Setelah menilai situasi saat ini, Wisnu pun bersyukur pilihannya tidak salah. ‘Ternyata Putri Suci memang suka bercocok tanam. Dengar-dengar, Putri Suci juga sedang belajar ilmu pengobatan. Semua ini adalah bentuk dari menolong sesama manusia. Putri Suci memang cantik dan baik hati sesuai reputasinya!’ puji Wisnu dalam hati. Dia tahu bahwa Syakia belajar ilmu pengobatan, tetapi tidak tahu bahwa Syakia juga belajar ilmu racun.Setelah memberikan hadiah, Wisnu langsung berpamitan dan langsung pergi. Dia sama sekali tidak melirik para pejabat yang berlutut di depan pintu dan tidak berhenti memberi isyarat mata padanya.Para pejabat itu hanya bisa saling memandang, lalu lanjut berlutut hingga kaki mereka terasa nyaris patah. Namun, tidak ada seorang pun yang berani berdiri.Ada orang yang hanya bergerak sedikit. Namun, ketika mendongak, mereka langsung bertemu pandang dengan tatapan Adika. Tatapan itu sangat mengintimidasi dan sama sekali tidak ada orang yang dapat menahannya. Oleh karena
Kali ini, kata-kata yang sama itu diucapkan oleh Syakia. Dia menghentikan ayah dan anak Keluarga Pianda, lalu hendak bertanya, “Jadi, Laras dan putramu ....”“Habis pulang, aku akan langsung suruh orang antar kemari surat perjanjian penjualan diri Nona Laras. Aku juga akan suruh putraku untuk tulis surat pemutusan hubungan selir sebagai bukti!”Sejak dulu, hanya ada surat pemutusan hubungan istri, tetapi tidak ada surat pemutusan hubungan selir. Meskipun begitu, surat seperti itu juga harus ada hari inI!Jiwan juga sudah sepenuhnya ketakutan. Dia takut menyinggung kedua tokoh menakutkan ini lagi. Jika tidak, bukan hanya nyawa putranya yang akan melayang, tetapi seluruh Keluarga Pianda juga akan lenyap!Syakia mengangkat alisnya. Berhubung Jiwan sudah berkata seperti itu, tidak ada lagi yang perlu dikatakannya. “Antarkan secepat mungkin, jangan ulur waktu kami.”Setelah mendengar ucapan itu, Jiwan tahu bahwa bencana kali ini sudah benar-benar berakhir. Dia pun menghela napas lega dan be
Laras melirik Syakia dengan penuh keengganan untuk berpisah. Setelah itu, dia melirik Adika dan gadis di samping meja itu dengan agak dingin.‘Tambah satu lagi. Tapi, nggak masalah. Semuanya masih belum berakhir,’ gumam Laras dalam hati.Tidak lama setelah Jiwan pulang ke rumahnya, ada orang yang mengantarkan surat perjanjian penjualan diri Laras ke penginapan. Selain itu, ada juga selembar surat pemutusan hubungan selir yang terlihat cukup resmi.Setelah menerima kedua surat tersebut, Laras pun meninggalkan penginapan ini. Syakia menyuruh Hala untuk mengikutinya beberapa saat. Alasannya tidak lain adalah untuk mengawasinya.“Gimana?” tanya Syakia setelah Hala kembali.“Sepertinya, dia masih menyimpan sedikit uang. Dia beli sedikit makanan, lalu membungkusnya dan berjalan keluar dari tembok kota. Sepertinya, dia berencana untuk kembali ke ibu kota.”Kembali ke ibu kota ....Kalika berjarak sangat jauh dari ibu kota, apa Laras berencana untuk berjalan kaki pulang ke ibu kota? Selain itu
