Share

Bab 2

Penulis: NingrumAza
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-22 18:18:23

Acara reuni berlangsung lumayan seru. Ada beberapa sesi acara yang berlangsung meriah. Sambutan lucu dari beberapa angkatan membuat suasana tidak membosankan. Aku yang sama sekali tidak mengenal mereka pun ikut terhibur dan menikmati acara ini.

Hingga sekitar pukul dua belas malam lebih sedikit acara usai. Satu persatu sudah lebih dulu pulang terutama mereka yang membawa anak kecil atau yang meninggalkan anaknya di rumah. Namun, beberapa yang masih belum punya momongan seperti aku dan Mas Juna masih betah ngobrol dan berbincang dengan teman mereka jaman dulu, termasuk Hanum. Mungkin dia belum punya momongan juga, atau jangan-jangan dia masih jomblo? Ah, bukan urusanku.

"Jun, nanti kita mampir ke kafe 24 jam yuk. Sekalian nostalgia. Sekarang makin rame dan seru loh tempatnya." Hanum mengajak suamiku sambil meraih pergelangan tangan Mas Juna.

Tidak tahu malu sekali, bahkan di depan banyak orang yang masih mengobrol.

"Oh ya? Bo--"

"Mas ..." Aku tak mau kalah dari Hanum. Kupotong ucapan Mas Juna, kutarik tangannya hingga menempel di dadaku lalu bersandar di pundaknya seraya berbisik, "Aku dah ngantuk, pengen tidur di peluk Mas."

Mas Juna bereaksi. Dia melepaskan tangan yang dipegang Hanum lalu mengelus kepalaku. "Ya udah kita pulang, ya."

Aku mengangguk manja dengan posisi masih bersandar. Tak ku pedulikan bagaimana wajah Hanum juga penilaian mereka tentang aku. Terserah mereka mau bilang aku lebai atau manja, yang jelas aku ingin mata Hanum terbuka bahwa aku ini prioritas seorang Arjuna Abimana sekarang.

"Kalau begitu aku ikut, ya. Emangnya kamu tega, Jun, membiarkan aku pulang sendirian malam-malam begini?" Tiba-tiba Hanum juga bersikap manja pada Mas Juna.

Hemmm, masih tak mau kalah rupanya.

"Boleh, dong." Tanpa pikir-pikir atau meminta persetujuan dariku Mas Juna langsung mengiyakan permintaan Hanum.

"Kamu gak keberatan 'kan, Wulan?" Hanum pura-pura meminta pendapatku. Aslinya aku yakin dia sedang meledekku karena Mas Juna masih peduli terhadapnya.

"Sebenarnya aku sih keberatan, karena aku ingin ke suatu tempat dulu sama suamiku. Tapi karena aku orang yang baik, jadi ya udahlah. Kasian juga kamu. Mana bajumu kurang bahan gitu, takutnya nanti masuk angin kalau gak segera pulang dan ganti baju," selorohku.

"Sayang ... Kamu ada-ada aja." Mas Juna mencubit gemas hidung mungilku.

Sedang Hanum terlihat tak suka. Namun, detik berikutnya dia tersenyum. "Kamu benar, Wulan. Aku memang kedinginan sekarang. Ah, aku salah kostum ternyata. Bagaimana kalau aku pinjam blazermu, Jun?"

Perempuan di depanku rupanya benar-benar tak tahu malu dan tak tahu diri. Ada aja tingkahnya untuk bersaing denganku.

Hello ... Dia suami orang loh. Ada istrinya pulak di sampingnya. Bisa-bisanya kamu bersikap seperti itu. Tak punya malu ya?! Sayangnya aku hanya bisa berucap dalam hati.

"Boleh." Mas Juna bergerak melepaskan blazernya lalu memberikan pada Hanum. "Nih pake aja."

What! Mas Juna dengan gampangnya memberikan blazernya pada perempuan lain ... Di depanku ...

Aku shock sih. Kaget, benar-benar kaget, tapi aku harus tetap bersikap tenang. Sepertinya mereka memang sangat akrab dulunya, dan mungkin akan berlanjut hingga sekarang dan seterusnya jika tak segera ku atasi.

Kini Mas Juna hanya memakai kaos pendek warna putih. Kaos hadiah dariku saat bulan madu ke Bali kemarin.

"Terima kasih, Jun. Kamu memang masih seperti yang dulu." Hanum terlihat sangat gembira menyambut baju tebal pinjaman suamiku.

"Hanum benar, ternyata Juna masih bersikap seperti kacung seperti dulu. Padahal udah nikah loh. Minimal jaga lah perasaan istrinya. Atau kalau gak bisa jaga, buat aku ajalah." Salah satu pria yang sedang duduk tak jauh dariku dan mas Juna berceletuk.

Tadi dia bilang kacung? Mas Juna jadi kacung Hanum seperti dulu? Hmmm, sepertinya memang ada sesuatu di antara Mas Juna dan Hanum. Aku akan mencari tahu.

"Diem loe, Kampret." Mas Juna tak terima.

