menganggap jika omongan Gilang hanya candaan belaka, tapi tidak menurut Gilang, pria itu benar-benar sangat serius mengatakannya.Dulu, hubungan mereka sangatlah salah, tidak pantas ditiru untuk siapapun. Sebatas partner di atas ranjang, karena dia begitu kesepian, dan dia memanfaatkan Kasih karena wanita itu sangat membutuhkan bantuan.Gilang menggeleng seraya tersenyum kecil ketika mengingat awal pertemuan mereka yang menurut pria itu sangat berkesan."Ngapain senyum-senyum sendiri? Hayo, pasti lagi mikirin sesuatu," celetuk Kasih. Wanita itu menatap suaminya penuh curiga."Iya nih, tahu aj
"Selamat ya, akhirnya hari-hari yang kalian tunggu tiba juga," celetuk Fandi seraya menyalami Gilang."Makasih, Bro. Kalau bukan karena kamu, pasti hari ini nggak akan terjadi," ucap Gilang dengan suara tulus.Fandi tertawa kecil. "Habisnya aku greget banget sama hubungan kalian berdua. Sama-sama mau tapi gengsinya gede banget. Wanita itu memang harus digertak, kalau nggak digituin nanti malah teus mengulur waktu. Dan ya ... rencanaku berhasil, kan. Pada dasarnya itu Kasih cinta sama kamu, terlihat begitu jelas dengan tatapan matanya. Cuma ya seperti tadi yang aku bilang, gengsinya wanita itu besar. Yang dia mau lelaki harus berusaha sekuat mungkin berjuang buat meyakinkan dia, kalau sudah dirasa cukup barulah dia nerima kamu. Pikiran wanita itu gampang ditebak," celoteh Fandi panjang lebar."Ya, ya, ya. Terserah kamu bilang apa, intinya aku berterima kasih karena pada akhirnya kami sudah menikah, itu semua berkat kamu."Fandi menepuk pundak Gilang dengan pelan. "Sama-sama, tapi aku y
"Apa kamu menyesal karena sudah melakukan kesalahan fatal, Dina?" tanya Bima sinis.Wanita itu tak berani menatap calon suaminya itu, dia benar-benar begitu malu.Karena melihat Dina diam saja, Bima pun duduk di hadapan wanita itu, pria itu menghela napas berat."Sejujurnya aku nggak mau lihat kamu seperti ini, tapi ... kamu memang pantas dihukum seperti ini, karena kesalahanmu itu. Apa sampai saat ini kamu belum menyadari kesalahanmu itu? Apa sampai saat ini kamu masih menyalahkan aku dan Kasih karena kami dekat? Dan masih benci dengan Bastian yang jelas-jelas anak itu tidak memiliki kesalahan apapun? Apa kamu masih mempertahankan egomu itu, Dina?" tanya Bima secara beruntun.Tak lama setelah itu, terdengar suara isak tangis dari wanita itu. Sejujurnya Bima tak tega mendengarnya, ingin sekali memeluk wanita itu, tapi mati-matian ia tahan, dia ingin kalau Dina menyadari kesalahannya."Aku ... aku sangat menyesal, Mas. Aku menyesal. Seandainya saja waktu bisa diputar kembali, aku nggak
Gilang tersenyum puas karena pada akhirnya Tiara sudah masuk ke dalam penjara. Untuk sebagai bukti yang akan dia tujukan pada calon istrinya itu, Kasih, jadi dia mengambil foto Tiara ketika sedang di dalam penjara."Gimana? Enak, kan, rasanya hidup di sini. Makan gratis, nggak ngapa-ngapain lagi, harusnya kamu berterima kasih sama aku," kata pria itu dengan bangga.Tiara menggerakkan giginya. Rasa amarah dan juga malu menjadi satu.Niatnya ingin memiliki pria itu, malah berakhir seperti ini. Sungguh mengenaskan."Saya mohon, Pak. Tolong bebaskan saya dari sini," mohon wanita itu."Gimana? Kamu minta untuk dibebaskan? Bukannya di sini tempatnya sungguh nyaman?" Lagi-lagi Gilang mengejek wanita itu."Saya tidak mau tinggal di sini, Pak. Tolong keluarkan saya dari penjara ini, Pak. Saya janji akan menuruti semua perintah Anda kalau Anda mau mengeluarkan saya dari sini." Lagi-lagi Tiara memohon ampun.Wanita itu sangat menyesal karena sudah masuk ke dalam kehidupan pria itu. Sungguh, keja
"Aku sudah menuruti semua keinginanmu, sekarang giliran aku menagih janjimu.""Janji? Emangnya aku punya janji sama kamu?" tanya Kasih heran."Oh, jadi kamu mau melupakan hal itu?""Aku serius!" bantah Kasih."Bukankah kamu yang bilang sendiri kalau aku sudah berhasil memecahkan kasus siapa yang menabrak Bastian, kamu mau menikah denganku? Apa kamu mencoba untuk ingkar janji?" tanya Gilang dengan sorot mata tajam."Oh, yang itu. Aku kira apaan. Masih ada satu lagi yang belum kamu selesaikan.""Mencoba cari alasan lagi?"Kasih menggeleng. "Aku sama sekali nggak cari alasan," bantah wanita itu dengan mata melotot."Ya sudah, katakan saja. Aku harap ini yang terakhir kalinya kamu mencari alasan. Setelah itu, tidak ada lagi yang namanya ngeles, kamu harus menikah denganku secepatnya.""Kenapa harus terburu-buru?" tanya Kasih dengan senyum remeh."Serius kamu bertanya seperti itu? Baiklah, aku akan menjawabnya dengan sejujur-jujurnya. Apa lagi kalau tidak merindukan tubuhmu. Tubuhmu itu ca
"Untuk apa kamu datang ke sini?" tanya Kasih heran. Bima menghela napas berat, dia melirik ke arah Gilang yang saat ini tengah duduk anteng di dekat Kasih. Tatapan mereka berdua bertemu, Bima memberi kode pada Gilang agar pria itu pergi dari situ, karena Bima ingin berbicara berdua saja dengan Kasih. Sayangnya yang diberi kode sama sekali tak mengerti, lebih tepatnya Gilang pura-pura tidak tahu apa maksud Bima, pria itu malah melengos. "Bim?" panggil Kasih heran karena melihat pria itu tampak diam saja. "Tadi katanya mau ngomong, kok malah diam aja?" "Bisakah hanya kita berdua saja di sini, nggak lama kok," pinta Bima. Gilang mendelik kesal ketika mendengar Bima berbicara seperti itu. Tidak cukup jelaskah kalau tadi Gilang menolak usiran dari pria itu melalui tatapannya? Lantas kenapa harus diperjelas lagi? "Kalian ngobrol aja, anggap aja aku nggak ada di sini. Aku nggak bakalan dengar pembicaraan kalian berdua kok," kata Gilang dengan suara tenang. "Gilang, biarkan kami berdua