Share

Masalah yang semakin rumit

Dengan langkah berat, Bagas mendekati pintu depan, mencoba meredakan kecemasan yang mendalam. Ia tahu bahwa situasinya sangat genting. Apa yang telah terjadi dengan Suci, video yang sudah terkirim, dan potensi kedatangan petugas dari yayasan perlindungan perempuan dan anak semuanya menggantung di atas kepalanya. Karir dan reputasi Bagas sebagai seorang PNS berada dalam bahaya besar.

Namun, ketika Bagas melangkah keluar dan melihat siapa yang berdiri di depan pintu, perasaan kaget mendalam menyergapnya. Itu bukan orang dari yayasan perlindungan perempuan dan anak, melainkan ibunya sendiri, Farida. Bagas mematung, tidak tahu apa yang harus dia katakan atau lakukan. Kehadiran ibunya di rumah ini saat ini adalah yang paling tidak diharapkan.

"Ibu? Kenapa Ibu sudah pulang dari rumah Anita? Katanya dia akan lama disana. Aduh, gawat ini jika Ibu tahu," ujar Bagas dengan nada gugup, mencoba menutupi kecemasannya.

Farida memandang tajam pada Bagas, menangkap kebingungannya. "Anak ibu yang ganteng kok wajahnya cemberut gitu sih lihat ibu pulang. Nggak seneng ya lihat ibu pulang," ucap Farida dengan senyum yang kurang ramah. "Padahal ibu sudah bawa oleh-oleh loh buat kamu."

"Nggak Bu, Bagas seneng kok. Cuma kaget saja. Katanya lama, kok udah balik aja," jawab Bagas dengan cepat, mencoba meyakinkan ibunya.

"Tunggu, kamu kenapa, Nak? Sepertinya ada yang aneh? Apa ada yang terjadi di sini?" tanya Farida dengan nada tegas, menunjukkan bahwa dia tahu ada sesuatu yang tidak beres.

"Nggak ada apa-apa kok, Bu," jawab Bagas, mencoba meminimalkan situasi ini.

Seketika Bagas mencoba merenungkan rencana yang cepat dalam pikirannya, ia merasa benar-benar terjepit di tengah-tengah masalah. Tidak hanya harus menghindari konfrontasi dengan ibunya, tetapi juga menghadapi tekanan dari yayasan perlindungan perempuan dan anak yang telah terlibat. Bagas merasa bahwa ia berada dalam perangkap yang lebih besar dari yang bisa ia kendalikan.

Farida termasuk orang yang tidak mudah dikelabui. Ia memasuki rumah dengan penasaran. Sedangkan Bagas mengikutinya dari belakang dengan perasaan yang campur aduk.  

Farida merasa ada yang sangat aneh di sini, tetapi belum tahu apa yang sebenarnya terjadi. Penuh kebingungan dan kekhawatiran, ia memutuskan untuk mencari tahu lebih lanjut. Ada ketegangan yang terasa dalam udara, dan semua orang di ruangan itu merasa bahwa segalanya bisa berubah dalam sekejap.

Mata ibu Bagas memancarkan rasa kaget ketika ia melihat ruang makan yang biasanya rapi, kini porak poranda. "Apa yang terjadi di sini?" tanyanya dengan nada tajam.

Suci tersentak, tidak tahu bagaimana dia harus menjelaskan situasi ini kepada Farida. Ia ingin mengatakan segalanya. Tapi hal itu tentu akan percuma. Karena Suci tidak akan mungkin mendapatkan pembelaan dari mertuanya itu.

Sementara Bagas gemetar. Ekspresi terkejut juga tergambar di wajahnya saat ia melihat ibunya emosi. Dia tidak pernah berencana untuk memberitahu ibunya tentang insiden ini, terutama setelah Suci mengirim video tersebut ke yayasan perlindungan perempuan dan anak.

Ibu Bagas, seorang wanita yang selama ini terlihat cuek dan dingin terhadap Suci, sekarang menatap tajam kearah Suci. "Apa yang terjadi di sini?" ia mengulangi pertanyaannya, kali ini dengan nada lebih keras. Ia bisa merasakan ada sesuatu yang tidak beres di rumahnya.

Farida, yang terkenal dengan ketegasannya, menatap tajam pada Suci. Wajahnya tampak marah, dan matanya berkilat mencari jawaban atas pertanyaannya yang belum dijawab.

Bagas mencoba untuk mengendurkan rasa takutnya dan menjelaskan, "Bu, ini hanya masalah kecil. Kami sedang memiliki pertengkaran biasa, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Suci kan memang selalu seperti ini. Tidak bisa diandalkan. Bagas sudah lapar, tapi Suci tidak memasak apapun"

"Apa benar itu Suci? Dasar pemalas. Kamu sengaja ya ingin membuat anakku ini kelaparan?" bentak Farida. 

