Bab 15 edit “Cepat katakan siapa yang membayar kamar Kakak!!” Suara Kumi naik beberapa oktaf. Khandra tak berani membalas tatapan Kumi. Lambat laun Kakaknya pasti tahu, lalu ia berkata pelan.“Ini atas permintaan Mas Shaka, Kak. Mas Shaka yang membayari semuanya, mulai dari biaya operasi sampai kamar, katanya supaya Kak Kumi dan adik bayi nyaman.” “Apa katamu? Shaka?” Kepala Kumi meneleng ke kanan. “Bagaimana Shaka tahu Kakak melahirkan. Apakah kamu yang memberitahunya?” desak Kumi masygul. Khandra mengangguk. “Tepatnya dia yang menelponku, lalu aku memberitahu kondisi Kakak.” Kumi memejamkan mata. “Kenapa Ibu dan Ayah tidak menolaknya?” katanya gusar. Kesal sekali dirinya mengetahui keluarganya memutuskan sepihak padahal mereka tahu ia tak suka merepotkan orang lain. “Jangan salahkan Ayah dan Ibu Kak. Mas Shaka yang memaksanya Kak. Katanya itu sebagai hadiah.” Khandra takut melihat wajah kakaknya yang cemberut. Percakap
Bab 16 Kumi mendesah. Dia menangkap kerinduan tersirat dalam mata Shaka. Selama ini hubungan pertemanan mereka dekat. Shaka menepati janjinya untuk tidak datang ke rumah Kumi selama dia menjalani proses perceraiannya. Namun, Shaka selalu hadir lewat makanan sehat yang dia kirimkan. Dia juga yang paling bawel menasehati Kumi untuk beristrirahat dan minum vitamin. Kumi gembira, jiwanya tenang ada lelaki yang memperhatikan dan menyayanginya, tapi di satu sisi, dia takut merengkuh kebahagiaan yang ditawarkan Shaka hanyalah ilusi. Tuduhan-tuduhan yang dilontarkan orang yang tak menyukainya telah menimbulkan rasa tak nyaman pada diri Kumi dan membuatnya membangun benteng pertahanan yang kuat. Shaka menyentuh lembut tangan kanan Kumi. “Kok melamun? Apakah permintaanku terlalu berat untukmu?’ Lelaki itu terdiam. “Aku mau melindungimu dan Kaluna.” Kumi membuang napas berat, ia mengelus pipi Kaluna. Matanya mengembun, membayangkan nasib Kaluna
Bab 17 Kumi tidak mampu lagi menahan kecewa dan marahnya. Maka ia lampiaskan amarahnya pada Khandra dan Shaka. “Pergi kalian! Pergi! Tinggalkan aku sendiri!” Tanpa sadar tangannya meraih Kaluna dan mengangkatnya ke atas. Kaluna menangis keras, bayi itu meminta perhatian mommynya tapi Kumi tak bereaksi. Bahunya merosot letih setelah itu moodnya berubah menjadi buruk. Seketika dia membenci semua orang termasuk bayi mungilnya, Kaluna. Khandra dan Shaka menjadi tegang, Kaluna terus menangis sementara Kumi tetap bergeming. Matanya merah menyala. “Kak, maafkan Khandra,” ucap Khandra hampir menangis. Ia merasa sangat bersalah pada kakaknya. “Tolong jangan sakiti Kaluna, Kak.” Lelaki itu bersimpuh di lantai di dekat Kumi. Pelan-pelan air mata Kumi mengucur deras, jauh dari lubuk hatinya ia tak tega mendengar suara tangis anaknya. Shaka mendekati Kumi. Ia tetap waspada melihat ke arah perempuan itu. “Kumi, aku sayang kamu. Aku juga sayang Kaluna. Kamu jangan sedih,
Bab 18 Wanita muda itu mengerang, mengetahui Tante Yuni sang tetangga yang suka bergosip datang menjenguknya. Dengan keras ia berusaha untuk bersikap manis demi menjaga etika dan menghormatinya sebagai tamu. “Silahkan duduk Tan,” kata Kumi mempersilahkan tamunya. Di kamarnya memang ada fasilitas sofa dan meja kecil untuk menerima tamu. Bukannya duduk, Yuni malah berkeliling melihat-lihat kamar. Kemudian matanya tertuju pada Kumi yang sedang menyusui bayinya. “Ck… ck…ck… kasihan sekali kamu Kumi. Melahirkan setelah bercerai, bayimu gak punya Papa. Apa enaknya itu! Kalau Tante sih, mending bayinya dikasihkan orang. Beres. Gak repot mikir bayi. Gedein bayi itu mahal lho! Yuni menggeleng-gelengkan kepalanya, dengan mulut mencibir. “Tapi kok aneh ya, seorang janda pengangguran pula kok bisa bayar kamar semahal ini?” Matanya melirik ke kanan dan ke kiri. “Tante yakin, yang bayar kamar ini pasti lelaki yang melihara kamu kan?
