Terjebak dalam Pernikahan Suami Kakakku

Terjebak dalam Pernikahan Suami Kakakku

last update최신 업데이트 : 2025-05-23
에:  Velmoria완성
언어: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
평가가 충분하지 않습니다.
73챕터
511조회수
읽기
서재에 추가

공유:  

보고서
개요
목록
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.

“Kau milikku, Zuri. Sampai kau memberiku seorang pewaris.” Demi melunasi utang kakaknya, Zuri Everlyn menyerahkan dirinya dalam ikatan pernikahan tanpa cinta dengan Axel Nightvale—CEO dingin yang mengendalikan segalanya, termasuk tubuh dan pikirannya. Kesepakatan mereka jelas, Zuri bebas setelah melahirkan seorang putra. Axel menguasai tubuh Zuri, menuntut kepatuhan, dan membakar hasrat yang tidak diinginkan Zuri pada awalnya. Tapi, di balik tatapan Axel yang kejam, ada rahasia yang mengikat mereka lebih dalam dari sekadar kegiatan ranjang. Saat wanita lain berusaha merebut Axel dan pria lain pun ingin memiliki Zuri, benang tak kasatmata di antara mereka justru semakin menjerat. Lalu, siapa yang akan menyerah lebih dulu? Zuri yang ingin bebas, atau Axel yang tidak pernah benar-benar berniat melepaskannya?

더 보기

1화

1. Dipaksa Menikah

Axel Nightvale duduk tegak, ekspresinya datar, tapi tatapannya tajam mengunci Zuri Everlyn. Tanpa basa-basi, dia meletakkan sebuah amplop cokelat di atas meja.

“Buka dan pastikan sendiri.”

Zuri membuka amplop. Jari-jarinya sedikit gemetar saat menarik isinya. Beberapa lembar dokumen dan foto terselip di dalamnya.

Rekaman CCTV menunjukkan Elysia memasuki kamar Axel, membuka lemari, dan menemukan kotak-kotak perhiasan di bawah lipatan pakaian. Gambar berikutnya menangkap momen saat kakaknya itu berdiri di depan brankas, memasukkan kombinasi angka yang ternyata tanggal pertemuan pertama mereka, lalu mengambil uang dalam jumlah besar.

Di bawahnya, ada laporan transaksi rekening yang menunjukkan miliaran hilang pada malam yang sama. Beberapa foto memperlihatkan isi tas yang dibawa Elysia ke bandara—kotak-kotak perhiasan milik ibunya Axel masih utuh, tersembunyi di antara tumpukan uang tunai.

Laporan terakhir dari pihak bandara mencatat bagaimana dua polisi berpakaian preman mengikuti Elysia, sebelum akhirnya melarikan diri—menjadi buronan.

Semua bukti ada di sini. Tidak ada yang bisa dibantah.

“Dengarkan baik-baik, Zuri Everlyn. Tugasmu sekarang adalah menggantikan posisi Elysia Rosier—menjadi istriku. Kalau kau berani menolak, bayar semua uang dan perhiasan yang dia curi dari keluargaku. Pilihannya hanya itu.”

Zuri menegang. Suara Axel Nightvale, kakak iparnya, menggema di ruangan sepi itu, dingin dan tajam. Dia mencoba menetralkan ketakutan yang merayap di dadanya dengan berbicara pelan. “Mungkin Elysia akan kembali—”

“Dia tidak akan kembali,” potong Axel cepat, matanya menyipit penuh tekanan. “Kau pikir aku sebodoh itu, memilihmu sebagai pengganti kalau dia masih bisa ditemukan?”

Zuri menelan ludah. Axel bukan orang asing—dia kakak ipar yang pernah begitu memuja Elysia, kakak kandungnya. Tapi Elysia, wanita yang tidak pernah puas, telah meninggalkan kekacauan ini. Dan kini, Zuri yang harus menanggungnya.

Pria di depannya ini, dengan sorot mata yang tidak bisa ditebak, membuatnya cemas. Axel selalu bicara panjang saat emosi menguasainya—seperti sekarang. Zuri khawatir, tangan pria itu bisa saja lebih cepat bergerak daripada kata-katanya.

“Kenapa diam?” Axel menyandarkan dagunya pada tangan, sikapnya santai tapi mengintimidasi. “Kau ingin menolak? Apa kau sanggup membayar kerugianku secara tunai? Atau lebih suka ke penjara menggantikan kakakmu? Aku bisa mengatur itu dalam sekejap.”

