Share

Maksud Tersembunyi?

Penulis: Melika Sun
last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-18 12:41:47

"Sekali lagi kau berani menyentuhnya, aku tidak akan segan menendangmu keluar dari rumah ini!" sentak Arfa.

Mengempaskan tubuh Laura kelantai dengan kasar.

Puas melampiaskan kemarahannya, Arfa meninggalkan Laura begitu saja. Tidak peduli dengan jerit tangis wanita itu. Justru Arfa tersenyum bahagia. Kepuasan tergambar di wajahnya. Sakit yang di rasakan Aleena telah ia balaskan. Begitu fikirnya.

Melajukan mobilny kembali ke rumah sakit, meninggalkan rumah mewah yang tidak pernah memberinya rasa bahagia sejak ia terbangun dari koma. Arfa berharap setelah ini Laura tidak akan berani macam-macam lagi dengan Aleena.

Setelah kepergian Arfa, Laura bangkit, berjalan tertatih menuju kamarnya. Luka di wajah dan sekujur tubuhnya, tidak dapat mengalahkan rasa sakit dan luka di hatinya.

Tersenyum miris di depan cermin, menatap pantulan wajahnya yang teramat menyedihkan. Tangannya terulur ke permukaan cermin, mengusap pantulan wajah lalu bertanya padanya, "Apa kau sudah kalah kali ini, Laura?"

Menjulurkan kepalanya ke depan, nyaris menyentuh bayangannya sendiri di permukaan cermin. "Aku? Kalah? Seorang Laura kalah dari jalang miskin tidak tau diri itu?"

Hahaha

Tiba-tiba saja wanita itu tertawa, mengerikan. Mengabaikan rasa sakit di sudut bibirnya yang pecah.

"Jika Alisya dapat dengan mudah aku singkirkan, apatah lagi hanya seorang jalang miskin seperti Aleena?"

Menyeringai lebar, lalu kembali memundurkan kepalanya ke belakang.

"Kita lihat, sampai di mana kau bisa bertahan," desis Laura.

Wanita itu bangkit sambil bersenandung kecil, seolah tidak terjadi apa-apa dengannya. Berjalan menuju lemari pakaiannya, lalu mengambil sebuah gawai yang selama ini ia sembunyikan. Tidak ada yang tau.

Laura segera mengetik sebuah pesan, lalu mengirimnya ke nomer asing.

[Aku ingin kau melakukan sesuatu untukku]

Tidak perlu menunggu lama, sebuah balasan langsung di terimanya.

[Katakan]

[Aku ingin kau menghabisi seseorang!]

**** ****

Begitu sampai di rumah sakit, Arfa bergegas turun. Setengah berlari menuju ruang perawatan Aleena. Tidak mendapat kabar tentang Aleena beberapa jam saja membuat pria itu begitu risau.

"Apa yang terjadi? Apa Aleena belum sadar juga?"

Gurat kecemasan tergambar di wajah pria berhidung mancung itu, tatkala melihat Dokter dan beberapa orang perawat sedang memeriksa keadaan Aleena di dalam.

"Aleena baru saja siuman, dia mengeluhkan rasa sakit di kepalanya. Dokter sedang memastikan keadaanya. Kau tidak perlu kuatir," jawab Alex.

Huufft.

Pria itu menghembuskan nafas lega. " Syukurlah kalau begitu," ucapnya.

"Apa urusanmu sudah selesai?"

Menoleh ke arah Alex, lalu tersenyum miring. "Aku sudah memberinya pelajaran, harusnya wanita itu jera," jawab Arfa.

"Aku harap begitu," sahut Alex, tersenyum samar. "Sepertinya kau perlu mengukuhkan kedudukan Aleena di sampingmu, agar Laura tidak berani macam-macam dengannya," lanjut Alex.

Arfa terdiam sesaat, mencerna maksud perkataan asisten sekaligus sahabatnya itu.

"Kau benar sekali. Aku akan memaksa Aleena agar mau menikah denganku," desis Arfa.

Alex kembali tersenyum penuh arti. "Buat ia mempunyai kuasa dan kedudukan yang lebih tinggi dari Laura, dengan begitu Aleena mempunyai kekuatannya sendiri," kata Alex.