“Kak, makan dong! Kenapa kamu nggak makan?”Di ruang bawah tanah yang remang-remang, Syakia Angkola yang tubuhnya dipenuhi luka tergeletak di lantai dalam keadaan sekarat. Leher dan anggota tubuhnya diikat dengan rantai besi hingga dia tidak bisa melarikan diri.Di hadapan Syakia, seorang gadis yang mengenakan gaun kuning sedang memegang semangkuk makanan anjing dan menggodanya seperti menggoda seekor anjing. Gadis yang tersenyum cantik ini adalah adiknya, Ayu Angkola.Ayu berkata kepada dayang di belakangnya dengan tidak senang, “Lihat, kakakku benar-benar nggak berguna. Dia bahkan nggak bisa jadi seekor anjing yang patuh. Aku sudah menyuapinya sendiri, tapi dia malah berani menolak makan?”Dayang itu segera melangkah maju dan menendang Syakia. Syakia pun meringis kesakitan.Kemudian, dayang itu menyanjung Ayu, “Nona, jangan hiraukan dia. Anjing ini mungkin masih mengira dirinya adalah putri sah Keluarga Angkola.”Ayu mencibir, “Syakia itu putri sah dari keluarga mana? Bahkan Ayah dan
Upacara kedewasaan? Bukankah upacara kedewasaannya sudah lewat? Syakia bahkan masih mengingat penghinaan-penghinaan yang diterimanya di upacara kedewasaannya.Ejekan dari para tamu, sindiran kakak-kakaknya, pembatalan pernikahan yang diajukan tunangannya, serta cercaan orang tuanya .... Syakia sudah mengalami semua ini sebelumnya. Kenapa dia masih harus melewati upacara kedewasaan lagi sekarang? Apa ini trik baru Ayu? Ayu ingin mempermalukannya sekali lagi sebelum membunuhnya?Napas Syakia sontak menjadi terengah-engah. Namun, pada saat dirinya hampir kehilangan kendali atas emosinya, dia tiba-tiba mematung.Tunggu sebentar!Mata Syakia membelalak lebar. Dia menatap kedua tangannya yang masih utuh, lalu menunduk untuk melihat kedua kakinya. Kemudian, rasa tidak percaya yang kental muncul di wajahnya. Bukankah tangan dan kakinya sudah dilumpuhkan? Kenapa sekarang dia baik-baik saja? Mana mungkin bisa begini?Perlu diketahui bahwa sebelumnya, urat tangan dan kaki Syakia telah dipotong.
Syakia duduk di depan meja rias. Tidak ada dayang yang melayaninya, jadi dia hanya bisa berdandan sendiri. Dia menoleh ke arah datangnya suara, lalu menyapa dengan acuh tak acuh sambil menahan rasa muaknya, “Kak Kama.”Orang yang menerjang masuk dengan marah itu tidak lain adalah Kama. Dia memelototi Syakia sambil berseru, “Jawab aku, kamu yang merusak pakaian resmi Ayu? Kenapa kamu begitu kejam? Kamu jelas-jelas tahu hari ini juga hari upacara kedewasaan Ayu, tapi kamu malah merusak pakaian resminya!”Ketika Kama menuduh Syakia, orang yang paling dibenci Syakia itu menjulurkan kepalanya dari belakang Kama dengan ekspresi bersalah.“Kak Kama, sudahlah. Bukannya aku sudah menjelaskannya padamu? Kak Syakia bukan melakukannya dengan sengaja.”Ayu berperawakan langsing, bertampang imut, dan selalu terlihat lembut. Ditambah dengan sepasang matanya yang memelas, siapa yang mungkin tidak kasihan padanya? Dia mengetahui keunggulannya itu, juga mengetahui semua orang di Kediaman Adipati merasa
Syakia pun tersandung dan menabrak meja rias. Dia menggigit bibirnya erat-erat. Di kehidupan sebelumnya, dia sudah banyak dicelakai oleh Ayu. Begitu melihat tampang Ayu sekarang, dia langsung tahu bahwa Ayu pasti ingin menggunakan trik kotor lagi. Dia memungut pakaian resmi itu dari lantai.“Aku juga nggak tahu apa yang kulakukan sampai Ayu bisa bereaksi seperti itu. Gimana kalau Ayu jelaskan padaku?”“Kamu sendiri yang tahu paling jelas apa yang sudah kamu perbuat!” bentak Kama sebelum Ayu sempat berbicara.Tatapan Syakia terlihat makin dingin. Dulu, dia tidak menyadarinya. Sekarang, dia merasa Kama sangatlah buta. Kama bahkan tidak dapat membedakan siapa sebenarnya yang melakukan trik kotor, padahal dia sudah menyaksikan seluruh kejadiannya sendiri. Mungkin saja dia juga hanya akan tetap percaya pada ucapan seseorang meskipun sudah melihat jelas.Kama memelototi Syakia untuk sesaat, lalu menepuk-nepuk pundak Ayu dan menghibur dengan nada lembut, “Ayu, jangan takut. Katakan saja apa y
