Pelakor Itu Ternyata Bawahanku

Pelakor Itu Ternyata Bawahanku

last updateLast Updated : 2025-05-01
By:  NingrumAza Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 rating. 1 review
60Chapters
2.3Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Apa jadinya jika perempuan yang mengincar suami kita itu ternyata karyawan di perusahaan milik keluarga kita? Kayaknya bakal seru kalau kita kerjain dia habis-habisan, apalagi jika wanita gatal itu bersikap congkak dan sombong! Hal itulah yang terjadi pada kehidupan Wulan Handayani Aditama kala menghadapi wanita yang menyebut dirinya sebagai sahabat suaminya! Lantas, bagaimana keseruan cerita Wulan?

View More

Chapter 1

Bab 1

"Juna, jangan bilang dia ini istrimu. Ck! Seleramu rendah sekali!"

Sontak aku mendongak kaget mendengar suara nyaring itu. Seorang wanita cantik dengan pakaian kurang bahan melangkah mendekat. Senyumnya mengembang, tapi sorot matanya tajam ke arahku.

Mas Juna, suamiku, hanya tertawa kecil.

"Hanum, jangan bercanda. Wulan ini istriku."

"Ah, aku kira kamu masih sendiri."

Aku hanya tersenyum meski hati terasa berdesir. Wanita ini siapa? Kenapa memandangku seperti musuh?

"Wulan, kenalkan ini sahabat Mas, namanya Hanum," ucap Mas Juna memperkenalkan diriku padanya.

Apakah pakaian yang ia kenakan tidak terlalu terbuka untuk sekedar acara reuni sekolah seperti ini? Bagian da danya dibiarkan terekspos, juga lengan mulus hingga keti aknya terlihat jelas. Apa dia tidak masuk angin nantinya memakai pakaian seperti itu? Apalagi malam ini cuacanya cukup dingin.

"Hai, Mbak. Namaku Wulan." Aku menyapa terlebih dahulu seraya mengajaknya bersalaman.

"Hai," sahutnya sangat singkat. Tangan mulusnya menyambut uluran tanganku sekilas. Ya, hanya sekilas saja.

"Ya sudah kalian ngobrol dulu, ya. Aku mau ke toilet sebentar," ucap Mas Juna lalu ia berbalik hendak melangkah meninggal aku dan perempuan yang dia bilang sahabatnya ini.

"Hei, tunggu dulu." Tiba-tiba Hanum menggapai telapak Mas Juna dan menggenggamnya. "Mau ditemenin gak?" sambungnya bernada manja.

Apa katanya? Temenin? Seorang wanita menawarkan diri menemani seorang laki-laki ke toilet. Apa tidak salah? Aneh sekali.

"Eits, sekarang udah enggak lagi. Udah berani dong," sahut Mas Juna yang mempertegas bahwa Hanum memang pernah menemaninya ke toilet.

Dan yang membuatku semakin heran, Mas Juna diam saja saat tangannya digenggam. Bahkan yang aku lihat, dia justru balik menggenggam tangan perempuan itu.

"Ehm! Sepertinya aku juga ingin ke toilet, Mas. Aku ikut ya. Nanti kamu antar aku ke toilet wanita terlebih dahulu." Tidak hanya menggenggam, aku bahkan mengapit lengan Mas Juna, mempertegas bahwa aku lebih berhak atasnya.

Berhasil, akhirnya genggaman itu terlepas. Tangan yang semula wanita itu kuasai, kini berpindah mengelus pucuk kepalaku yang tertutup hijab.

"Iya, boleh. Yuk," ucapnya.

Kulirik Hanum mencebik kemudian tersenyum miring.

Aku tak peduli. Aku mengayunkan langkah mengikuti Mas Juna dengan tangan yang masih mengapit lengannya.

***

"Gimana rasanya nikah sama Arjuna?"

Saat aku sedang membetulkan hijab di depan cermin, Hanum tiba-tiba muncul entah dari mana arahnya. Yang pasti, tiba-tiba saja dia sudah berada di belakangku.

"Alhamdulillah bahagia. Mas Juna orang yang romantis dan penyayang," sahutku seraya melirik padanya.

