Pria tua itu mengulurkan tangannya. Mengusap pipi Fatimah yang basah. Batin Fatimah menolak keras, namun tubuhnya seakan menikmati perhatian dari Siswanto. Terlebih tatapan matanya yang mampu membuatnya tenggelam akan syahwat yang begitu dalam.
“Kenapa menangis? Pasti karena apem yang gosong ya?” tebaknya. Apa-apaan ini, baru saja Fatimah merutuki hubungan terlarang dengan Siswanto, kini seolah dia dibuat tidak berdaya oleh senyuman yang sangat menawan.
“Tidak usah bersedih, sampai kapanpun Apemmu adalah yang paling terbaik, bahkan melebihi dari semua perawan yang ada di desa ini.” Fatimah sedikit bingung dengan maksud perkataan Siswanto sampai dia tersentak saat tangan liar menyusup begitu saja.
“Benar kan yang aku bilang, baru disentuh sedikit saja sudah basah kuyub seperti ini. hehe,” kelakarnya. Fatimah hanya memegang kedua pundak kokoh itu dengan pasrah. Sekuat apapu
“Bagaimana?” Fatimah terjingkat saat mendengar suara barinton dari belakang.“Mas Rizal!” pekiknya tertahan karena tangan kekar itu buru-buru membekap mulutnya.“Jangan keras-keras, Ayo masuk,” bisik Rizal lembut. Perasaan yang tidak terkendali yang membuat Fatimah hanya mengangguk dan mengikuti langkah Rizal masuk ke dalam rumah kosong itu.Fatimah salah tingkah. Mana mungkin dia bisa bersikap normal jika dihadapkan dengan Rizal, terlebih Fatimah sempat merasakan badan yang tercetak kokoh menempel dipunggungnya. Darahnya mengalir dengan cepat. Fantasinya kemana-mana.Fatimah dituntun untuk duduk di sofa. Sementara, Rizal menempatkan diri di seberangnya. Sosok gagah itu membungkukkan badannnya hingga condong ke arah Fatimah. Wajah merah tersipu tak mampu Fatimah sembunyikan.“Bagaimana? Kamu mau jadi pacarku?” tanyanya. Fatimah yang
“Sudah berapa kali kamu melakukannya dengan Siswanto?” cecar Dewi sambil menahan sesak di dada.“Hanya sekali, Bu.”“Bohong! Jawab yang jujur!” pekik Dewi histeris. Suara ibunya cukup melengking. Akan sangat berbahaya kalau sampai didengar oleh tetangga. Fatimah tidak punya pilihan lain selain mengatakannya sejujurnya.“Hampir setiap pagi, Bu, kalau rumah sepi.”Dewi menggeleng tidak percaya. Iblis apa yang merasuki anaknya sampai berani melakukan percintaan terlarang seperti itu.“Maafkan aku, Bu. Aku khilaf,” elak Fatimah. Bagaimana bisa dikatakan khilaf kalau dia sendiri menikmati setiap kedatangan Siswanto di rumahnya. Meski ada sesal, namun libido lebih mendominasi.“Saya bingung mau bicara apa, Fatimah. Yang jelas ibu sangat kecewa denganmu. Terlebih jika suaminya tahu…” kata-kata Dewi terjeda saat tubuhnya dihantam pelukan.“Fatimah mohon
“Woi! Mau ngapain kalian!” pekik suara barinton dari balik helm full face yang menggedor sisi dari angkutan. Siswanto mendecak kesal. Disaat dia sudah tidak sabar ingin melampiaskan hasrat, justru datang penganggu. Dia pun beranjak dari Fatimah untuk menghadap pria misterius itu. “Heh! Siapa kamu! Berani mengusik kesenangan saya,” ucap Siswanto sambil berkacak pinggang. Namun, beberapa saat kemudian dia tersungkur karena hantaman yang bertubi-tubi mengenai tubuhnya. Siswanto gelagapan, tidak mampu untuk membalas. Pria dihadapannya terlalu kuat. “Masih untung baru aku yang memergoki. Bagaimana kalau satu kampung. Bisa mampus kamu Siswanto!” bentak Pria itu yang sepertinya familiar bagi Fatimah. Dia pun segera turun sebelum Siswanto mati konyol di tangannya. “Stop! Jangan hajar Mas Siswanto!” Fatimah dengan sigap memegang tangan pria itu yang kemudian menatapnya seperti terkesiap. Sekarang Fatimah bisa tahu melalui sorot matanya, siapa pria itu.
