"Syahira!" Syahira yang tadi sedang terburu-buru berjalan, terpaksa harus menghentikan langkahnya saat mendengar ada seseorang yang memanggil namanya. Gadis itu terdiam. Namun tak berani untuk menoleh ke belakang. 'Ya ampun siapa yang manggil namaku malam-malam begini? Mana suaranya laki-laki lagi. Jangan-jangan orang jahat lagi.' Syahira berbicara di dalam hatinya. Jantungnya berdetak kencang. Perasaannya mulai tidak enak. Tubuhnya tiba-tiba bergetar. Yang ada di dalam pikiran yang saat ini jika ia akan diculik atau dirampok oleh orang yang memanggil namanya tadi. 'Sebaiknya aku berlari secepat mungkin. Semoga saja orang jahat itu gak mengejarku,' batinnya lagi. Kemudian Syahira menghitung di dalam hatinya. Setelah hitungan ketiga, gadis itu langsung mengambil langkah seribu. Berlari secepat mungkin. Berharap orang yang memanggil namanya tadi tidak mengikuti dirinya. Namun Syahira tak berani untuk menengok ke belakang tubuhnya. Jadi ia tak tau apakah orang
"Loh, Pak Darman juga kenal sama laki-laki yang ada di samping saya?" tanya Syahira penasaran. "Lah ya iya, kenal toh, Mbak. Mas Samuel ini kan--""Pak, pesen nasi goreng spesialnya satu dong," teriak salah satu pelanggan yang baru saja datang."Oh, iya, sebentar, Pak!" seru Pak Darman.Pria yang sudah lebih dari sepuluh tahun berjualan nasi goreng itu kemudian kembali menuju gerobaknya. "Tadi Pak Darman mau bicara apa, ya? Emangnya Bapak juga kenal sama penjual nasi goreng itu?" "Kenal, karena udah langganan beli nasi goreng disini," jawab Samuel singkat. Kemudian ia menyuap satu sendok nasi goreng yang masih mengeluarkan asap itu ke dalam mulutnya. "Huh, hah ... panas, pedes," ucap Samuel dengan mulut penuh nasi goreng. "Ya ampun, pelan-pelan kenapa, Pak. Udah tau masih panas gitu langsung makan aja," ucap Syahira memberitahu. "Soalnya saya lapar. Lagian kalau nunggu dingin, nanti rasa nasi gorengnya gak enak. Saya lebih suka nasi goreng y
Tiga puluh menit setelah Syahira keluar dari rumah. Rena terbangun dari tidurnya. Tiba-tiba ia ingin mengambil air minum. Biasanya sebelum dirinya tertidur, ia selalu menyiapkan satu botol air mineral dan di simpan di kamarnya. Karena Rena selalu terbangun di tengah malam hanya untuk sekedar meminum air putih. Namun malam itu ternyata ia lupa. Akhirnya Rena memutuskan untuk turun ke bawah dan mengambil air mineral di dapur. Namun saat ia sudah sampai di lantai bawah, wanita yang memakai gaun malam itu melihat jika lampu ruang tamu menyala. "Perasaan aku udah mematikan lampu ruang tamu, deh, sebelum naik ke atas tadi. Tapi, kok ini masih nyala, sih. Apa mungkin aku lupa ya?" gumamnya pelan. Kemudian dengan terpaksa ia berjalan menuju ruang tamu terlebih dahulu sebelum pergi ke dapur untuk mengambil air minum. "Ah, mungkin akunya saja yang pelupa. Kenapa aku jadi pelupa begini, ya. Faktor umur kali, ya?" Rena masih berbicara pada dirinya sendiri. Tiba-tiba ked
"Apa mungkin Pak Samuel itu adalah Om Sam? Dari namanya hampir sama sih, mungkin aja Om Sam itu emang nama panjangnya Samuel. Tapi apa iya? Perasaan dulu Om Sam itu jelek, item, kurus lagi. Sedangkan Pak Samuel itu tubuhnya tinggi, gagah. Udah kaya atlet olahraga. Wajahnya juga ganteng." Syahira berbicara pada dirinya sendiri. Tiba-tiba saja ia membayangkan wajah tampan dari CEO perusahaan Sastrawinata itu. Bibirnya melengkungkan senyum saat ia membayangkan kejadian tadi di warung nasi goreng, saat wajah tampannya terlihat sangat jelas oleh kedua manik matanya. Tiba-tiba ada desir aneh di hatinya. "Astaga, apa-apaan ini. Kenapa tiba-tiba aku membayangkan wajah CEO arogan itu?" Gadis cantik bermata bulat itu menggelengkan kepalanya. "Enggak-enggak, aku gak boleh terpesona oleh ketampanan wajahnya. Dia itu sangat angkuh dan juga galak, meskipun wajahnya sangat tampan."Syahira menghela nafasnya. "Daripada bayangin CEO arogan itu, lebih baik aku tidur. Agar besok gak