Hanum berdiri tepat di sampingku. Melihatku dari balik kaca dengan tatapan sedikit tajam lalu tersenyum miring. "Romantis? Tentu saja. Aku pernah merasakannya."

"Merasakannya?" Aku mengulang kata terakhir yang dia ucapkan sebagai tanya. Meskipun agak aneh sebab dia cuma sahabat Mas Juna. Atau mungkin dia mempunyai rasa yang lebih? Atau jangan-jangan ...

"Iya. Aku satu-satunya sahabat perempuan yang dia miliki. Dia sangat perhatian dan sayang sama aku. Hampir tiap hari dia menjemputku ke sekolah dengan sepeda motornya. Kalau malam Minggu kita juga jalan bareng," terangnya sambil tersenyum bangga.

"Oh, ya? Waw, ternyata aku menikahi pria yang tepat, ya? Kamu saja sampai baper. Padahal kamu cuma temen loh, apalagi sama aku yang notabenenya adalah orang yang dicintainya." Skakmat. Aku ingin menyadarkan dia bahwa akulah orang yang berhak mendapatkan kasih sayang Mas Juna sekarang dan selamanya.

"Hem." Dia terkekeh kecil. "Yakin dia tulus padamu? Pernikahan kalian baru menghitung bulan loh."

Benar. Aku dan Mas Juna memang baru dua bulan menikah. Itu pun jalan ta'aruf. Tak ada perkenalan khusus sebelum akhirnya kita memutuskan untuk menikah. Aku hanya yakin dengan kekuatan do'a yang ku panjatkan setiap malam untuk diberikan jodoh yang sholeh, dan pasti Allah kabulkan. Dengan jalan mempertemukan aku dan Mas Juna hingga kami akhirnya menikah, aku percaya ini memang yang terbaik untukku.

"Kamu pasti ragu 'kan? Berapa lama kamu kenal dengannya?" Hanum kembali melontarkan tanya karena aku hanya diam.

Aku segera menyadarkan diri dan menanggapi wanita bergaun merah yang terekspos dada dan punggungnya ini.

"Oh, tidak. Aku tidak ragu sama sekali. Mas Juna adalah jawaban atas do'a yang aku minta, dan aku tidak pernah meragukan kuasa Allah. Jika dia bukan jodoh terbaikku, Allah tak mungkin menyatukan kami." Aku mengucapkannya sambil tersenyum manis. Senyum manis melebihi gula.

"Percaya diri sekali kamu. Memangnya semua yang Tuhan berikan pada manusia itu adalah sebuah jawaban do'a? Bisa saja 'kan justru itu sebuah ujian? Siapa tahu suatu saat kalian bercerai."

"Kamu benar, Mbak, tapi aku juga percaya bahwa setiap ujian yang Allah berikan sudah sepaket dengan jalan keluarnya. Jadi, aku rasa terlalu pendek jika kamu langsung mengarah ke perceraian. Setiap manusia hidup apalagi sebuah pernikahan memang selalu ada aja ujiannya, Mbak." Aku semakin tersenyum manis, sementara dia mulai berekspresi tak suka.

Hanum menghidupkan keran di depannya lalu mencuci tangan, kemudian setelah selesai dia menghadapku. Aku ikut menghadapnya. Kini kami saling berhadapan.

"Kita lihat saja sampai mana kamu akan bertahan dengan ujian itu. Aku dan Juna sudah saling mengenal lebih dari enam tahun, dan hanya aku yang paling mengerti bagaimana dia. Dan aku pastikan, hanya aku yang bisa membahagiakan dia, bukan kamu!"

Ciprat!

Dengan tidak sopan dia mencipratkan sisa air yang menempel di tangannya pada wajahku hingga mataku reflek terpejam, lalu dia melenggang pergi begitu saja tanpa rasa bersalah.

Aku hanya menggelengkan kepala melihat tingkahnya. Begini kah sahabat suamiku yang sering ia ceritakan padaku akhir-akhir ini?

Hem ... Baiklah, sepertinya aku juga akan senang bermain dengannya.

.

.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Azzurra
Mantap, keren Thor.
2025-04-22 21:18:17
0
60 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status