Bab 19 Ayah tergemap, bagaimana Kumi tahu? Undangan yang dibawa Teguh tadi memang membuatnya terguncang. Dia masygul dan sakit hati dengan sikap Teguh dan keluarganya yang tidak ada rasa simpati sama sekali pada Kumi. “Ngapain datang, bikin sakit hati saja!” tolak Ibu mentah-mentah. “Ibu ndak mau datang. Lagian Ibu males ketemu sama mamanya Arka yang sombong itu. Duh, amit-amit jabang bayi dah. Bisa-bisa Ibu sawan melihatnya lagi.” Ayah diam, dia rencananya tidak mau datang dan menyembunyikan undangan itu dari Kumi. “Justru kalau kita diam, malah mereka yang senang. Untuk apa coba mereka undang kita, kalau bukan buat pamer? Mereka pingin kita sakit hati. Kita jangan mau ngalah terus sama mereka. Pokoknya Kumi mau datang, sekalian sama Kaluna, akan Kumi tunjukkan kalau Kumi dan Kaluna baik-baik saja tanpa Arka dan keluarganya,” kata Kumi tegas. “Tapi, kamu baru melahirkan, Kaluna juga masih bayi merah. Apa kamu yakin akan
Shaka kelimpungan mengetahui Kumi mematikan ponselnya. “Aarghh!!” Berulangkali dia menelpon. 30 menit kemudian Kumi menghidupkan ponsel. “Kumi please jangan marah.” Shaka tidak menyukai keputusan Kumi. Lelaki itu tampak gundah. “Hmmm… cobalah pikirkan lagi. Kamu baru melahirkan dan jahitan operasimu itu belum pulih bener. Kalau aku boleh minta tolong jangan datang ke perkawinan Arka walaupun dia mengundangmu?” “Kenapa sekarang kamu yang cerewet mengaturku? Kamu bukan siapa-siapaku Mr Protektif!” Kumi seharusnya memanggil Shaka dengan sebutan Mr. Protektif. Shaka sangat bawel dengan Kumi dan Kaluna. Wanita itu mulai sewot dengan nasehat Shaka. Ia tak habis pikir lelaki yang sedang video call dengannya itu sangat posesif setelah dirinya melahirkan. Dia lantas mematikan ponselnya lagi dan menghempaskan badannya di atas kasur di samping Kaluna. Kumi memejamkan mata supaya bisa menfokuskan pikirannya mencerna perkataan Shaka. Lelaki itu sebenarnya ti
“Shaka?” Kumi kaget melihat pria itu berjalan di samping Kumi. Tangannya pria itu masih memeluk pinggangnya. “Lho kapan datang? Bukankah urusan bisnismu di Jepang belum selesai?” “Sssttt… tetaplah fokus berjalan, ada urusan penting yang harus kuselesaikan di sini.” Dia melihat ke Kaluna. “Hi cantik… “ Keduanya bertemu dengan Ibu, Ayah dan Khandra di dalam ballroom menunggu Kumi. Mereka mencari tempat duduk di pojok. “Kok Ibu yang sakit hati dan nyesel datang ke pernikahan Arka. Kita langsung salaman saja sama tuan rumah dan pengantinnya, setelah itu kita pulang,” ucap Ibu tak bisa menutupi rasa kecewanya, melihat pernikahan Arka dan Rhea yang digelar secara mewah. Dia membandingkan dengan pernikahan Kumi yang digelar secara mendadak dan sangat sederhana. “Jangan bawa kemarahan Ibu di sini,” Ayah menasehati Ibu. “Hati Ibu mana sih Pak yang gak kesel anak kita sendiri disakiti, coba lihat mereka? Ketawa-ketawa kayak gak ber
Bab 22 Sehabis menjambak rambut Kumi, Rini langsung kabur seperti tak ada beban. Dia kembali menemui tamu-tamunya dengan senyum mengembang. Shaka marah. Ia hendak melabrak mamanya Shaka. Tapi Kumi melarangnya. Rentetan kejadian hari itu membuat emosi Kumi meningkat, perut Kumi mual, jantungnya berdebar dan napasnya semakin cepat. Dia berjalan seperti melayang. Tangan Kumi semakin erat memegangi Shaka. Semakin lama pandangannya semakin mengabur. “Shaka…” sebelum tubuhnya melorot ke bawah dan Kaluna terlepas dari dekapannya. “Kumiiii…” teriak Shaka. Reflek tangan Shaka menyambar Kaluna yang terlepas dari gendongan Kumi sebelum bayi merah itu terhempas ke lantai marmer. Bayi itu menangis kencang karena terkejut, sedangkan Kumi jatuh tak sadarkan diri. Mendengar teriakan Shaka memanggil Kumi dan tangisan Kaluna yang keras, Ibu menoleh. Perempuan itu terkesiap melihat Kumi yang pingsan. “Ya Alla