"Tentu saja. Aku akan melakukan apapun untuk membahagiaknnya."

Tidak lama pintu terbuka, Dokter dan bebeapa perawat muncul dari dalam.

"Bagaimana keadaan istri saya, Dokter?" tanya Arfa, tidak sabar.

Istri?

"Pasien sudah sadarkan diri, jika dalam beberapa jam ke depan masih merasakan pusing dan muntah, kita akan lakukan CT scan. Untuk saat ini, biarkan pasien beristirahat dulu," terang Dokter tersebut dengan ramah.

"Baik, Dokter. Terima kasih," ucap Arfa.

Bergegas masuk ke dalam, tanpa menunggu Dokter dan perawat meninggalkan tempat itu terlebih dahulu.

Senyum terukir di wajah di Aleena, begitu melihat kedatangan Arfa.

"Sayang," lirih Arfa.

Mencium kening Aleena dengan lembut. Lalu duduk di samping wanita cantik itu. Diraihnya tangan Aleena, membawanya ke dalam genggamannya.

"Maaf, jika aku datang tepat waktu, tentu kau tidak akan mengalami hal ini, sayang" kata Arfa, penuh penyesalan.

Aleena tersenyum lembut. Senyum yang selalu membuat Arfa merasa tenang di sampingnya. Senyum yang membuat Arfa tidak bisa jauh darinya.

Mengusap punggung tangan Arfa dengan lembut. Aleena berkat, "Mas Arfa tidak bersalah, tidak perlu meminta maaf. Mungkin sebaiknya aku yang harus tau diri."

Kesedihan tergambar jelas di wajah cantik itu. Menyiratkan rasa ketidak berdayaan akan keadaanya. Menyamarkan maksud tersembunyi di dalam hatinya.

"Tidak sayang, kau tidak boleh berkata seperti itu. Aku sudah memberinya pelajaran yang setimpal, dia tidak akan berani menyakitimu lagi."

"Tapi dia sudah menyakiti perasaanku, Mas. Aku begitu terhina dengan perlakuannya," cicit Aleena, mengalirkan air mata kesedihan di wajahnya.

"Sssttt, jangan menangis, sayang. Jangan menangis." Mengusap air mata pada wajah Aleena. "Aku akan melakukan apa saja, agar sakit hatimu terbalaskan," imbuhnya.

Seorang Arfa tentu tidak akan rela melihat wanitanya menangis. Apapun akan ia lakukan untuk mengembalikan senyum di wajah cantik itu.

"Walau sakit hatiku terbalaskan, tapi wanita itu akan selalu menindasku. Lalu apa dayaku yang hanya seorang wanita miskin tidak punya apa-apa?"

Aleena terisak pilu. Menorehkan rasa tidak rela di hati Arfa. Pria itu telah bertekad akan memberikan apa saja untuk wanitanya.

Arfa mencondongkan tubuhnya ke depan, membelai lembut wajah Aleena, lalu berkata, "Katakan, sayang. Apa yang kau inginkan? Akan ku pastikan untuk mewujudkan semua keinginanmu."

Berkata dengan sebuah keyakinan. Tidak ada yang Arfa inginkan saat ini selain kebahagiaan wanita di depannya.

"Aku lelah Mas. Aku ingin beristirahat dulu," lirih Aleena.

Membalikkan tubuhnya memunggungi Arfa, lalu berpura-pura memejamkan kedua matanya.

Wanita itu sengaja bersikap abai dengan ucapan Arfa, ia ingin agar pria di sampingnya semakin merasa bersalah dan berfikir jika ia akan meninggalkannya.

"Baiklah, sayang. Kita akan membahasnya nanti. Tidurlah, aku akan menemanimu."

Mengambil tempat di samping Aleena, lalu berbaring memeluk wanita itu dari belakang.

"Aku akan mewujudkan semua keinginanmu, jangan pernah berpikir untuk meninggalkan aku," bisik Arfa di telinga Aleena.

Wanita itu tersenyum samar. Perasaan bahagia menyelimuti hatinya. Arfa sudah berada di dalam genggamannya, tinggal memikirkan cara, bagaimana membuat hidup Laura jungkir balik secepatnya.

