“Saya cukup terkesan dengan cara anda memimpin rapat tadi, Nyonya.”
“Itu sudah biasa, Nando. Saya dulu pernah menjadi GM. Jadi saya cukup tahu seluk beluk perusahaan dan mengatur semua kepala devisi,” jelas Alya sambil menyeruput teh hijau. Menikmati coffe break setelah rapat tadi.
“Jadi, Nyonya sangat mampu untuk memimpin perusahaan?” Pikiran Bernando langsung tertuju dengan perusahaan Manto.
“Sangat bisa, tapi semua keputusan tetap kepada Andrew. Saya tidak mau mencampuri lebih jauh.”
Bernando manggut-manggut sambil tersenyum. Alya menatapnya aneh.
“Memangnya kenapa Nando?”
“Tidak apa-apa, Nyonya. Sebenernya saya sangat ingin mengatakannya kepada Nyonya, tapi….”
Mendadak telefon berdering, membuat Alya memberikan kode buat Bernando untuk menjeda perkataannya.
“Halo,”
“Selamat pagi, Nyonya. saya mau menginformasikan bahwa proyek besar yang dulu pernah diambil alih perusahaan Manto sekarang sudah kem
Sebentar lagi kisah Alya dan Andrew akan tamat readers. Jangan lupa pantengin terus ya. Jangan lupa review positifnya
“Sial Broto. Benar-benar sial! Bisa-bisanya aku diusir dari perusahaanku sendiri!” gerutu Catty yang sudah ada di mobil bersama anak buahnya. “Itu karena kamu yang bodoh! Makanya sampai gampang diperdayai.” Broto ketus.“Apa? Kamu bilang aku bodoh! Aku ini pemimpin gangster, Broto. Berani sekali kamu.”“Sekarang sudah tidak lagi. apalagi kamu sudah tidak sanggup untuk membiayai gangster kami. Kamu sudah tidak ada bedanya dengan wanita murahan!” Broto menyeringai. Puas menghina Catty.“Oh begitu! lantas kenapa kamu masih membawaku!” Catty geram.“Iya, buat apa lagi kalau tidak untuk senang-senang. Sayang sekali wanita seseksi kamu dibuang begitu saja.”Catty menatap tidak percaya. Betapa hari ini keadaan berbalik dengan sangat drastis. Mendapatkan cacian dari orang-orang yang dulu menjadi bawahannya.“Bajingan kamu, Broto! Turunkan aku seka
Alya dan Andrew berjalan beriringan menuju lobby. Setiap karyawan yang berpapasan menyapa dengan ramah. Ada di antara mereka yang berbisik. Menggagumi keserasian mereka.Andrew yang biasanya tampil dingin dan berwibawa, lebih mencair pagi ini. Tentu dia sangat bahagia didampingi oleh istri tercinta. Mereka merasakan sekali dampak perubahan sikap Andrew setelah menikah. Hanya Alya, wanita istimewa yang mampu menjinakkan si garang Andrew.Alya dan Andrew memasuki elevator prioritas, khusus untuk owner.Begitu pintu tertutup, Andrew langsung merangkul pinggang Alya dan menariknya lebih dekat. Hidungnya yang mancung itu terlihat mendekat ke leher jenjang Alya.“Mas, jangan begini dong. Ini kan area kantor.” Alya mengelak. Meski sebenernya, dia suka dengan perlakuan hangat suaminya itu.“Memangnya kenapa sih, Sayang? masak peluk istri sendiri tidak boleh.”“Bukan begitu, Mas. enggak enak saja kalau dili
“Mas Manto.”Ann memperhatikan Manto yang perlahan membuka mata. Rasa syukur tidak terhingga setelah sekian lama koma, akhirnya sadar juga. Hal yang sama dirasakan oleh ketiga istrinya itu.“Ann.”Mulut Manto bergetar. Wajah garang itu terlihat sendu. Air mata bercucuran saat melihat wanita yang dulu pernah dia sia-siakan datang untuk menjenguknya.“Maafkan atas semua kesalahanku Ann, aku berdosa telah menelantarkan kamu dan anak kita, huhuhu.” Manto terisak sambil merengkuh tangan lembut Ann.Ann juga tidak bisa menahan air mata haru. Dia sudah lama melupakan kejadian itu. Dan dia sangat senang saat dipertemukan kembali kepada mantan suaminya itu. Terlebih, dia sudah mau mengakui kesalahannya.“Sudahlah, Mas. yang lalu biarlah berlalu.”Manto terlihat celingukan ke sekitar. Mencari suatu sosok.“Kamu tidak membawa anak kita. Dia pasti sudah besar ya sekarang.”
