Braaak! Dean memejamkan matanya, coba menahan keluhan lantaran pintu mobilnya yang baru saja dibanting oleh istrinya. Ia melirik pada Linar yang masih cemberut mengotak atik ponselnya.“Sebentar lagi jam sebelas, kita sekalian makan siang aja ya, jadi kamu pulang jam satu aja.” buka Dean sembari menjalani mobilnya keluar garasi.“Nggak bisa, ‘kan aku udah bilang aku nggak tega ninggalin Elkan terlalu lama.” balas Linar.“Makanya aku udah bilang tadi, bawa Elkan dan susternya sekalian.” bantah Dean santai namun dibalas delikkan oleh Linar.“Justru karena aku mikirin posisi kamu di kantor. Gimana kalau tantrumnya kambuh? Udah pasti mengganggu kesejahteraan kantor kamu.” ucap Linar sewot.Dean memejamkan matanya lelah. Tangannya mengusap wajahnya gusar. Dia mencoba mendekati Rere. “Aku minta maaf, ok. Berhenti ketus saat bicara sama aku, Lin.” Hening…Linar menyadari jika Dean sudah mulai tersinggung dan mengambil sikap tegas dan dinginnya.“Aku pikir kita udah baik-baik aja. Aku bena
"Dia pasti tahu itu, Roland pasti sudah cerita tentang itu ke dia." Linar bersedekap layaknya petugas biro interogasi, "Maryn tahu kamu sudah punya anak?" Dean menghela napasnya kasar. “Aku nggak tau, kami jarang ketika bertemu, ngobrol urusan pribadi seperti itu.” Linar memutuskan untuk tidak berhenti, ia mengikuti suaminya. "Lantas, mau apa dia menghubungi kamu selarut ini?" Dean memandang Linar lama, mencoba merangkai kata dengan penjelasan yang ia pilih. "Maryn memastikan aku hadir di pestanya Roland. Akan banyak yang datang dan mungkin akan menjadi acara semacam reuni." "Kamu memang pasti hadir 'kan? Secara dia sahabat kamu. Lagian acara pernikahannya masih dua minggu lagi, jadi kenapa dia harus memastikan kamu hadir sampai segitunya?" Dean terlihat frustrasi dengan enggan ia menambahkan. “Bukan acara pernikahannya tapi…semacam pesta lajang di tempat yang sudah di booking sama yang punya acara.” “Pesta lajang? Dimana?” “Di salah satu pulau Bali.” “Hah, pesta sendirian sek
Empat Tahun Kemudian “Elkan sudah berusia enam tahun, sudah agak telat buat punya adik, tapi kenapa masih belum?” pupil mata Tante Ambar membesar, dengan reaksi dramanya ia melanjutkan. “Apa kalian cuma berencana punya satu anak atau ada masalah dengan rahim kamu lagi, Lin?”Pertanyaan terakhir adalah yang paling sensasional terbukti semua mata tertuju pada Linar yang tengah menuangkan air ke dalam gelas kosong. Ia menyadarinya tapi tak cukup ada alasan untuk menghentikan gerakannya. Ia memang langsung haus saat Tante Ambar kembali kumat.“Ambar! Jaga ucapan kamu!” peringat Om Soepomo.“Aku cuma tanya, kita ini ‘kan keluarga. Wajar dong kalau saling terbuka lagipula lebih baik bertanya langsung dari pada ngomongin di belakang ‘kan?”“Memangnya Tante Ambar masih ngomongin aku di belakang, ya?” tanya Linar berpura-pura ingin tahu.Tante Ambar mengerjapkan matanya beberapa kali. Kemudian mengulas senyum sambil mengedikkan bahunya. “Kadang-kadang aja, kamu terlihat awet muda sih,”“Aku ‘
Silahkan Mampir Cerita Lainnya, Peringatan Cerita 19+Genre Adult Romance, Kontrak dg CEO yg bergaya Cassanova. Alur dan permasalahannya lebih real dan relate kehidupan normal. BlurbJavas mengerang karena bergairah, semakin merengkuh tubuh Zehra pada tubuh tegapnya yang membuat pipi Zehra memerah karena ikut merasakannya, dengan mata berkilat Javas mengusap pipi Zehra. "Jadi dari mana aja kamu seharian ini?""Cuma di rumah, mengemas semua barang aku. Kamu ingat 'kan? Ini jadi hari terakhir-""Aku berubah pikiran, ayo kita bertunangan!" Zehra mendorong dada Javas pelan, "Maaf, aku nggak bisa karena kontrak kita udah selesai, benar 'kan?"Tentang dua manusia yang tak pernah bersilang jalan sebelumnya kini terus dipertemukan hingga memantik rasa penasaran Javas Wira Sastro yang sudah muak dengan hidupnya, mencoba bermain api hingga memanfaatkan Zehra Deris yang terhimpit masalah.Mereka setuju untuk terikat dan tanpa sadar saling terbakar. Namun terlalu banyak perbedaan, drama serta
