"Apa permintaanmu?" Elisa terdengar penasaran dari seberang telepon.Alex memperbesar volume suara, agar Erin bisa mendengarnya. Walaupun Erin berusaha menjauh agar tidak mendengar percakapan Alex dan Elisa. Namun Alex menahan tangan Erin agar tetap mendengar pembicaraannya dengan Elisa."Aku tau kalau kau hanya ingin harta dari iblis itu. Jadi, aku akan mewujudkannya. Asalkan kau menjamin semua yang aku inginkan terwujud."Erin tampak terkejut dengan ucapan Alex. Ia tidak pernah terpikirkan kalau Elisa menginginkan harta Xander ayah dari Edward. Padahal dari luar Elisa terlihat seperti ibu peri bagi Edward. "Apa yang kau inginkan?""Semua yang aku lakukan tercukupi. Tidak ada hambatan.""Apa semua yang kau dapatkan masih kurang hingga meminta sesuatu lagi padaku?"Erin yang awalnya masih tidak percaya, begitu mendengar ucapan Elisa yang berbeda seratus delapan puluh derajat. Hal itu membuat Erin berpikir ulang. "Kalau begitu, ya sudah. Kau jangan ganggu aku. Kita hidup pada masing-
Seorang wanita tengah terduduk lesu di pinggir trotoar. Sebuah map berwarna merah yang dipegang adalah penyebabnya. Di dalam map itu terdapat pernyataan yang mengharuskan dirinya mengambil sebuah pilihan yang sulit yaitu mempertaruhkan nyawa ayahnya."Tidak ada pilihan lain, aku harus melakukan sesuatu!" gerutu wanita itu sembari beranjak dari pinggir trotoar. Langkah kakinya menuntun ke sebuah tempat. Ia tidak peduli dengan teriknya sinar matahari yang membakar kulit.Tempat yang dituju yaitu sebuah cafe yang tak jauh dari trotoar tersebut. Hanya butuh waktu lima menit untuk sampai di tempat.Ketika membuka pintu, wanita itu sudah disambut tatapan sinis."Ada apa kau kemari, Erin? Aku sudah tidak bisa memberimu uang lagi!" Seorang wanita paruh baya berkata dengan nada ketus."Tante Desi... aku mohon ... beri aku pinjaman uang lagi. Aku janji akan membayar semua hutangku." Erin meraih tangan tantenya seraya menatap penuh harap menginginkan kebaikan hati tantenya."Tidak bisa! Bayar se
Erin menatap sekeliling sekali lagi. Ia mencari keberadaan orang yang mengejarnya. Namun tidak ada. "Ayo, Nona." Pria tersebut membantu Erin berdiri. 'Lebih baik aku menerima tawaran orang ini. Daripada aku di sini, nanti tertangkap lagi,' batin Erin. Pria yang hampir menabrak Erin membukakan pintu mobil, lalu mempersilakan Erin masuk ke dalam. Erin langsung masuk ke dalam mobil. Erin duduk di samping pria yang hampir menabraknya. Ia juga merasa ketakutan saat ini, karena tidak mengenal pria yang disampingnya. Entah orang yang di samping Erin jahat atau tidak.Mobil berhenti di depan rumah sakit. Erin di antar ke dalam rumah sakit oleh pria yang hampir menabraknya. Erin ditangani oleh perawat. Luka Erin dibersihkan dan diobati. Usai diobati, Erin keluar dari ruangan. Pria yang sebelumnya menunggu Erin di ruang tunggu. Erin berjalan mendekat ke arah pria itu. "Apa Nona sudah baik-baik saja?" "Iya, Pak.""Saya benar-benar meminta maaf untuk yang tadi. Sebagai wujud tanggung jawa
Erin menunjuk pada foto yang ada di dalam kamar bukanlah seorang anak, melainkan pria. Insting Erin mengatakan jika pak Edo mungkin salah kamar. “Apa Bapak yakin ini kamarnya?” Erin berbalik tanya.Pak Edo mengangguk. Sikap Erin yang nampak terkejut sekaligus takut disebabkan kamar yang disinggahinya memancarkan aura yang menyeramkan. Sangat jauh dari kamar anak kecil. Dinding yang berwarna abu-abu gelap dilengkapi dengan lukisan dan poster yang mengerikan. Erin tidak yakin jika penghuninya anak kecil yang akan diasuh Erin. “Tuan Muda, Anda di mana?” Pak Edo mencari seseorang pemilik kamar tersebut. Erin masih terdiam di tempatnya. Ia menatap sekeliling. Suasana kamar masih tetap mencekam bagi Erin. Apalagi Erin melihat ada sebuah papan yang penuh dengan coretan berwarna merah. Tak hanya itu, ekspresi manusia dari lukisan dan poster yang tampak berdarah-darah juga menambah kesan menakutkan. Namun yang paling membuat bertanya-tanya, ada sebuah sisi yang cukup terang dari salah satu
