Share

bab 44 Menyamar.

Author: Pita
last update Last Updated: 2025-11-04 08:52:20

Suasana di ruang perjamuan istana Aethelgard Silvanus terasa dingin pagi itu. Langit di luar kelabu, dan sinar matahari nyaris tak menembus jendela kaca besar yang menjulang tinggi. Di meja panjang berlapis kain biru tua, hanya ada dua orang: Pangeran Kaesar dan Ratu Elean.

Ratu Elean duduk tegak, wajahnya tenang tapi tajam seperti pisau. Cangkir teh di tangannya masih berasap tipis.

“Jadi,” katanya pelan, “Jagatra sudah mulai mendekati rakyat?”

Kaesar meneguk anggur di gelasnya, lalu tersenyum miring. “Bukan sekadar mendekati, Ibu. Ia sudah menjadi bahan pembicaraan di pasar bawah. Rakyat mulai bersimpati padanya.”

Ratu Elean mengangkat alisnya. “Cepat juga kabar itu menyebar.”

“Rakyat selalu lapar akan sosok yang bisa mereka percaya,” jawab Kaesar santai. “Dan Jagatra… terlalu mudah memainkan hati mereka. Tapi tenang saja, aku sudah menyiapkan cara agar simpati itu berubah jadi ketakutan.”

Tatapan sang ratu menajam. “Apa yang kau rencanakan?”

Kaesar menyandarkan tubuhnya ke kursi, b
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Sang Pangeran Mahkota   bab 45 Luka yang dipermainkan.

    Jagatra berdiri di bawah atap batu, memandangi taman yang dulu sering jadi tempat ibunya menenun bunga untuk pesta musim semi. Sekarang, semua terasa asing. Dingin dan Sunyi.Sejak rumor tentang Audina tersebar, istana seolah menjadi penjara, tiap pelayan menunduk, tiap penjaga berbisik di balik pintu. Semua membicarakan satu hal pengkhianatan.Jagatra menarik napas panjang, menahan emosi yang sudah menggelegak di dadanya.“Aku tahu ini ulah siapa,” gumamnya lirih. “Tapi Kaesar terlalu licik untuk bisa dituduh tanpa bukti.”Andrew melangkah masuk sambil membawakan surat yang dilipat rapi.“Ini dari Dewan Selatan, Pangeran. Mereka ingin kepastian soal kabar Audina.”Jagatra menerima surat itu, tapi tidak langsung membacanya.“Semua orang seolah haus mencari kambing hitam,” kata Jagatra dengan suara serak. “Dan mereka memilih Audina karena dia paling mudah diserang.”Andrew menatap Jagatra dengan tatapan prihatin. “Rumor itu tumbuh cepat, Pangeran. Bahkan sebagian bangsawan sudah mulai

  • Pembalasan Dendam Sang Pangeran Mahkota   bab 44 Menyamar.

    Suasana di ruang perjamuan istana Aethelgard Silvanus terasa dingin pagi itu. Langit di luar kelabu, dan sinar matahari nyaris tak menembus jendela kaca besar yang menjulang tinggi. Di meja panjang berlapis kain biru tua, hanya ada dua orang: Pangeran Kaesar dan Ratu Elean.Ratu Elean duduk tegak, wajahnya tenang tapi tajam seperti pisau. Cangkir teh di tangannya masih berasap tipis.“Jadi,” katanya pelan, “Jagatra sudah mulai mendekati rakyat?”Kaesar meneguk anggur di gelasnya, lalu tersenyum miring. “Bukan sekadar mendekati, Ibu. Ia sudah menjadi bahan pembicaraan di pasar bawah. Rakyat mulai bersimpati padanya.”Ratu Elean mengangkat alisnya. “Cepat juga kabar itu menyebar.”“Rakyat selalu lapar akan sosok yang bisa mereka percaya,” jawab Kaesar santai. “Dan Jagatra… terlalu mudah memainkan hati mereka. Tapi tenang saja, aku sudah menyiapkan cara agar simpati itu berubah jadi ketakutan.”Tatapan sang ratu menajam. “Apa yang kau rencanakan?”Kaesar menyandarkan tubuhnya ke kursi, b

  • Pembalasan Dendam Sang Pangeran Mahkota   bab 43 Hanya Rakyat yang bisa melihat.