“Syakia, kamu sudah gila?”Ayu yang mengira dirinya masih memiliki kesempatan untuk merebut pakaian resmi itu pun tidak bisa berkata-kata saking marahnya. Dia merasa Syakia seperti sedang menggunting pakaiannya.Syakia menghentikan gerakannya, lalu menyahut sambil masih tersenyum, “Aku lagi gunting baju. Bukannya kalian sudah lihat? Buat apa kalian bereaksi begitu berlebihan?”Kama berseru marah, “Kamu masih berani tanya kenapa reaksiku begitu berlebihan? Pakaian ini kami pesan khusus untukmu! Apa yang kamu lakukan! Kenapa kamu mengguntingnya!”“Karena sudah nggak ada yang mau.” Syakia lanjut menggunting dan menjawab, “Aku nggak mau, Ayu juga nggak mau. Barang yang sudah nggak diinginkan tentu saja harus dibuang.”Ekspresi Syakia terlihat sangat dingin hingga Kama merasa agak asing.‘Siapa bilang aku nggak mau?’ seru Ayu dalam hati. Dia hanya tidak ingin Kama curiga, makanya dia sengaja menolak. Siapa sangka Syakia akan bertindak segila ini? Ayu jelas-jelas sudah memutuskan untuk meng
Laras melirik Syakia dengan penuh keengganan untuk berpisah. Setelah itu, dia melirik Adika dan gadis di samping meja itu dengan agak dingin.‘Tambah satu lagi. Tapi, nggak masalah. Semuanya masih belum berakhir,’ gumam Laras dalam hati.Tidak lama setelah Jiwan pulang ke rumahnya, ada orang yang mengantarkan surat perjanjian penjualan diri Laras ke penginapan. Selain itu, ada juga selembar surat pemutusan hubungan selir yang terlihat cukup resmi.Setelah menerima kedua surat tersebut, Laras pun meninggalkan penginapan ini. Syakia menyuruh Hala untuk mengikutinya beberapa saat. Alasannya tidak lain adalah untuk mengawasinya.“Gimana?” tanya Syakia setelah Hala kembali.“Sepertinya, dia masih menyimpan sedikit uang. Dia beli sedikit makanan, lalu membungkusnya dan berjalan keluar dari tembok kota. Sepertinya, dia berencana untuk kembali ke ibu kota.”Kembali ke ibu kota ....Kalika berjarak sangat jauh dari ibu kota, apa Laras berencana untuk berjalan kaki pulang ke ibu kota? Selain itu
Kali ini, kata-kata yang sama itu diucapkan oleh Syakia. Dia menghentikan ayah dan anak Keluarga Pianda, lalu hendak bertanya, “Jadi, Laras dan putramu ....”“Habis pulang, aku akan langsung suruh orang antar kemari surat perjanjian penjualan diri Nona Laras. Aku juga akan suruh putraku untuk tulis surat pemutusan hubungan selir sebagai bukti!”Sejak dulu, hanya ada surat pemutusan hubungan istri, tetapi tidak ada surat pemutusan hubungan selir. Meskipun begitu, surat seperti itu juga harus ada hari inI!Jiwan juga sudah sepenuhnya ketakutan. Dia takut menyinggung kedua tokoh menakutkan ini lagi. Jika tidak, bukan hanya nyawa putranya yang akan melayang, tetapi seluruh Keluarga Pianda juga akan lenyap!Syakia mengangkat alisnya. Berhubung Jiwan sudah berkata seperti itu, tidak ada lagi yang perlu dikatakannya. “Antarkan secepat mungkin, jangan ulur waktu kami.”Setelah mendengar ucapan itu, Jiwan tahu bahwa bencana kali ini sudah benar-benar berakhir. Dia pun menghela napas lega dan be