Tok! Tok! Tok!Suara ketukan pintu kamar membuat perkacapan terhenti. Rupanya pak Edo yang datang kembali ke kamar. "Apa dia tidak diberitahu hal yang harus ditunjukkan?" tanya Edward pada pak Edo."Maaf, saya lupa Tuan.""Kau mendapatkannya atas perintah siapa?""Mom Elisa, Tuan."“Ternyata wanita itu cukup cepat bekerja menemukan pengasuh baru.” “Iya, Tuan. Saya menyampaikan dengan cepat pada nyonya dengan kriteria yang Anda inginkan.” “Tinggalkan aku dengannya sekarang!” “Baik, Tuan.” Erin menatap pak Edo. Tatapan Erin seolah menuntut banyak penjelasan. Namun tatapan pak Edo hanya menyiratkan semua akan baik-baik saja. Edward mendekat ke arah Erin. Ia mengamati Erin dari atas sampai bawah. Sementara Erin yang diamati cukup intens merasa terintimidasi. ‘Ya Tuhan ... aku di sini benar akan menjadi pengasuh, kan? Bukan untuk pemuas nafsu atau yang lainnya?’ batin Erin menguatkan diri. Ia cukup khawatir telah menerima pekerjaan sebagai pengasuh. "Berikan surat perjanjian kerjam
“Sebentar.” Edward meminta Erin menunggu sembari mengecek satu per satu catatan yang ada di meja belajar.Perasaan Erin semakin tidak tentu. Ia takut rencana kepribadian lain dari Edward membahayakan. ‘Apakah aku sudah mengambil keputusan yang benar?’ batin Erin sembari menatap sekeliling. Berapa kali pun Erin menatap sekeliling, suasana mengerikan dari lukisan dan poster yang di dinding tetap terasa nyata. Edward kembali ke hadapan Erin dengan membawa sebuah kertas. “Jadi ... rencana Alex malam ini adalah taruhan balap liar.”“A ... apa aku ... yang akan balapan?” “Entahlah. Hanya tertulis seperti ini saja.” Edward memperlihatkan tulisan yang ada dalam secarik kertas. “Edward! Buka pintunya!” teriak seseorang dari luar kamar. Ekspresi Edward terlihat berubah. Aura ketegangan menyelimuti wajah Edward. “Sembunyi!” seru Edward pada Erin. Erin menatap bingung ke arah Edward. Ia tak mengerti mengapa harus bersembunyi. “Aku bilang sembunyi!” bentak Edward pada Erin. Erin langsung me
"Kau harus mencari kotak hitam yang tersembunyi di sekitar makam ini. Waktunya hanya lima belas menit." Alex memberi perintah dengan seenaknya pada Erin."Kotak hitam? Untuk apa?""Tidak perlu banyak tanya. Cepat cari! Kalau kau tidak mencarinya, maka tidak ada gaji awal yang kau harapkan tadi!"Erin ingin lari saja rasanya. Namun bayangan sang ayah pergi meninggalkan dirinya untuk selamanya tidak sanggup. Oleh karena itu, Erin langsung bergegas menyusuri pemakaman yang tampak gelap. Berbeda sekali dengan pemakaman yang ada di pinggir kota. Alex tampak tersenyum senang melihat Erin patuh bak anjing peliharaan. Ia menyempatkan mengambil video saat Erin mencari kotak hitam yang berisi kain bendera balap liar. Lain halnya dengan Erin yang tampak gemetar melawan rasa merinding yang menyusup di sekujur tubuhnya. Berkali-kali Erin meminta maaf pada mendiang beristirahat di dalam tanah yang dilewati oleh Erin. Kraakk!Erin tak sengaja menginjak nisan kayu yang telah lapuk. Kaki Erin gemet
Pemandangan yang disaksikan Erin berupa kumpulan pria dan wanita yang seumuran Erin, bahkan ada yang lebih tua. Semua hal yang dilihat Erin sekarang rasanya mengiris hati. Namun anehnya mereka menikmatinya. Sesekali Erin mengalihkan pandangan agar tidak merasa risih.Kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan yang tidak pantas dilihat oleh umum. Ada pria yang sedang memainkan dua aset masa depan bagian atas dari wanita dengan terang-terangan. Ada juga yang berpelukan tidak biasa dengan adanya lenguhan aneh. Erin merasa ternodai lagi matanya. Cukup gila ternyata perkumpulan kepribadian lain dari Edward sekarang. Entah apa yang dilakukan selanjutnya, Erin masih tak sanggup bergerak dari tempatnya. Ia terlalu takut dengan situasi di sana. "Kenapa kau di sini? Aku sejak tadi memanggilmu?" Alex mendekati Erin. "Maaf, bisakah aku menunggu di sini saja?" Erin mencoba memohon. Walaupun kemungkinan disetujui oleh Alex sangat kecil."Tidak. Kau harus ikut bersamaku. Pengasuh sebelumnya juga mel