1.Pesan Janggal Linar mematutkan dirinya di depan cermin. Ia tersenyum puas melihat dirinya yang berhasil menurunkan dua kilogram berat badan dalam seminggu ini. Ia merasa tampak pas mengenakan lingerie hitam yang dibelinya dua minggu yang lalu.Dean benar, mereka punya banyak waktu untuk mengupayakan punya anak, dan kali ini Linar lah yang akan memulainya. Ia menyemprotkan kembali wewangian yang disukai Dean, suaminya. Linar memakai jubah panjang untuk menutupi lingerie hitamnya, lalu keluar dari kamar mandi.Linar melihat tubuh tinggi Dean di balkon kamar tidur mereka, tampak Dean tengah mengangguk dan berbicara di saluran telepon, ia memutuskan menyusul ke balkon. Linar tersenyum pada Dean yang langsung menutup teleponnya karena kedatangan Linar. Namun, ada raut wajah kaget berlebihan yang segera disembunyikan oleh Dean.Linar mengerutkan dahinya penasaran, "Dari siapa, Mas?" Dean balas tersenyum, ia menarik pelan dan merengkuh Linar erat. Dean mencium kening dan menumpu dagunya
POV LinarAku teringat ucapan Listya yang pernah melihat Dean berjalan di Mall ditemani seorang lelaki dan wanita, namun wanita itu tampak dekat dengan Dean, dan ketika aku konfirmasi pada suamiku ia membenarkan, tapi tak setuju dikatakan dekat, mereka berteman dalam porsi wajar, kilahnya.Aku membuka media sosial miliknya dan mencari akun suaminya, ia memainkan layar gawainya ke atas dan ke bawah, mencari tahu jejak digital yang mungkin saja jadi petunjuk entah apa itu.Yang jelas hari ini moodnya ambruk, dan aku sedang tak butuh beramah-tamah dengan siapapun, aku sedang sulit tersenyum maka aku butuh menenangkan dirinya lagi pula beberapa minggu belakangan, aku tengah rajin olahraga dan merawat diri ke salon demi menyenangkan diri dan suamiku. ****Aku mematut diri di depan cermin yang hanya memantulkan sebagian rupa wajah dan tubuhku, ia mencubit pipinya yang masih saja terlihat tembem beralih pada lengan atasnya yang tak jua mengecil. "Hufth .. " hela napasku.Aku menyalakan ker
Melabrak di Kamar Hotel Sesak! Wanita yang sama pada dua foto di gawai Dean. Dengan langkah yang ditarik-tarik Linar mendudukkan dirinya di meja kosong di luar restoran yang sama. terletak cukup jauh, namun mudah melihatnya dan syukurlah. Di atas meja mereka terlihat piring-piring makanan yang sudah kosong. Linar menggerutu dalam hati. Sedetik kemudian ia mencoba menggunakan teknik pernapasan dilanjutkan berdzikir, agar lebih kuat dan tak menggila di sini. "Hufth!" Ia masih menatap lemah mereka dan memilih akan mencoba sekali lagi. Linar melihat suaminya sedikit tersentak mendapat panggilan telepon darinya. Si wanita itu menatap bertanya, lalu Dean membuka mulutnya entah bicara apa, dan Dean mengangkatnya ponselnya. "Iya halo, Mas. Kamu di mana?" "Aku lagi di kantor, nih. Aku harus lembur lagi," "Masih di kantor? Jadi benar hari ini kamu lembur lagi?" tanyanya mendesah. "Iya, lagi. Kamu nggak perlu tungguin aku pulang. Kemungkinan aku menginap di kantor," "Oh, ya? Sesibuk
Mendengar hal itu, Dean berbalik dengan wajah terkejut, cih! Bukan hanya Dean, Dera pun ikut berbalik dan terkejut dengan cara serupa dan Dean lah yang langsung mendekat ke hadapan Linar. Linar melengos dan duduk di sofa empuk berwarna putih. Menegakkan tubuh. "Kenapa cuma berdiri? Silahkan duduk!" titah Linar berhasil menstabilkan suaranya. "Apa yang bisa kamu jelasin, Mas?" tanya Linar bernada lemah dengan tangan bergetar yang ditutupi dengan tas tangannya. Dera dengan mengenakan lingerie minim terbalut handuk kimono minim berjalan enggan, ia mengambil tempat tepat disebelah Dean yang terduduk tegang. Nafas Linar bergemuruh melihatnya. Dan Dera merasa benar mengambil posisi berdekatan dengan Dean. Dean yang menyadari sedang diperhatikan oleh Linar segera bangkit untuk duduk di sofa yang sama yang digunakan Linar. Namun itu tak berarti apapun bagi Linar, menahan sesak di dada. Linar menunduk kewalahan lantaran dada dan kepalanya semakin pening menyerang bersamaan. "Linar?"