Share

Bab 12

last update Huling Na-update: 2022-06-10 09:53:25

Akhirnya kuterima secarik kertas itu. Kata demi kata mulai kubaca. Hati ini terasa sakit yang teramat sakit. Lagi-lagi Mas Rohim menabur garam diatas luka yang baru saja ia torehkan.

Kuremas lembaran kertas itu. Sesak, perih dan kecewa melebur menjadi satu. Seperti inikah ternyata sosok suami yang telah membersamaiku selama lima tahun ini?

Pandangan ini terasa mengabur seiring air mata yang mulai menganak sungai. Bibir ini tak mampu berucap sepatah katapun.

Tes.

Air mata mulai menetes dari sudut mata. Aku menangis dalam diam. Hanya air mata yang keluar sebagai bentuk betapa sakit dan kecewanya diri ini.

"Sekarang kamu sudah tahu, kan? Sudah percaya?" tanya perempuan itu dengan enteng, bahkan tak merasa bersalah sedikitpun.

Aku diam terpaku. Masih mencerna kejadian yang saat ini kulalui. Benarkah semua ini?

"Ya," ucapku dengan bibir gemetar. Hanya satu kata itulah yang mampu keluar dari bibirku. Ingin kucaci dan kumaki perempuan itu, tapi bibir ini terasa kelu. Tenggorokan terasa begi
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Pembalasan Untuk Pengkhianatan Suami dan Mertua    Bab 42

    Suara ketukan pintu terdengar beberapa kali. Terdengar Mbok Siti memanggilku beberapa kali.Pelan aku beringsut dari ranjang. Melangkah menuju pintu."Ada apa, Mbok?" tanyaku saat pintu sudah terbuka."Ada Ibu dan Bapak," ucap Mbok Siti."Di mana, Mbok?" "Di ruang tamu, Bu.""Iya, Mbok. Terima kasih." Mbok Siti mengangguk, lalu melangkah pergi."Siapa Rum?" tanya Mas Rendra dengan tubuh yang masih berbaring."Ibu sama Bapak." "Wah... sepertinya Ibu dan Bapak merasa kalau akan mendapatkan cucu. Makanya tiba-tiba datang ke sini tanpa memberi kabar," ucap Mas Rendra seraya beringsut dari pembaringan. Aku hanya tersenyum mendengar celotehannya."Yuk kita ke sana," ucap Mas Rendra dan aku mengangguk.Kami pun melangkah beriringan. Namun aku dibuat terkejut bukan main saat melihat seseorang yang duduk di samping ibuku."Mas Rohim?" lirihku tak percaya saat melihat Mas Rohim, istrinya dan juga mantan mertuaku ada di sana."Siapa?" bisik Mas Rendra tepat di telingaku."Mantan suami dan mant

  • Pembalasan Untuk Pengkhianatan Suami dan Mertua    Ba 41

    Tak hentinya kata syukur kupanjatkan. Betapa baiknya Tuhan padaku. Sesuatu yang kunantikan beratahun-tahun lamanya, kini telah ada di dalam rahimku.Allah. Terimakasih. Harus berapa kali kuucapkan rasa syukur dan terima kasih atas bentuk karuania terbesarmu. Sungguh... rasa bahagia yang tak bisa kuungkapkan."Bagaimana mungkin kamu bisa telat selama satu bulan tapi nggak menyadarinya? Kasihan kan calon anakku diajak kerja," ucap Mas Rendra."Aku mana tahu, Mas. Dulu aku tuh sering sekali telat seperti ini, jadi kupikir ya biasa aja. Nggak tahu juga kalau hamil.""Untung aja si Adek memberikan sinyal seperti itu sama Bundanya. Coba kalau enggak, mungkin kamu nggak akan tahu kalau sedang hamil." mas Rendra tak hentinya berbicara. Aku hanya diam, tak ingin menjawab ucapannya."Yaudah. Kita periksa sekarang. Biar tahu bagaimana kondisi janin di dalam rahimmu, aku nggak mau ya dia kenapa-kenapa," ucap Mas Rendra seraya beranjak dari ranjang lalu melangkah menuju almari.Setelah beberapa sa