Zuri merasa lantai di bawahnya runtuh. Dia hampir tak mengenal Axel—hanya secuil cerita dari Elysia saat kakaknya itu sesekali pulang untuk bertemu dengannya. Tapi sekarang, dia tahu satu hal, pria ini jauh lebih kejam dari yang pernah dibayangkannya.

“Aku perlu waktu untuk memikirkannya,” jawab Zuri pelan, suaranya nyaris hilang.

“Apa?” Axel mendengus, nada sinis terdengar jelas. “Ulangi. Aku tidak dengar.”

Zuri menarik napas dalam, berusaha menjaga ketenangan. “Aku perlu memikirkannya lagi. Aku sudah punya calon suami, dan kami akan segera menikah.”

Axel tertawa keras, suaranya memenuhi ruangan kosong itu hingga Zuri merasa telinganya berdengung. “Kau serius? Apa kau tidak sadar bahwa uangku jauh lebih berarti daripada nyawamu—atau bahkan nyawa Elysia sekalipun?”

Zuri terdiam, tak berani menatap Axel. Pikirannya kacau. Elysia yang melakukan semua ini, merugikan Axel, tapi kenapa dia yang harus membayar? 

“Tidak ada cara lain?” Zuri akhirnya membuka suara, nada memohon terselip di sana. “Aku bersedia bekerja di perusahaanmu tanpa gaji. Setiap bulan, kau bisa ambil penghasilanku untuk mencicil utang itu.”

Axel memandangnya dengan ekspresi tak percaya, lalu mendengus lagi. “Kau gila? Aku tidak akan membiarkan siapa pun dari keluargamu masuk ke perusahaanku. Lagi pula, apa yang bisa kau lakukan? Membersihkan lantai? Sampai kapan utang itu lunas—saat kau sudah mati?”

Kata-kata itu menusuk, tapi Axel mengucapkannya dengan tenang, seolah hanya menyatakan fakta biasa. Zuri menahan air mata. Elysia adalah satu-satunya keluarga yang dia miliki. Mau tak mau, dia harus menanggung akibat ulah kakaknya—meski itu berarti menyerahkan hidupnya pada pria ini.

“Lalu untuk apa aku menikah denganmu?” tanya Zuri, suaranya masih bergetar. “Aku tetap tidak akan mampu membayar semua kerugian itu.”

Axel menatapnya tajam, ada kilatan amarah di wajahnya. “Aku butuh penerus. Sebelum Elysia kabur dengan uang dan perhiasan itu, aku sudah menyampaikan keinginanku. Dia tidak menjawab—malah melarikan diri.”

Zuri terpaku. Jantungnya berdegup kencang. “Jadi, jika aku memberimu anak, utang itu akan lunas?”

Axel mengangkat alis. “Tergantung.”

“Apa maksudmu?” Zuri terlonjak, tak percaya dengan apa yang didengarnya.

“Jenis kelamin anaknya,” jawab Axel datar. “Jika kau melahirkan bayi laki-laki, utang itu lunas sepenuhnya. Jika tidak, kita lihat lagi.”

Zuri tersentak. Takut, marah, dan sedih bercampur jadi satu, mencekiknya. “Jadi hidupku hanya bernilai sebatas itu di matamu?”

Axel tersenyum tipis, dingin. “Semakin cepat kau memberiku anak laki-laki, semakin cepat aku menceraikanmu. Itu saja.”

Kalimat itu terngiang di kepala Zuri, berulang seperti mantra yang menghancurkan. Axel membenci Elysia—dan dia, sebagai adiknya, adalah alat balas dendam yang sempurna. Mereka berdua adalah satu-satunya yang tersisa dari keluarga mereka. Orang tua mereka meninggal akibat wabah di village, dan bibi yang menampung mereka di kota telah tiada karena kecelakaan. Zuri benar-benar sendirian sekarang.

“Aku mengerti,” gumam Zuri akhirnya. “Tapi beri aku waktu untuk menjelaskan pada calon suamiku.”

Dia memikirkan Jaxon Holt—pria sederhana yang hangat, pegawai negeri yang telah merencanakan hidup bersamanya. Rumah kecil yang disiapkan Jaxon untuk mereka sudah cukup baginya. Tapi kini, semua itu terancam sirna.