Setelah menilai situasi saat ini, Wisnu pun bersyukur pilihannya tidak salah. ‘Ternyata Putri Suci memang suka bercocok tanam. Dengar-dengar, Putri Suci juga sedang belajar ilmu pengobatan. Semua ini adalah bentuk dari menolong sesama manusia. Putri Suci memang cantik dan baik hati sesuai reputasinya!’ puji Wisnu dalam hati. Dia tahu bahwa Syakia belajar ilmu pengobatan, tetapi tidak tahu bahwa Syakia juga belajar ilmu racun.Setelah memberikan hadiah, Wisnu langsung berpamitan dan langsung pergi. Dia sama sekali tidak melirik para pejabat yang berlutut di depan pintu dan tidak berhenti memberi isyarat mata padanya.Para pejabat itu hanya bisa saling memandang, lalu lanjut berlutut hingga kaki mereka terasa nyaris patah. Namun, tidak ada seorang pun yang berani berdiri.Ada orang yang hanya bergerak sedikit. Namun, ketika mendongak, mereka langsung bertemu pandang dengan tatapan Adika. Tatapan itu sangat mengintimidasi dan sama sekali tidak ada orang yang dapat menahannya. Oleh karena
Begitu mendengar ucapan itu, Jiwan Pianda buru-buru bangkit dan menerima setumpuk laporan keuangan itu. Kemudian, dia segera menyuruh orang untuk mempersiapkan segala sesuatu. Meskipun dia telah pergi, orang lainnya yang masih berlutut di depan pintu tetap tidak berani bergerak.“Kenapa mereka masih belum pergi?” tanya Syakia dengan bingung.Adika menjawab, “Karena mereka terlalu ribut, aku suruh mereka untuk berlutut di depan pintu. Habis aku selesaikan masalah ini, aku baru akan hadapi mereka.”Adika ingin memberi pelajaran kepada sekelompok orang ini supaya mereka mengerjakan tugas mereka dengan baik, bukan ikut campur dalam hal tidak penting seperti ini.Suara Adika tidak terlalu kuat atau kecil, tetapi terdengar oleh semua orang yang berada di depan pintu. Dalam sekejap, beberapa pejabat itu sontak gemetar ketakutan dan tidak berhenti berkeringat dingin. Jika tahu masalahnya akan menjadi seperti ini, mereka tidak akan tergiur oleh uang yang ditawarkan Jiwan dan setuju untuk datan
Setelah mendengar tidak perlu membuat surat perjanjian, Eira merasa agak sedih. Jika dia bisa membuat surat perjanjian menjual diri kepada Syakia, dia akan benar-benar menjadi orang milik Syakia. Kelak, ke mana pun Syakia pergi, dia juga boleh mengikutinya secara terang-terangan.Sayangnya, Syakia tidak membuat surat perjanjian. Eira mau tak mau menekan perasaan kecewanya. Namun, meskipun tidak ada surat perjanjian menjual diri, dia juga akan bekerja dengan baik. Suatu hari nanti, dia pasti bisa menjadi orang milik Syakia.Setelah berpikir begitu, Eira pun menyemangati diri, lalu mulai mengerjakan segala sesuatu yang bisa dikerjakannya di kamar Syakia. Dia adalah satu-satunya dayang Syakia. Dia yang harus bertanggung jawab atas semua pekerjaan di sekitar Syakia.Seusai beres-beres, Syakia pun turun dengan diekori seseorang.Pada saat ini, Adika sedang duduk di aula penginapan. Di meja di hadapannya, terdapat setumpuk laporan keuangan, sedangkan di depan pintu aula, berlutut sekelompok
Setelah kembali ke penginapan, Adika langsung mendorong Syakia masuk ke kamar. “Cepat tidur sekarang juga. Kamu baru saja sembuh. Mau sakit lagi?”“Iya, iya. Aku tidur sekarang juga.”Saat ini, Syakia tidak berani membantah ucapan Adika. Apalagi, masalah malam ini memang sudah menghabiskan banyak waktu. Baru saja kembali ke kamar, dia sudah mulai mengantuk.“Jadi, dua orang itu ....”“Kamu nggak usah peduli. Aku yang akan tangani semuanya.”Adika merapikan rambut Syakia, lalu segera menarik kembali tangannya. “Sudah, cepat tidur. Besok, kita istirahat sehari lagi di Kalika. Lusa, kita baru berangkat kembali ke ibu kota.”Rencana awal mereka adalah beristirahat dengan baik malam ini, lalu melanjutkan perjalanan besok. Namun, masalah malam ini sudah berlanjut hingga begitu larut. Syakia tentu saja tidak akan mendapatkan istirahat yang cukup. Jadi, Adika langsung memutuskan untuk mengundur perjalanan mereka sehari. Sementara itu, Syakia yang dapat beristirahat lebih lama tentu saja tidak