  • Pembalasan Untuk Pengkhianatan Suami dan Mertua    Bab 40

    Mendengar penuturanku, Ustadzah Humaira tersenyum. Lalu menjawab, "Kamu bulan ini sudah datang bulan?" "Kamu hamil, Dek?" tanya Mas Pandu yang kubalas dengan mengangkat kedua bahuku, padahal aku tahu ia pun tak lihat gerakanku."Masa iya hamil?" gumamku. "Mas Rendra, belikan testpack buat Nak Rumi," pinta Ustadzah Humaira. Terlihat Mas Rendra mengangguk cepat dan tanpa permisi ia langsung melenggang pergi."Dulu saya juga seperti ini loh. Waktu hamil di trimester pertama, nggak bisa kena air. Baru lihat air aja udah merinding. Perut terasa mual."Seketika aku kembali mengingat kejadian akhir-akhir ini. Sama seperti yang dikatakan oleh Ustadzah Humaira. Tapi masa iya aku hamil?Kutepuk pelan jidatku, saat aku teringat sudah satu bulan aku tak datang bulan. Ya, Tuhan... bagaimana mungkin aku tak mengerti?Mudah-mudahan kali ini aku benar-benar hamil.Allah... berikanlah mukjizatmu."Gimana? Udah inget kapan terakhir datang bulan?" tanya Ustadzah dan aku mengangguk."Kapan?""Tepat di

  • Pembalasan Untuk Pengkhianatan Suami dan Mertua    Bab 39

    *Dua bulan kemudian*Terdengar adzan subuh berkumandang, mataku mengerjap pelan, lalu kurenggangkan otot-otot di tubuhku. Kedua mataku terbuka sempurna, namun saat aku menoleh ke samping, tak kutemukan Mas Rendra di sana. Sudah menjadi kebiasaanya, bangun terlebih dulu di saat aku masih terlelap.Tak berselang lama terdengar derap langkah mendekati kamar, sedetik kemudian daun pintu terbuka. Terlihat Mas Rendra yang hanya mengenakan handuk yang terlilit sebatas pinggang, berjalan masuk."Tumben belum dibangunin, udah bangun duluan," ucap Mas Rendra sembari mengambil baju di dalam almari. Itulah kebiasaan Mas Rendra, dia bukan tipe lelaki yang semuanya harus kusediakan. Padahal aku pun juga ingin melayani suamiku. Ia hanya memintaku untuk memasak makanan untuknya. Kalau tugas membersihkan rumah sudah dilakukan oleh Art yang bekerja di sini. "Iya, Mas," jawabku sekenanya. "Buruan mandi. Mas tunggu sholat subuh berjamaah," ucapnya seraya memakai baju yang baru diambil olehnya. Aku men

  • Pembalasan Untuk Pengkhianatan Suami dan Mertua    Bab 38

    Hari berganti hari. Tak terasa hari ini telah tiba acara pernikahan keduaku. Ya, setelah acara berkumpulnya kedua belah keluarga, telah diputuskan pernikahan diadakan tiga Minggu setelah acara lamaran kemarin. Dan momen itu telah tiba.Aku duduk mematut diri di depan cermin. Hingga memantulkan bayanganku. Balutan kebaya putih yang dipenuhi payet berwarna senada menambah kesan keindahan pada kebaya yang membalut tubuhku pagi ini. Ditambah make-up tipis namun terlihat elegan yang diaplikasikan oleh perias menyempurnakan diriku pagi ini. Jantungku semakin berdegup dengan kencang seiring jarum jam yang terus berdetak, hampir jam 09:00 wib. Sesekali jemariku mengetuk-ngetuk meja rias. "Rum ...." Aku menoleh ke arah sumber suara, ternyata Ibu sudah berdiri di ambang pintu. Sedetik kemudian langkah kakinya berjalan mendekat.Langkah kaki Ibu berhenti di belakangku. Kedua tangannya memegang pundakku. Berkali-kali kuhela napas panjang dan kukeluarkan secara perlahan. Berharap mampu menormalk

  • Pembalasan Untuk Pengkhianatan Suami dan Mertua    Bab 37

    POV Rumi.**** Keesokan Hari, di malam hari*Suara ketukan pintu yang diiringi suara salam terdengar. Membuat Ibu berhenti mengomel karena kesal saat melihat sinetron kesukaannya."Ibu ini selalu begitu. Ngomel terus kalau lagi lihat sinetron kesukaannya," protes Bapak."Habisnya Ibu tuh kesel, Pak. Masa jadi perempuan kok lembek bener. Udah tahu suaminya jahat, masih aja betah bersamanya.""Yaudah. Jangan dilihat, Bu.""Sayang, Pak. Penasaran bagaimana nanti akhirnya."Aku beranjak lalu melangkah menuju pintu utama, meninggalkan Bapak dan Ibu yang sedang berdebat. "Assalamualaikum ....""Waalaikum salam ...," ucapku saat pintu sudah terbuka. "Ada apa, Ren?" tanyaku saat melihat Rendra-lah tamunya."Boleh aku masuk?" "Eh—iya, iya. Silahkan masuk! Maaf," ucapku salah tingkah."Aku bikinkan minum dulu, ya." Aku ingin memutar tubuh lalu melangkah. Namun kuurungkan niatku saat Rendra memanggil namaku."Ya?" "Nggak usah bikin minum. Perutku udah kebanyakan minum," ucap Rendra."Bentar

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status