Syahira tak memperdulikan ibu tirinya yang terus saja mengomel tiada henti di pagi hari seperti ini. Untung saja, rumah milik kedua orangtuanya itu berada di komplek perumahan elite, jadi semua rumah rata-rata memiliki pagar yang tinggi menjulang, sehingga tidak akan ada yang mendengar ocehan Rena di pagi hari seperti ini. Gadis yang menjadi pembantu di rumahnya sendiri itu lebih memilih untuk membereskan bekas tempat tidurnya dibandingkan harus mendengarkan ocehan ibu tirinya yang membuat telinganya sakit. Mulai hari ini, dirinya sudah tidak lagi peduli pada setiap ancaman yang keluar dari mulut pedas Rena.Melihat anak tirinya yang sangat dibencinya seperti tak mendengarkan semua perkataannya, Rena semakin naik pitam. "Syahira! Kamu dengar gak, Ibu bicara, hah?" hardiknya dengan nada suara lebih tinggi dari sebelumnya. "Iya, Bu, aku denger, kok. Kedua telingaku masih berfungsi dengan baik. Aku gak tuli!" sarkas Syahira. Kali ini ia berbicara lebih berani. Ia tak mau lagi ditindas
Syahira mencengkram tangan Cellin dengan cukup kuat sehingga membuat gadis manja itu meringis menahan nyeri di bagian pergelangan tangannya. "Aw, lepaskan tanganku, Syahira! Berani ya kamu sekarang sama aku? Aku akan mengadukan ini pada ibu! Ibuuu ...."Cellin langsung berteriak memanggil ibunya. Ia akan mengadukan semua yang telah diperbuat Syahira kepada wanita yang telah melahirkannya. Ia yakin jika ibunya itu akan memberi hukuman pada Syahira seberat mungkin karena telah berani menghina dirinya dan juga menyakitinya. "Teriak saja sesuka hatimu, anak manja! Aku sudah tidak lagi takut pada ibumu apalagi sama bocah tengil sepertimu!" sarkas Syahira dengan tatapan penuh dengan dendam pada Cellin. Tangannya masih mencengkeram pergelangan tangan Cellin. Malah justru semakin memperkuat cengkramannya. Sehingga membuat Cellin semakin kesakitan. "Lepaskan tanganku, gadis cupu!" teriak Cellin. "Ibu ...." Lagi-lagi ia berteriak memanggil ibunya.Waktu berjalan semakin cepat. Syahira tidak
Di dalam mobil, Syahira menghirup udara dengan rakusnya. Menetralkan detak jantungnya yang sedari tadi terus berdetak kencang karena berhadapan dengan Cellin. Perasaannya kini sedikit lebih membaik. Setidaknya mobilnya yang sudah beberapa tahun berada di tangan Cellin kini sudah kembali kepada dirinya. "Mulai saat ini, satu-persatu aku akan mengambil semua yang seharusnya menjadi milikku. Semua warisan yang ditinggalkan oleh kedua orang tuaku yang kini dikuasai oleh nenek sihir itu. Seharusnya dari dulu aku melakukan ini. Tapi bodohnya aku yang tak memiliki nyali saat itu. Tapi sekarang aku harus berani melawan ibu tiriku. Kedua benalu itu seharusnya angkat kaki dari rumah peninggalan orang tuaku."Syahira berbicara pada dirinya sendiri. Setelah beberapa kali bertemu dengan CEO Arogan itu, entah kenapa ia merasa memiliki kekuatan yang selama ini tersembunyi. Mobil berwarna merah yang dikendarai oleh Syahira kini telah masuk ke area parkir hotel tempat di mana ia bekerja. Saat diriny
"Halo, Tuan. Saya tidak menemukan Nona Syahira dimanapun," ucap salah seorang anak buah dari Samuel. "Datangi rumah peninggalan orang tuanya, cari di sana?" Samuel memberi perintah lagi. Ia takut jika Syahira di sembunyikan oleh mami tirinya."Sudah, Tuan. Tapi orang rumahnya mengatakan jika Nona Syahira tidak ada di rumah," jawab anak buahnya lagi dari balik teleponnya. "Masuk ke dalam rumahnya! Jika perlu geledah semua ruangan yang ada di dalam rumah itu. Saya tidak mau tau, kamu harus menemukan Syahira hari ini juga, atau kamu saya pecat!" "Ba--baik, Tuan!"Samuel langsung menutup telponnya. Laki-laki yang usianya jauh di atas Syahira itu berjalan menuju kaca jendela ruangannya yang berada di lantai sepuluh. Memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya. Pandangannya menatap lurus ke depan. Memikirkan gadis kecilnya. "Kamu dimana, Syahira?" gumamnya lirih.Pikirannya terus menuju pada gadis kecilnya. Samuel takut jika sesuatu yang buruk terjadi menimpa Syahira."Mudah-muda