    Sehari setelah pesta musim semi yang berubah menjadi aib, suasana kerajaan Aethelgard Silvanus mendadak tegang. Para pelayan bicara setengah berbisik, seolah takut. Kabar tentang “gadis rakyat yang berani menjerat sang putra mahkota” sudah menyebar ke seluruh penjuru kota.Di pasar, para pedagang menatap satu sama lain dengan pandangan campur aduk.“Katanya gadis itu bernama Audina, ya?” tanya seorang penjual roti.“Benar. Aku sering melihatnya menjual bunga di depan taman istana,” jawab yang lain.“Kasihan, anak itu baik. Tak pantas dipermalukan seperti itu.”rakyat selalu melihat bahkan ketika istana berusaha menutup rapat pintunya.Sementara itu, di ruang kerjanya yang dipenuhi dokumen, Pangeran Jagatra duduk sendiri di depan meja kayu besar. Wajahnya tampak pucat, kantung matanya gelap menandakan bahwa ia tak tidur semalaman. Di depannya, selembar surat laporan tentang “insiden pesta musim semi” tergeletak.Ia menatap surat itu lama, lalu meremasnya perlahan.“Semua orang bicara t

  • Pembalasan Dendam Sang Pangeran Mahkota   bab 42 kejutan di pesta musim semi.

    Musim semi tiba lebih cepat tahun ini. Udara terasa manis dengan aroma bunga sakura yang mulai bermekaran di seluruh taman istana. Bagi rakyat, ini pertanda keberkahan. Tapi bagi keluarga kerajaan, ini berarti satu hal: pesta tahunan untuk merayakan datangnya musim baru ajang di mana setiap mata mengamati, setiap senyum bisa berarti ancaman.Balai Agung sudah berubah menjadi lautan warna. Tirai sutra merah muda tergantung di langit-langit, musik lembut mengalun, dan meja panjang dipenuhi hidangan terbaik dari empat wilayah kerajaan. Para bangsawan berdatangan dengan pakaian mewah, saling menyapa, saling menilai seperti biasa.Di antara kerumunan itu, Pangeran Kaesar tampak seperti bintang. Ia mengenakan mantel biru tua berhias bordir emas, rambutnya disisir rapi ke belakang, dan senyumnya seolah diciptakan untuk memikat semua orang.“Pangeran Kaesar tampak semakin matang,” bisik salah satu bangsawan perempuan sambil tersipu.“Tak heran Ratu Elean begitu menyayanginya.”Sementara itu,

  • Pembalasan Dendam Sang Pangeran Mahkota   bab 41 Kuda putih.

    Udara pagi di taman kerajaan terasa segar setelah hujan semalam. Embun masih menempel di dedaunan membuat suasana pagi itu terasa damai. Namun bagi Audina, kedamaian itu semu.Ia berdiri di depan kandang kuda, menatap seekor kuda putih yang tengah memakan rumput dengan tenang.Kuda itu bukan miliknya, tapi ia merawatnya setiap pagi sejak dua minggu lalu sejak Pangeran Jagatra diam-diam menitipkan kuda itu padanya.“Namanya Arvian,” kata Jagatra waktu itu, dengan nada yang lembut tapi matanya menyimpan banyak beban. “Kalau kau merasa kesepian, pergilah ke kandang ini. Arvian akan mengenalimu.”Sejak hari itu, Audina selalu datang. Ia tak tahu kenapa, tapi setiap kali ia menyisir surai kuda putih itu, hatinya terasa lebih ringan seolah sebagian beban yang menyesakkan dadanya ikut terangkat.“Aku tahu, kau merindukannya juga, ya?” gumam Audina sambil tersenyum kecil pada Arvian. “Tuanmu itu keras kepala. Tapi hatinya baik.”Kuda itu meringkik pelan, seakan mengiyakan.Audina terkekeh kec

  • Pembalasan Dendam Sang Pangeran Mahkota   bab 40 senyum yang menyembunyikan Duri.

    Istana pagi itu tampak damai. Burung-burung beterbangan di halaman, para pelayan sibuk menata bunga segar di setiap sudut.Pangeran Kaesar melangkah dengan langkah ringan ke ruang makan utama. Jubah biru tuanya menjuntai sempurna, dan senyum di wajahnya terlihat seperti cermin ketenangan. Tapi di balik mata itu, ada sesuatu yang lain: waspada… dan sedikit curiga.Ia sudah mendengar bisik-bisik semalam. Bahwa Jagatra, kakaknya yang selama ini tampak pasrah, mulai bergerak lagi.Kaesar tidak bodoh. Ia tahu saat air yang tenang mulai beriak, pasti ada batu besar yang dilempar ke dalamnya.“Selamat pagi, Kakanda,” sapa Kaesar dengan nada ramah saat melihat Jagatra sudah duduk lebih dulu di meja makan.Jagatra mengangkat pandangannya perlahan. Senyum tipis muncul di wajahnya. “Pagi, Kaesar.”Senyum itu terasa aneh bagi Kaesar terlalu tenang, terlalu datar.Biasanya, Jagatra menghindari kontak mata, atau sekadar membalas seadanya. Tapi pagi itu, ada sesuatu yang berbeda dari cara kakaknya m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status