Tidak lama kemudian keduanya terlelap bersama dalam mimpi. Hingga tidak menyadari kehadiran seorang Dokter di samping mereka.

Dokter dengan gelagat yang sangat mencurigakan, bersiap menyuntikkan sesuatu di botol infus yang tergantung di samping Aleena.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pelakor Kesayangan Tuan CEO   Emir dan Ariz

    Tubuh Tuan Melviano langsung digotong ke atas brankas, dan di bawa keluar menuju unit gawat darurat.Pria itu jatuh pingsan sesaat setelah anak keduanya lahir. Dia pingsan bersamaan dengan istrinya. Sangat kompak, bukan?"Apa aku perlu menelpon dokter Anda, Tuan?" tanya Hangga setelah Tuan Melvin sadarkan diri.Melihat tuannya jatuh pingsan dengan wajah pucat, membuat Hangga langsung diliputi kecemasan."Tdak perlu, ini tidak ada hubungannya dengan penyakitku. Aku pingsan karena aku tidak kuat melihat penderitaan yang sedang dirasakan oleh istriku. Ia sampai bertaruh nyawa, demi melahirkan anak-anakku," sahut Tuan Melvin terdengar lemah.Pria itu perlahan bangkit, dan berniat turun dari atas tempat tidur. Ia sudah tidak sabar untuk melihat istrinya dan kedua bayi kembarnya."Tunggulah sebentar lagi, Tuan. Kau masih terlihat lemah, jika Nyonya melihatmu seperti ini, dia pasti akan berfikir yang tidak-tidak," ujar Hangga, mencoba mencegah niat tuannya yang akan pergi menemui istrinya.T

  • Pelakor Kesayangan Tuan CEO   Tidak jadi Surprise

    Tuan Melvin mengecup bahu istrinya yang terekspos. Mereka baru saja selesai mandi bersama dan saat ini sedang berdiri di depan sebuah cermin besar, yang memantulkan seluruh bagian tubuh mereka.Tuan Melvin berdiri di belakang Berlian, sambil memeluk tubuh wanita itu dari belakang. Tangannya sejak tadi tidak mau berhenti, mengusap dan membelai setiap bagian tubuh Berlian yang menonjol."Sebentar lagi kita akan menjadi orang tua, sayang. Aku sudah tidak sabar lagi menanti anak kita lahir ke dunia ini," ucap Tuan Melvin kembali mengecup bahu istrinya dengan lembut."Hanya tinggal menghitung hari, Tuan Melvin, semoga prediksi Dokter Rahayu tidak meleset," sahut Berlian, sambil membelai rahang kokoh suaminya.Usia kandungan Berlian sudah 9 bulan, dan prediksi Dokter Rahayu masa bersalinnya jatuh di bulan depan, yang hanya tinggal sepuluh hari lagi."Kau sungguh terlihat sangat seksi, sayang," ucap Tuan Melvin mengusap perut istrinya yang terlihat semakin membesar."Apa kau sedang menggodak

  • Pelakor Kesayangan Tuan CEO   Keputusan Arfa

    Sejak pertemuan itu, Arfa terus merenungi nasibnya. Ingin berpaling dari Alisya, namun nyatanya ia tak mampu.Nama wanita itu telah terpatri dalam hatinya, begitu juga cintanya.Semakin ia memaksa melupakan, bayang-bayang wajah Alisya semakin terlihat nyata hadir dalam mimpinya."Lama-lama aku bisa gila kalau terus begini. Apa yang harus aku lakukan, Alisya," gumam Arfa seraya membelai foto Berlian yang sedang tersenyum di layar ponselnya."Selama ini kau begitu sabar hidup dalam penderitaan bersamaku, tanpa pernah berkeluh kesah kepadaku. Tapi aku begitu bodoh, karena tidak bisa mempertahankanmu."Arfa mengusap air mata, yang tiba-tiba saja menetes dari pelupuk matanya. Menguatkan hati, pria itu akhirnya mengambil keputusan besar dalamnya.Keputusan yang tidak pernah terlintas sama sekali dalam hidupnya. Mengakhiri semuanya."Maafkan aku, sayang, aku terpaksa mengambil keputusan ini. Teruslah hidup bahagia, dan jangan pernah menyesal atas kepergianku."Arfa melangkah dengan gontai me

