Share

Dia Tahu?

Melinda dikenal sebagai sosok yang introvert. Dia tak bisa berada lama-lama dalam keramaian dan sangat menyukai kesendirian.

Meski begitu, perempuan itu adalah sosok yang begitu pengertian, pendengar yang baik, juga memiliki empati yang tinggi.

Dia benci dinasehati, tapi suka memberi solusi. Melinda bahkan bisa mengerti keadaan banyak orang, tapi tak ada seorang pun yang mengerti dirinya.

Sempat mengenyam pendidikan psikiatri selama beberapa semester, mungkin menjadi salah satu alasan kenapa dia berani membuat jasa room service khusus ini. Meskipun beberapa ada yang meminta pelayanan macam-macam, tapi kebanyakan dari mereka hanya menceritakan tentang keluh-kesahnya.

Tumbuh dewasa bersama Danita membuat Melinda mengenal luar dan dalam sifat kakaknya. Perempuan berusia dua puluh delapan tahun itu adalah tipe orang yang tak bisa menyembunyikan perasaan. Setiap kesedihan terkadang bisa dia luapkan  terang-terangan, lain dengan adiknya yang suka memendam segalanya.

Sejak menikah dengan Cakra hanya Melinda satu-satunya tempat Danita mengiba. Meski tak semua permasalahan dia ungkapkan, tapi secara garis besar Melinda tahu bagaimana lika-liku rumah tangga mereka.

Kadang terselip iri dalam diri Melinda tiap kali kakaknya bercerita bagaimana bahagianya rumah tangga mereka. Seolah ada sesak yang sulit digambarkan juga senang yang hanya bisa terbiaskan. Dan Melinda tak mengerti dengan itu.

"Mbak menyadari perubahan Mas Cakra sejak kandungan mulai berjalan dua puluh pekan. Senyumnya cuma sesekali tersungging tipis, sering melewatkan sarapan yang udah Mbak siapkan, dan tidur lebih awal tanpa ucapan selamat malam seperti biasa. Awalnya mbak masih berpikir semuanya wajar. Mungkin Mas Cakra banyak pikiran, atau pekerjaan membuatnya penat sampai nggak sadar ada istri dan anak yang juga butuh perhatian. Tapi semuanya mulai terasa aneh saat Mas Cakra tiba-tiba membatasi diri, memberi jarak, dan nggak pernah lagi meminta haknya. Mbak bingung, Mel? Apa kesalahan yang udah mbak lakuin? Apa yang buat Mas Cakra berubah sampai-sampai dia lupa jalan pulang?"

Melinda hanya bisa meremas ujung kausnya saat melihat Danita mulai terisak. Direngkuhnya tubuh mungil sang kakak guna menenangkannya.

Untuk pertama kalinya tak ada solusi yang bisa Melinda berikan. Karena jujur, dia juga masih bingung dengan semua ini.

Danita menangis cukup lama dalam pelukan adiknya. Setelah dirasa tangis perempuan itu sudah mereda, Melinda memberikannya gelas berisi air putih.

"Maaf kalau mbak datang nggak bilang-bilang, ya, Mel. Mana langsung curhat gitu aja tanpa tanya gimana kabar kamu setelah lima bulan nggak ketemu." Sembari menyeka air mata yang tersisa Danita menggenggam tangan Melinda. Kemudian mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan apartemen milik adiknya.

"Mbak bener-bener bersyukur karena selama ini kamu sangat mandiri di kota ini.  Bahkan bisa dapet penghasilan tanpa perlu susah-susah kerja yang menguras tenaga. Mbak denger penghasilan influencer zaman sekarang itu besar-besar, ya, Mel? Mbak nggak nyangka bahkan kamu bisa beli mobil, hape mahal, juga barang-barang bagus. Followers kamu di medsos juga sampai ratusan ribu. Serius Mbak bangga banget sama kamu." Danita tersenyum begitu tulus sembari mengguncang pelan bahu Melinda.