"Udahlah jangan di dengerin. Bobi emang sirik aja dari dulu," ucap Hanum. "Yuk, jalan," sambungnya.

Jadi pria itu namanya Bobi. Oke, aku akan ingat-ingat wajah dan namanya. Siapa tahu suatu saat berguna.

"Ayuk, Sayang." Mas Juna menepuk pinggangku lalu berjalan sambil merangkulku.

Aku hanya bisa menurut sambil menghela napas.

Saat sampai di parkiran gedung acara, Hanum yang berjalan di depan terlihat mendatangi sedang berbicara seorang laki-laki agak tua yang berdiri di dekat mobil mewah.

"Siapa dia, Mas?" tanyaku pada Mas Juna sambil terus memperhatikan Hanum dan pria tua itu.

"Namanya Pak Sapri, supir Hanum."

"Lah dia bawa supir ngapain ikut kita, Mas?" Aku melayangkan sedikit protes. Kupikir Hanum bakal pulang naik taksi atau dijemput seseorang, makanya aku mengiyakan walau dengan berat hati. Eh, gak taunya dia ada supir yang sudah menunggunya.

"Gak pa-pa, Sayang. Mungkin dia lagi pengen. Gak tiap hari juga, kok." Mas Juna berujar sangat enteng.

Iyalah gak tiap hari, orang acara reuni juga gak tiap hari. Lagi-lagi aku hanya bisa menggerutu dalam hati.

"Padahal mobilnya lebih bagus loh, Mas, dari pada mobil kita," celetukku lagi.

"Hemmm." Mas Juna hanya bergumam.

Oke. Aku mulai BT sekarang. Aku menoleh pada Mas Juna, memberikan tatapan tajam sembari bersedekap dada.

"Kenapa memandangku seperti itu?" tanyanya.

"Hemmm," balasku menirunya.

"Balas dendam nih, ceritanya." Mas Juna mencolek punggungku.

Aku masih BT.

"Mas kedinginan nih. Makanya Mas diem aja. Masuk mobil, yuk," ujarnya.

"Salah sendiri sok-sokan ngasih blazer ke orang." Aku menggerutu untuk ke sekian kalinya sambil berjalan lebih dulu menuju mobil Avanza milik Mas Juna.

Mas Juna membukakan pintu mobil untukku. Aku bersiap untuk masuk, tapi tiba-tiba seseorang menyerobot masuk dan duduk di kursi dekat dengan kursi kemudi.

Siapa lagi kalau bukan Hanum.

"Aku mau duduk di depan," celetuknya enteng.

.

.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 67

    "Seharusnya aku memukul kepalamu itu dengan batu biar sadar diri! Sebagai seorang wanita, apakah harga dirimu sudah hilang, Hanum?" ucap Wulan. Pembawaannya tetap tenang, tetapi menohok."Apa yang kamu lakukan, perempuan sialan? Kamu nampar aku?!" Hanum bersiap balas menampar Wulan. Tangannya sudah terangkat, tetapi segera aku tahan."Tidak ada yang boleh menyakitinya!" ucapku penuh penekanan.Hanum seolah tak percaya. "Juna, kamu bela dia di depanku?""Kenapa? Mas Juna suamiku, sudah seharusnya dia membelaku. Dan, ya ...." Wulan menjeda ucapan. "Kamu jangan pernah mimpi menjadi yang kedua atau selingkuhn suamiku, karena itu tidak akan terjadi."Hanum tersenyum miring. "Oh, ya? Kita lihat saja nanti.""Lihat apa? Lihat berapa lama kamu akan berada di balik jeruji besi, begitu? Atau, lihat siapa laki-laki yang mau sama narapidana? Hmmm, yakin ... Masih percaya diri? Kalau aku jadi kamu sih aku bakalan malu banget ya. Minimal tobat 'lah, siapa tahu Tuhan masih berbelas kasih memberikan

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 66

    "Bukan," jawabku tenang. "Mas hanya ingin kita memulai dari awal, tanpa ada rahasia lagi di antara kita." Sebelum aku membawanya ke suatu tempat, aku sengaja mengajak dia terlebih dahulu untuk menemui Hanum. Ada hal yang harus aku selesaikan dengannya.Meski ekspresi Wulan masih dipenuhi tanda tanya, aku tak memberinya penjelasan lebih lanjut. Tanpa banyak bicara, kugandeng tangannya dan mengajaknya turun dari mobil, masuk ke dalam gedung.Setelah mendapat izin dari petugas, aku dan Wulan duduk berdampingan di bangku panjang ruang tunggu, menanti giliran untuk bertemu dengan wanita itu.Tak lama kemudian, giliran kami tiba."Juna, kamu datang?" Hanum menyambutku dengan senyum merekah. "Aku tahu kamu pasti mau bebasin aku, kan?" lanjutnya seraya duduk di depanku dan Wulan.Aku mencoba tersenyum simpul. Menarik napas sebelum mulai berbicara. Sementara Wulan, dia terlihat begitu tenang di sampingku."Maafkan aku, Hanum. Hukum harus tetap berjalan sesuai prosedur. Aku ke sini untuk --""P

