Share

Pergi Mencari Ayah: Perjalanan Fang Mencari Jati Diri

Hari demi hari, Xiao Fang Lin terus berlatih dengan semangat. Tidak peduli hujan, panas, atau angin badai, dia tetap berlatih bela diri dan sihir yang diajarkan oleh Instruktur Guo Bai. Meskipun poin spiritualnya tidak bertambah, hal itu tidak membuatnya menyerah.

Tak terasa, Xiao Fang telah melewatkan banyak musim dan tiga tahun lamanya dia terus berlatih atas arahan Instruktur Guo Bai.

“Sudah tiga tahun aku belajar dengan Instruktur. Aku sangat senang sudah banyak mendapatkan ilmu yang bisa kupelajari dari Instruktur,” ucap Xiao Fang yang kini tubuhnya jauh lebih tinggi di usianya yang sudah beranjak dewasa.

“Aku bersyukur bertemu dengan Instruktur dan banyak mendapatkan pelajaran. Namun, hari ini izinkan aku untuk pergi mencari Ayahku. Terima kasih sudah membantuku selama ini dan memperlakukan saya layaknya anakmu sendiri. Aku tidak akan pernah melupakan kebaikan Anda, Instruktur.”

Xiao Fang membungkukkan tubuhnya sebagai penghormatan dan ucapan terima kasih kepada Instruktur Guo Bai.

“Xiao Fang, aku turut senang dengan keputusanmu untuk mencari sosok ayahmu. Jika kamu merasa lelah, jangan ragu untuk beristirahat dan kembali ke sini. St. Guastria Suci akan selalu menjadi rumahmu. Pintu akan selalu terbuka bagi siapa saja.”

“Dan ingat, perjalananmu mungkin akan berat, Fang. Namun, aku yakin kamu bisa menghadapi banyak cobaan dan rintangan di sana. Tentu saja akan ada halangan di setiap prosesnya. Aku harap kamu bisa mengerti,” tutur Guo Bai kepada muridnya.

“Tentu saja, Instruktur.”

Murid-murid Guastria Suci yang berdiri di belakang Guo Bai menatap Xiao Fang dengan tatapan tak rela. Hampir empat tahun mereka belajar bersama-sama dengan Instruktur Guo Bai. Dan kini, Fang memutuskan untuk pergi mencari jati dirinya sendiri.

“Jangan pernah melupakan kami, Fang. Kuharap kita bisa bertemu lagi,” ucap salah satu murid Guastria Suci.

Fang tersenyum mendengar kalimat itu dari teman-temannya. Pandangannya beralih pada Jing Yan yang wajahnya terlihat sedih dan basah karena air mata.

“Kamu adalah temanku yang paling dekat. Haruskah aku ikut denganmu?” tanya Jing Yan dengan suara yang bergetar.

“Jing Yan, perjalanan hidup kita berbeda. Kita tidak akan bisa terus bersama dan menempuh perjalanan hidup bersama-sama.”

“Aku hanya pergi sebentar. Kita bisa bertemu di sini setelah sepuluh tahun. Aku pasti akan kembali dan menemuimu,” kata Fang dengan mencoba memahami perasaan Jing Yan sebagai teman dekatnya.

iao Fang berbalik dan mulai berjalan ke arah St. keluar dari St. Guastria Suci. Di lubuk hatinya, Fang benar-benar tidak ingin meninggalkan asramanya. Ia juga masih ingin bergaul dengan teman-temannya dan belajar silat dari gurunya. Namun, kenyataan dalam hidupnya menghentikan keinginan Xiao Fang. Dia sangat perlu menemukan ayahnya, yang belum pernah dilihatnya, karena saat ini dia satu-satunya keluarga yang dimilikinya.

"Hati-hati di jalan, Fang. Kami menunggumu kembali," teriak Guo Bai sambil melihat punggung Fang.

Tidak dapat menanggapi kata-kata gurunya, Fang hanya bisa melambaikan tangannya tanpa menoleh ke belakang. Dia segera menyeka air matanya karena tangisannya tidak akan mengubah apapun.