Sementara perempuan itu hanya bisa tersenyum lirih dengan tatapan sayu. Dia merasa bersalah karena selama ini tak benar-benar memberi tahu kakaknya tentang profesi sebenarnya.

"I-iya, Mbak. Omong-omong Arka di mana? Kenapa nggak dibawa? Padahal kangen banget aku sama bocah ganteng itu." Demi menutupi kecanggungan, Melinda memilih mengalihkan perhatian pada keponakannya yang tidak terlihat batang hidungnya.

"Arka dititip sama Mama. Habis lagi hamil besar begini repot kalau bawa Arka yang lagi aktif-aktifnya," terang Danita.

"Iya juga, sih. Ngomong-ngomong gimana kabar Bu Nina? Sehat?"

Bu Nina adalah ibu Cakra yang selama ini membantu merawat Arka sejak Danita hamil anak kedua.

"Mama baik-baik aja."

"Kalau Pak Indra?"

"Baik juga, kok. Baru kemarin beliau datang berkunjung sama istri barunya."

Cakra memang tumbuh dari keluarga broken home. Mama dan Papanya sudah bercerai sejak lelaki itu duduk di kelas lima sekolah dasar.

Bukan hal yang mudah memang dibesarkan oleh orangtua yang sudah berpisah. Namun, sejauh ini Cakra mampu tumbuh dengan baik.

Tanpa sadar obrolan mereka berlangsung sekitar satu jam lamanya.

Panggilan alam Danita seketika menyadarkan Melinda bahwa dia telah melupakan sesuatu yang penting.

"Kamar mandinya di sini, kan, Me--"

"Bukan!" Reflek Melinda berteriak saat Danita hendak membuka pintu kamar mandi utama. "Ng, anu ... itu klosetnya mampet, Mbak. Pake yang di kamar aku aja!" pinta Melinda setengah memohon.

"Oh, oke." Danita menarik tangannya dari hendel pintu. "Yang di sana, kan?" Kemudian menunjuk kamar dengan pintu bercat putih.

Melinda mengangguk antusias. "I-iya."

Danita pun berlalu. Sepeninggal perempuan itu, bergegas Melinda berlari ke kamar mandi untuk memeriksa kondisi Cakra di sana.

Ceklek!

"Mas! Kamu nggak apa-apa, kan?" bisik Melinda sembari melongokkan kepala ke dalam.

Cakra bangkit dari posisi duduk di atas kloset yang tertutup.

"Nggak apa-apa. Baru sejam. Belum sehari," cetusnya sarkastis.

"Jadi bener apa yang dikatakan Mbak Dani? Aku yakin Mas pasti denger semua tadi," todong Melinda tiba-tiba yang membuat Cakra menatapnya dengan sorot mata yang tak biasa.

"Di saat-saat seperti ini kamu butuh klasifikasi?" Cakra menaikan sebelah alisnya. 

"Ah, iya." Melinda tertegun beberapa saat, lalu menundukkan kepala ketika sadar situasinya sedang tak mendukung untuk bertanya.

"Tolong ambilkan barang-barang yang sudah saya sembunyikan di atas bufet bawah TV!"

Melinda tersentak.

"Jadi Mas udah tahu kalau Mbak Danita yang datang tadi?"

Cakra terlihat memejamkan mata sejenak. "Cepat, Mel! Saya kedinginan," desis Cakra tak sabar.

Setelah menghela napas akhirnya Melinda menurut juga. Dengan cepat dia membawa pakaian Cakra, lalu kembali untuk memberikannya.

Bersamaan dengan itu Danita kembali, sembari menenteng sebuah gulungan tisu yang sudah tak bersisa.

"Mel, tisunya a--"

Tubuh Danita membeku seketika. Matanya membulat saat melihat Melinda menyodorkan sesuatu pada seseorang di balik pintu kamar mandi.

"Mas Cakra!"

.

.

.

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status