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 65

    "Brengsek kalian semua. Awas saja, ini belum berakhir. Tunggu pembalasanku!" Hans berteriak marah saat polisi menyeretnya. Dia terus meronta, tak terima dengan semua ini. Sebelum melakukan segala sesuatu, bukankah kita dianjurkan untuk memikirkan sebab akibatnya? Seharusnya dia tahu konsekuensi apa yang akan diterima atas kejahatannya ini. Bukan malah tak terima begitu. Aneh."Ibu di sini, Nak." Suara ibu tiba-tiba terdengar dari arah luar. Seketika itu aku menoleh, begitu juga Wulan dan yang lainnya."Ibu." Aku berlari menghampiri. "Ibu gak kenapa-kenapa, kan?" tanyaku seraya menelisik wajah dan anggota tubuh ibu."Alhamdulillah, mereka gak nyakitin ibu. Nak Bobi sangat baik kok sama ibu."Aku menoleh pada Bobi."Mana mungkin gue mau nyakitin orang tua yang dulu pernah memberiku makan dan tempat tidur?" ujar Bobi. Dia terkekeh kecil.Ternyata Bobi masih mengingatnya. Dulu dia memang sering di rumahku sampai ibu sangat dekat dengannya. Apapun dan di manapun, kebaikan pasti selalu me

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 64

    POV Juna Hans baru saja menghubungiku. Laki-laki pengecut itu menyandera ibuku dan imbalannya adalah dokumen perusahaan Wulan. Sayangnya dia salah besar. Aku tidak mungkin akan menghancurkan istriku sendiri, tetapi aku juga tidak akan membahayakan ibuku. Bagaimana pun caranya, aku harus menyelamatkan keduanya.Setelah menenangkan Wulan, aku menghubungi Pak Adnan untuk mengamankan Wulan dan menyelesaikan masalah ini.Chiiit!Kuinjak pedal rem begitu sampai di halaman gudang tua setelah menempuh perjalanan dua puluh menit dengan kecepatan tinggi. Gegas aku keluar mobil. Mengambil sebatang rokok dalam saku celana dan menyalakannya, lalu berjalan menuju gudang, tempat di mana Hans memintaku bertemu."Aku tidak salah duga, kamu pasti akan datang." Hans sudah menyambutku begitu aku masuk gedung. Dia duduk santai ditemani lima orang berbadan kekar yang berdiri di belakangnya.Aku menyesap rokok, lalu menghembuskan. "Tentu. Aku bukan pecundang sepertimu," balasku.Hans terkekeh. "Kau hanya b

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 63

    "Apa sih, Dek? Yuk makan dulu." Dia malah bersikap santai seraya mencomot gorengan di depannya. "Selesai makan, Mas akan ceritakan semuanya."Mendengar itu aku pun tak bisa berbuat banyak. Bukankah laki-laki kalau sedang lapar memang tak bisa diganggu? Pikirannya pun akan sulit digunakan jika perutnya dalam keadaan kosong. Itu menurutku aja sih.Kami pun akhirnya makan terlebih dahulu, meski rasanya terasa begitu hambar bagiku.Beberapa menit kemudian piring Mas Juna sudah kosong. Dia sedang minum dan aku semakin tak sabar mendengarkan dia bercerita."Buru, Mas. Aku sudah gak sabar. Jangan berkelit lagi ya!" ucapku."Hmmm, baiklah." Dia mengelap mulutnya dengan tisu lalu menatapku. "Apa yang ingin Adek ketahui, Hem?""Semua yang bersangkutan dengan Hanum!"Dia mengangguk. "Sedikit banyak pasti kamu sudah tahu tentang kedekatan kami. Dan semua hanya sebatas teman tidak lebih.""Bukan itu. Ish!" "Sabar dong, Dek." Kemudian dia melanjutkan ceritanya."Setelah mengetahui fakta tentang s

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 62

    "Lin, mungkin gak sih Hanum sebenarnya sudah menyiapkan rencana lain untuk menghancurkanku? Firasatku kok gak enak ya?" ungkapku saat sudah berada di dalam perjalanan pulang.Lina yang sedang menyetir menoleh padaku sekilas. "Mungkin saja. Dari nada ancamannya, ada hal yang janggal yang seperti sudah terencana. Sebaiknya kamu harus lebih waspada. Ceritakan semuanya pada Paman Bamantara untuk antisipasi.""Ya, kamu benar. Semua masalah ini harus segera tuntas. Aku ingin menjalani rumah tangga dan membesarkan anak-anakku dengan tenang."Setelah itu aku mengambil handphone dalam tas, berniat menghubungi Paman.Dalam dering pertama, panggilanku langsung mendapat jawaban."Assalamualaikum, ya, Wulan. Ada yang bisa paman bantu?" ucapnya."Waalaikumsalam. Ada, Paman. Ada yang mau Wulan sampaikan pada Paman..."Kemudian aku menceritakan tentang perkataan Hanum tadi. Aku juga mengungkapkan perasaanku yang mendadak cemas."Begitu, Paman. Wulan khawatir, Hanum sebenarnya punya rencana lain, dan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status