  • Pelakor Kesayangan Tuan CEO   Tidak Ada Ruang Untuk Cintamu

    Berlian menggeliat kecil, dengan rasa malas wanita itu perlahan membuka kedua matanya. Dan begitu ia membuka mata, seraut wajah tampan telah menyambutnya dengan senyum menawan.Senyum di wajah Berlian pun langsung terbit, manakala manik matanya bertemu dengan bola mata biru yang sedang menatapnya dengan penuh cinta."Apa tidurmu sangat nyenyak, sayang?" Tuan Melvin bertanya sambil merapikan hijab istrinya yang sedikit berantakan.Pria itu lalu membantu sang istri untuk duduk, kemudian menyerahkan sebotol air mineral yang telah di bukanya.Seperti orang kehausan, Berlian segera meminum air mineral itu hingga hanya menyisakan sedikit saja, dan sisa air yang sedikit itulah yang akhirnya di habiskan oleh Tuan Melvin."Tidurku sangat nyenyak, Tuan Melvin. Sampai rasanya aku malas untuk bangun, apalagi saat kau hadir dalam mimpiku, itu membuatku ingin terus tertidur," jawab Berlian tersenyum. Wanita itu lalu mengulurkan tangannya ke atas membelai rahang kokoh milik suaminya."Bahkan dalam

  • Pelakor Kesayangan Tuan CEO   Kenyataan Pahit

    Dari tempatnya berdiri, Arfa dapat melihat dengan jelas sosok wanita yang sedang duduk sambil bergelayut manja pada lelaki tampan nan gagah di sampingnya.Senyum bahagia terukir jelas di wajah wanita itu. Sesekali pria di sampingnya mendaratkan sebuah ciuman di puncak kepala wanita yang tersenyum bahagia.Rasa cemburu dan sakit hati telah menguasai hati Arfa. Ingin rasanya ia menghampiri wanita itu, dan mengungkapkan isi hatinya.Namun sayang, terlalu banyak pengawal yang berjaga di sekitar pasangan suami istri itu, bisa mati konyol kalau Arfa sampai nekat mendekat.Meskipun ia datang dengan menyamar sebagai karyawan hotel, tapi bukan berarti anak buah Hangga tidak bisa mengenalinya."Sebenarnya mereka sedang merayakan acara apa? Mengapa mereka justru mengundang anak-anak yatim piatu dan orang-orang yang kurang mampu?" batin Arfa heran."Mereka juga memberikan hadiah dan juga uang kepada para tamu," imbuhnya."Hei! Kau! Jangan hanya berdiri di sana! Bantu yang lain menyiapkan hidangan

  • Pelakor Kesayangan Tuan CEO   Hadiah Terindah

    Tuan Melvin menangis haru, bibirnya tanpa henti mengucap syukur.Pria itu masih terus mendekap tubuh istrinya yang duduk di atas pangkuannya, tidak ingin melepaskannya meskipun sebentar saja."Terima kasih, sayang ... terima kasih," lirih Tuan Melvin penuh haru."Kita akan menjadi orang tua, Mas," lirih Berlian dengan berurai air mata bahagia."Iya, sayang, sebentar lagi kita akan menjadi orang tua," sahut Tuan Melvin seraya mendaratkan sebuah ciuman lembut di kening istrinya.Saking tidak percayanya , Dokter Vina sampai berulang kali melakukan pemeriksaan untuk memastikan kehamilan Berlian, dan ia terlalu bahagia mengetahui kebenarannya, sampai jadi gugup saat hendak menyampaikan kabar gembira itu.Brak!Pintu kamar terbuka dengan kasar, membuat Tuan Melvin dan Berlian langsung menoleh bersamaan.Hangga dan Bima masuk dengan tergesa, di ikuti oleh semua pelayan di belakang mereka.Tuan Melvin buru-buru meraih selimut, lalu menutupi kepala istrinya yang tidak memakai hijab dengan seli

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status