Tujuan Fang saat ini adalah pergi ke Kota Rigaenia untuk bertemu seseorang, dan ini adalah keinginan terakhir Guo Bai. Perjalanan menuju Rigaenia cukup melelahkan, dan Fang harus istirahat di desa setelah sepuluh jam perjalanan.

Ia membuka makanan yang telah disiapkan oleh gurunya berupa roti dan langsung memakannya dengan gembira. Fang menyapu dan melihat banyak warga lalu lalang dan berinteraksi. Beberapa di antaranya aktif dan suasana dimeriahkan dengan bermain anak-anak.

Namun, matanya tertuju pada anak kecil yang duduk di sebelahnya.

"Apakah kamu mau?" Fang menawarkan roti itu kepada anak laki-laki itu, yang tampak sedih dan menggelengkan kepalanya.

“Sepertinya kamu sedang dalam suasana hati yang buruk. Apakah kamu tidak bermain dengan teman-temanmu?" Fang bertanya sambil memakan roti terakhir.

"Mereka bukan temanku. Aku tidak pernah bermain dengan mereka,” jawabnya sambil melihat anak-anak lain yang sedang bermain.

"Tidak masalah. Tapi cobalah berhubungan dengan orang lain. Karena kita manusia butuh teman, keluarga, dan kita tidak bisa hidup dalam individualisme."

Xiao Fang dengan ringan menepuk pundak bocah itu, “Hei! Jangan terlalu murung. Jika kamu tidak menerima kata-kataku tadi, tidak apa-apa. Jangan sedih."

"Aku tidak punya keluarga. Ayah dan ibuku meninggal dan itu semua karena bangsa iblis membunuhnya. Mereka tidak mau bermain karena aku tidak memiliki orang tua. Begitulah cara ku diperlakukan. Aku juga tinggal dengan keluarga lain.”

Kalimat yang diucapkan bocah itu mampu membekukan Fang seketika. Ia seperti sedang melihat masa lalunya.

"Kamu beruntung. Hidup baik dengan keluargamu. Meskipun mereka tidak berhubungan darah denganmu, mereka sangat mencintaimu," kata Xiao Fang pelan, dan bocah itu merasa terhibur ataskata-kata Fang.

"Benarkah?"

Fang pun menganggukkan kepalanya pelan,

Saat mereka sedang ngobrol, tiba-tiba terdengar suara gaduh dari kejauhan. Para warga yang tadinya sedang riang gembira bermain, kini ketakutan dan berhamburan berlarian. Fang dan bocah kecil itu juga ikut terbawa arus orang-orang yang lari-lari itu.

Mereka berlari sejauh mungkin hingga menemukan sebuah bukit kecil untuk bersembunyi. Fang merasa ta bingung, tidak tahu apa yang terjadi dan mengapa para warga tiba-tiba begitu ketakutan. Namun, ketika mereka berada di atas bukit, mereka melihat pemandangan yang menakutkan.

Para prajurit yang mengenakan baju zirah dan membawa senjata lengkap sedang menyerang desa mereka. Mereka merusak dan membakar rumah-rumah, serta mengejar siapa saja yang ditemukan di jalanan. Bocah kecil itu menangis ketakutan, dan Fang merasa perlu melindungi dia.

Dengan hati yang berdebar-debar, Fang berusaha mencari jalan keluar dari situasi yang menegangkan ini. Namun, para prajurit semakin mendekat, membuat keduanya semakin terpojok. Tiba-tiba, sebuah suara menggelegar terdengar begitu keras.

"Oh tidak, apa yang terjadi? Semua orang kelihatan panik dan bingung. Mereka membutuhkan bantuan! Tapi tunggu sebentar, siapa mereka? Para prajurit? Apa maksud kedatangan mereka? Apakah mereka akan menyelesaikan masalah ini atau justru membuat semuanya menjadi lebih buruk? Aku harus tetap tenang dan berhati-hati. Mungkin ada cara untuk membantu tanpa menambahkan kekacauan. Aku harus mencari tahu lebih dulu sebelum bertindak."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status