“Andrew, anakku.” Manto yang duduk di kursi roda membuka tangannya lebar-lebar. Mengharap Andrew yang baru saja keluar dari elevator menghampirinya. Memeluknya. “Aku bukan anakmu.” Andrew tegas. Tidak peduli mau pria itua itu menangis. “Kamu anakku, Andrew. Darah yang mengalir di tubuh kamu berasal dari aku. Hasil tes DNA juga menunjukan hal yang sama,” imbuh Manto. “Whatever! Yang jelas sampai kapanpun aku tidak akan menganggap kamu sebagai ayah. Ayahku sudah lama meninggal.” Ruang tamu mendadak senyap, meskipun ada banyak orang di sana. Hanya terdengar suara Manto yang terisak penuh penyesalan. Sedangkan, Ann tidak bisa berbuat banyak. Dia tahu kalau hati anaknya begitu keras. Terlebih untuk pertama kalinya, dia bersua dengan Manto. “Ayah sangat jahat sama kamu. Darah daging ayah sendiri. Ayah menyesal. Ayah ingin memperbaiki semuanya, Andrew.” “Penyesalan memang selalu datang di akhir. Setelah bertahun-tahun kamu menghilang
“Mas, udah enggak tahan nih. Ke sini dong” ucap Fatimah di ujung telepon. Dia menggigit bibir mendengar suara bass yang begitu seksi di seberang sana.Telfon ditutup, dia langsung ke kamar mandi. Mencuci apa yang seharusnya dicuci. Memastikan seluruh tubuhnya wangi dan siap untuk disantap oleh lelaki pujaan.Dia menunggu dengan resah di dapur. Pandangannya tertuju ke arah pintu. Rasa yang tidak sabar membuat adrenalinnya terpacu. Sungguh tidak karuan dibuatnya.Matanya berbinar saat mendengar suara ketukan lirih dari pintu belakang. Tanpa menunggu lama, dia langsung menghampirinya dan membukanya. Terlihat Pria bertubuh padat dengan tonjolan berotot sana sini terlihat senyum ke arahnya. Hanya menggunakan singet loreng dengan celana pendak. Fatimah dibuat salah tingkah saat kumis tebalnya bergerak naik turun genit.“Suami kamu udah berangkat kerja?” tanyanya.
“Ibu sama siapa tadi?” tanya Fauzan dengan penuh selidik. Fatimah tidak segera menjawab. Nafasnya terengah-engah menikmati klimaks barusan.“T-tidak ada siapa-siapa kok Zan, Ibu tadi sendirian,” dusta Sang Ibu. Fauzan menatap ibunya lamat-lamat dan berjalan ke area dapur bahkan sampai membuka isi kamar mandi. Dia sangat yakin kalau ada orang lain di sekitar sana.“Kamu sedang cari apa, Zan?” hardik Fatimah dengan suara meninggi. Jantungnya berdebar kalau sampai anak itu memergoki Siswanto, selingkuhannya.“Tadi aku lihat ada orang lain di sini. Dia tadi ada di belakang ibu,” cetus Fauzan yang membuat Fatimah membelalakan mata. Ternyata anaknya tadi sempat melihat dirinya beradu dengan seorang Pria, Tapi sepertinya dia tidak menyadari kalau pria yang dimaksud adalah Siswanto tetangganya sendiri.“Mungkin kamu salah lihat, Zan. Dari tadi ibu sendiri
“Sekarang kamu sudah berani menyerang Mas ya,” ucap Siswanto yang menjeda serangan itu. Nafas mereka saling memburu.“Mas yang mulai dulu, masa aku diam saja.”“Bagus. Sering-seringlah seperti ini, supaya Mas semakin nafsu menyerang kamu, Fatimah yang liar.”Fatimah tidak menjawab. Dia menyerahkan bibirnya. Tanpa membuang waktu, Siswanto menyFatimahnya. Sungguh pagi itu rasanya luar biasa, di mana mereka bisa bersenggama karena saling suka. Berbeda dengan beberapa waktu yang lalu, Fatimah yang terpaksa melakukannya. Namun sekarang, dia terbawa oleh arus hasrat yang di bawa oleh Siswanto.Dengan bibir yang masih menyatu, Siswanto mengganti posisi dengan menindih. Sedangkan Fatimah yang tergencet oleh tubuh tambun hanya bisa pasrah. Terlebih saat sesuatu di bawah sana yang melesak.Semakin buas pertautan mereka, semakin cepat Siswanto memompa. Teriakan Fatimah hanya tertahan di ten
“Ayolah, Sayang. Sebentar saja. Setelah ini, Mas berangkat kerja lagi.”Fatimah tidak bisa berkutik tatkala sang suami mendorong pintu. Dia sudah berusaha sekuat mungkin untuk mengalihkan perhatian sang suami, tetapi semua serasa percuma. Dia membuang pandangannya tidak sanggup melihat apa yang akan terjadi.“Kok malah disitu? Ayo masuk?” Handoko yang sudah berada di dalam kamar. Menarik tangannya. Fatimah terlempar ke dalam dan melongo saat melihat ranjang yang sudah rapi kembali.Handoko langsung mendekapnya. Melakukan pemanasan ala kadarnya yang sama sekali tidak menggairahkan. Fatimah hanya memejamkan pasrah saat Handoko melepas dasternya dan membimbingnya untuk telentang di atas ranjang.Lima menit berlalu, Handoko sudah ambruk di atas dirinya. Fatimah bisa merasakan tubuh bagian depan sang suami bergerak naik turun. Sama seperti yang sebelum-sebelumnya, Handoko hanya mampu bermain singkat.Setelah cukup ber