Mendengar ucapan Bagas, Suci malah tidak membenarkan kata-kata suaminya itu. "Ibu, itu tidak benar. Ini masalah serius bukan sekedar pertengkaran biasa. Bukan soalnya makanan. Mas Bagas jujur aja ke Ibu katakan apa yang sebenarnya."

"Apa-apaan sih kamu Suci. Jaga bicaramu! Jangan coba-coba membuat masalah ya. Sudah mulai berani bicara ya kamu."

Namun, Farida tidak mudah ditenangkan. Ia tahu bahwa ada sesuatu yang disembunyikan oleh anak dan menantunya ini. "Kalian berdua tidak akan bisa menyembunyikan sesuatu dariku. Apa yang sebenarnya terjadi di sini?"

"Ini semua salah mas Bagas, Bu. Bukan ulah Suci." Bela Suci. "Mas Bagas yang melakukan ini semua hanya karena masalah sepele. Bahkan ia juga memukul Suci. Tapi kenapa ibu kaget. Bukankah biasanya memang seperti ini." Imbuhnya.

"Tumben kamu berani bicara. Memang menantu sampah" Sanggah Farida dengan sedikit berteriak. Tangannya terangkat bersiap untuk menampar Suci. Tapi Bagas mencegahnya.

"Jangan ibu, jangan lakukan itu!" Kata Bagas ketakutan.

"Emang kenapa. Kamu juga aneh. Tumben kamu bela wanita sial ini."

"Bukan gitu Bu, nanti masalahnya jadi semakin rumit."

"Masalah apa? Sebenarnya ada apa?"

Bagas berada dalam tekanan yang semakin besar. Ia harus memutuskan apakah akan berbicara terus terang kepada ibunya tentang situasi yang sebenarnya atau terus menyembunyikannya dalam upaya untuk melindungi dirinya sendiri. 

Farida, semakin kesal dengan kebingungannya yang belum terpecahkan, mulai berbicara dengan tegas, "Baiklah, cukup! Saya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini, sekarang juga."

"Jika ibu memang ingin tahu, Suci akan menceritakan semua. Sebenarnya-" Suci akan mengawali cerita tapi Bagas segera menghentikannya. Ia takut ibunya menjadi shock saat tahu jika Suci menjebaknya.

"Cukup Suci. Kau memang wanita tak tahu diuntung. Menyesal aku menikahimu. Kunci saja mulutmu. Jelas-jelas tidak ada apa-apa. Kau malah ingin membesarkan masalah saja."

"Kenapa kamu takut ya mas ibu tahu jika kehidupanmu akan hancur setelah ini." Kata Suci dengan tersenyum sengit. Ia tidak menyangka jika melihat Bagas sedang ketakutan rasanya sangat menyenangkan sekali.

"Diam bajingan. Tidak akan ada yang bisa menghancurkanku. Apalagi kamu yang tidak ada harganya bagiku." Teriak Bagas. Kali ini ia tidak bisa lagi menyembunyikan ketakutannya. Ia tidak menyangka Suci yang selama ini lemah sekarang terlihat perkasa.

Farida akhirnya menengahi mereka. Rasa penasaran semakin kuat. Apalagi Suci mulai mengancam anak kesayangan. "Suci, cepat jelaskan apa maksudmu bicara seperti itu pada anakku. Sudah berani kurang ajar kau sekarang. Istri tak tahu diuntung"

Saat kata-kata tajam Farida terdengar, terdengar juga suara ketukan keras di pintu depan rumah mereka, membuat semua orang terdiam. Mata mereka membelalak, berpikir siapa yang bisa datang dengan begitu tiba-tiba.

Pintu diketuk lagi, kali ini lebih keras, menggetarkan hati mereka. Rasa takut melanda batin Bagas, "apakah ini petugas dari yayasan perlindungan perempuan dan anak? Apakah Suci benar-benar melaporkanku?" Guman Bagas dalam hati.

Bagas, Suci, dan Farida, semuanya berdiri membeku di tengah ruang makan, menunggu dengan ketegangan ketukan ketiga yang akan memutuskan nasib mereka.

Ketukan ketiga pada pintu semakin mendekat. Dalam ketegangan yang mencekam, Bagas, Suci, dan Farida saling pandang, mencari jawaban satu sama lain di mata mereka yang penuh ketidakpastian.

Suci melangkah mendekati pintu, perasaan cemasnya merasuki tubuhnya. Dia menggenggam gagang pintu dengan gemetar dan dengan hati-hati membukanya. Saat pintu terbuka, mereka bertiga menahan nafas, siap menghadapi apa pun yang akan datang.

Namun, alih-alih melihat petugas yayasan perlindungan perempuan dan anak, mereka dihadapkan pada pandangan yang jauh lebih mengejutkan. Di ambang pintu, berdiri seorang wanita muda dengan ekspresi murung. Dia adalah Anita, adik Bagas, yang tiba-tiba datangi ke rumah  mereka tanpa pemberitahuan. Pandangannya yang penuh penasaran dan kebingungan memberikan kejutan baru dalam pertemuan keluarga yang penuh ketegangan ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status