“Hehe. Wanita secantik ini baru layak untukku.” Bayu merapikan rambutnya, seolah-olah dirinya sangat tampan. Kemudian, Bayu berkata pada Syakia dengan tampang sombong. “Cantik, kamu menyempatkan diri untuk datang menolong wanita jalang ini di tengah malam, kalian pasti teman, ‘kan? Berhubung begitu, aku akan kasih kamu sebuah kesempatan. Selama kamu gantikan dia untuk melayaniku, aku akan melepaskannya. Gimana?”Syakia tidak menyahut atau bahkan melirik Bayu. Dia hanya mengulurkan tangan untuk memapah Laras supaya Hala dapat bertindak dengan leluasa.Melihat dirinya diabaikan, Bayu sontak merasa marah karena malu. “Kalian berani nggak menghormatiku? Bagus! Bagus! Kalau begitu, jangan salahkan aku bertindak kejam pada wanita!”“Dasar bajingan-bajingan bodoh! Kenapa kalian masih berlutut! Memangnya kalian mau kepala kalian kupenggal?” seru Bayu dengan marah. Kemudian, dia menendang seorang pengawal yang paling dekat dengannya dan memaki, “Kalau kalian nggak tangkap wanita cantik ini unt
Seiring dengan seruan orang itu, orang lainnya juga segera tersadar. Dalam sejenak, semua orang pun berlutut di hadapan Syakia. Di seluruh jalan, menggema suara semua orang yang menyapa, “Hormat, Putri Suci.”Syakia pun tertegun.“Gadis ini sudah terluka parah. Aku nggak tega melihat keadaannya dan hendak membawanya kembali ke penginapan supaya bisa mengobatinya. Kalau majikan kalian mau tangkap dia, suruh saja dia ke penginapan untuk bertemu denganku.”“Baik!”Sekelompok pengawal itu sangat bersemangat. Mereka tidak berani banyak bertanya dan segera mengiakan permintaan Syakia. Jangankan mencegah, ketika Syakia berbalik, para pengawal buru-buru membuka jalan untuknya.Melihat reaksi mereka, Syakia pun menyuruh Hala untuk memapah Laras dan hendak langsung pergi. Tepat pada saat ini, Bayu juga telah tiba.“Berhenti! Dasar pecundang! Buat apa kalian berlutut! Cepat tangkap orangnya!”Bayu menggerakkan tubuhnya yang gemuk dan berlari mendekat dengan terengah-engah. Dia juga langsung memak
Laras tahu bahwa Syakia sedang marah. Mungkin saja karena ucapannya tadi, mungkin juga karena Syakia teringat masa lalu. Laras pun tidak lagi berbicara. Dia menatap Syakia mengoleskan obat dan membungkus lukanya dalam diam.“Di mana dayangmu itu? Kenapa dia nggak kelihatan?” tanya Syakia setelah mengobati Laras, seolah-olah baru mengingat hal ini.Laras terdiam sejenak, lalu menjawab dengan jujur, “Dia sudah mati.”“Mati?” Syakia merasa sangat terkejut.“Di hari aku dibawa ke kediaman Keluarga Pianda, Bayu hendak langsung melecehkanku. Aku nggak menurut dan dia pun memukulku. Dayangku dipukul sampai mati demi melindungiku.”Saat berbicara, ekspresi Laras terlihat sangat tenang. Dia seolah-olah sama sekali tidak peduli pada kematian dayang itu.Syakia melirik Laras dan tidak berbicara lagi.Tepat pada saat ini, tiba-tiba terdengar suara dari luar. Langkah kaki itu terdengar makin dekat dengan gang ini dan para pengawal itu juga berjalan masuk.Syakia sontak terkejut dan menoleh untuk me