Pria itu membawanya ke sebuah bangunan yang tinggi menjulang. Bisa dibilang khawasan elit karena di sekitarnya begitu banyak bangunan pencakar langit yang menjadi pusat bisnis dan perbelanjaan. Cukup strategis untuk area perkotaan. Fatimah tidak mampu membantah tatkala Pria itu memintanya untuk turun dari mobil. Sejenak, dia tercenung melihat area parkir itu di mana terdapat begitu banyak mobil mewah. Menandakan penghuni apartemen ini bukan kaleng-kaleng. Seketika Fatimah teringat dengan apartemen Andrew dan Manto yang dulu pernah direbutnya. Sebenernya, bisa saja dia berlaku jahat bagai mafia. Tetapi, dia lebih memilih menahannya. Ingin tahu seberapa kejam pria ini akan memperlakukannya. “Melamun saja, ayo ikut aku!” hardik Pria itu yang sudah berada beberapa meter di depan mobil. Fatimah yang terhenyak segera mendekatinya. Dia memegang erat tas jinjing dengan kedua tangannya. Hanya berisi perlengkapan sehari-sehari seadan
“Ini kamar kamu!” ketus Lily di depan sebuah kamar. Fatimah melihat wanita setengah baya itu yang terlihat membuang wajahnya, seperti jijik walau hanya sekedar bersitatap. “Makasih Bu,” Fatimah memutar gagang pintu dan membukanya. “Apa Ibu? Sejak kapan saya nikah sama bapak kamu. Panggil saya Kak, Kak Lily,” protes Lily dengan suara meninggi. Menyentak Fatimah yang akan masuk ke kamar. “Baik, K-kak Lily,” jawab Fatimah jengah. Sabar-sabar, kalau bukan dalam kondisi terdesak dan juga Lily yang lebih tua, sudah dia jahit mulut nenek lampir itu. “Kamu enggak ada pakaian yang lebih mendingan?” tanya Lily saat Fatimah meletakan tas jinjingnya di atas kasur. Baru saja dia akan menganggumi kamarnya yang luas dan cantik, suara cempreng itu kembali mengusik telinganya. Fatimah mencibir sambil menyudutkan matanya ke atas, baru kemudian dia berbalik arah sambil tersenyum yang dipaksa manis. “Enggak ada, Kak Lily. Yang saya pakai ini sud
Fatimah tidak berkutik. Dia tidak pernah tahu apa yang akan dilakukan pria ini nantinya. Kalau sampai dia mengelak, bagaimana dengan dirinya? Apakah dia akan selamat? Kancing baju sudah terlepas semua. Fatimah menariknya sampai baju tersebut melayang ke lantai. Giliran celana jeansnya. Tidak berlama-lama dia melepaskannya karena tidak mau Arya melakukan hal yang nekad. Tekanan benda tajam itu semakin terasa di nadinya. “Wow! Sexi!” gumamnya penuh kekaguman. Fatimah sekarang terpaku dengan pakaian dalam yang masih menempel ketat. Arya melepas benda tajam itu. Dia melangkah mundur. Menyaksikan keseksian Fatimah dengan lebih seksama. Fatimah tahu dari mata liar yang berbinar itu sepertinya dia sudah ingin sekali melahapnya, Namun Fatimah mencari cara supaya Arya tidak melakukan itu. “Tolong, Pak Arya ingat dengan perkataan Bapak tadi, bahwa Bapak tidak akan menyentuh saya.” Wajahnya berubah geram. Namun, dia sepertinya menimbang apa yang dikatakannya tad
“T-tuan,” ucap Fatimah terbata. Bagaimana dia bisa berkata dengan jelas kalau Arya menyerangnya dengan sentuhan tepat di daerah sensitivenya, Mulai dari belakang telinga, lehernya yang jenjang, sampai ke pangkal kaki. Fatimah merasakan sensasi luar biasa, bahkan Siswanto saja tidak mampu melakukan foreplay sampai sedemikian kasar dan menyeluruh.“Akan kubuat kamu melayang Fatimah, kamu tidak tahu cara main saya.” Fatimah menjawab dengan lenguhan. Pegangan tangan Fatimah yang berusaha mengelak justru membuat Arya semakin beringas. Pria itu sepertinya sudah sangat kehausan sekali.Tiba-tiba terdengar pintu terbuka, diiringi dengan suara gerabah yang jatuh. Fatimah yang terkesiap melihat ke arah Fatimah yang terperanjat melihat adegan panas itu. Matanya terbelalak sambil menutup mulut.“Tuan, ada Fatimah.” Seakan sudah terbawa nafsu, Arya tidak menggubrisnya. Baginya sekarang tubuh aduhai Fatimah lebih penting dari sekedar menghi
Lily tersentak saat melihat Fatimah yang baru saja keluar dari kamar Arya, seketika dia memicingkan mata,“Berani-beraninya kamu merebut posisiku.” Lily menggulurkan kedua tangannya, berusaha untuk mencekik Fatimah. Fatimah yang panik tidak kehilangan akal. Dia mengambil selangkah di depan pintu sambil berteriak.“Tuan Arya, tolong. Lily mau mencekik saya!”Pekikan Fatimah membuat Arya tergeragap. Dia langsung melompat dari ranjang. Dengan tubuh yang tanpa sehelai benang pun, dia melangkah menuju pintu. Langsung memasang wajah murka kepada pembantu yang sudah berumur itu.“Jangan usik dia Lily! Kamu mau saya pecat hah!” bentaknya, Fatimah yang bersembunyi di balik punggung Arya, tersenyum sinis.Lily yang seakan tidak percaya melihat perlakukan kasar Arya. Untuk pertama kalinya dia bekerja di sini, tidak pernah Arya membentaknya bahkan sampai mengancam akan memecatnya. Dia tahu selain mengurus segala keperluan di