“Tidak perlu menunggu,” kata Axel tiba-tiba, matanya beralih ke arah pintu. “Dia sudah datang.”

Tekrejut, Zuri menoleh. Jaxon berjalan cepat mendekati mereka, wajahnya penuh tanya.

“Hai, calon istriku,” sapanya sambil mencium pipi Zuri, membuat wanita itu membeku. “Ada apa ini?”

Zuri tergagap. “Jax, ini tentang kakakku—”

“Aku kakak iparnya,” potong Axel dengan santai, “sekaligus calon suaminya. Zuri baru saja memintaku menikahinya.”

Zuri tersentak. Mulutnya ternganga, tapi tak ada suara yang keluar. Axel dengan sengaja membalikkan fakta, melemparkan tuduhan palsu tanpa ragu. Jaxon menoleh padanya, pandangannya berubah gelap.

“Apa ini, Zuri?” Jaxon menggeram, tangannya mengepal di atas meja. “Benar kau meminta kakak iparmu menikahimu?”

“Tentu saja,” jawab Axel lagi, mewakili Zuri. “Karena aku lebih kaya darimu, Tuan Jaxon.”

“Zuri, jawab!” bentak Jaxon, suaranya mengguncang. “Benar atau tidak?”

Zuri gemetar hebat. Dia ingin membantah, tapi tatapan Axel yang dingin dan penuh ancaman membungkamnya. “Itu … itu benar,” katanya akhirnya, suaranya nyaris tidak terdengar.

Jaxon menggebrak meja, berdiri, dan meraih gelas air di depan Zuri. Dalam sekejap, air itu disiramkan ke wajah Zuri. “Dasar wanita murahan! Kau dan kakakmu sama saja!” teriaknya, wajahnya memerah penuh amarah.

Zuri menangis tersedu. Air mata bercampur dengan air yang membasahi wajahnya. “Bukan begitu, Jax. Elysia—”

“Cukup!” potong Jaxon. “Apa pun alasannya, kau memilih jadi wanita seperti itu. Kau hancurkan aku dan keluargaku!”

Axel mengangkat tangan, menghentikan keributan itu. “Sudah, Tuan Jaxon. Jangan terus menyalahkan Zuri. Introspeksi diri sendiri. Sudah cukupkah penghasilanmu untuk menikahi seorang wanita?”

Jaxon terdiam, tangannya mengepal lebih erat. Dia tahu pekerjaannya sebagai pegawai negeri memang terbatas. Ada cicilan mobil, tanggungan untuk adik-adiknya. Andai dia dan Zuri menikah, mereka akan hidup pas-pasan.

“Baiklah,” ujar Jaxon dengan tawa getir. “Selamat atas pernikahan kalian. Semoga kalian tak pernah bahagia.” Dia berbalik, meninggalkan Zuri yang tidak sanggup menatap kepergiannya.

Axel bangkit, menatap Zuri yang basah dan pucat. “Aku sudah selesai. Kujemput kau nanti di hari pernikahan,” katanya dingin, lalu melangkah pergi.

Zuri mengusap wajahnya, air mata masih mengalir. “Apa yang kau lakukan, Ely?” gumamnya pada kakak yang tidak ada. Langkahnya tertatih menuju pintu, tapi sebuah seseorang menghadangnya. Wanita paruh baya dengan wajah penuh amarah.

“Ibu?” Zuri terpaku. Itu Margaret, ibunya Jaxon.

“Jangan panggil aku Ibu,” bentak Margaret. “Putraku menangis tadi, mengadu padaku kalau kau membatalkan pernikahan demi pria lain.” Tanpa aba-aba, tangannya melayang, menampar Zuri keras.

Zuri terhuyung, pipinya memanas. Kafe yang sepi—disewa khusus oleh Axel untuk pertemuan ini, sekarang terasa seperti panggung kehancurannya. Pelayan yang mulai berdatangan hanya bisa berbisik, menyaksikan wanita malang itu dihujani kesialan.

“Nyonya Margaret, maafkan aku,” lirih Zuri, menatap wanita yang pernah dia harapkan untuk menjadi mertuanya.

“Aku tidak akan memaafkanmu,” balas Margaret tajam. “Kau wanita rendah. Murahan!”

Zuri mengangguk lemah. “Anda benar. Aku memang seperti itu.”

Margaret mendengus, lalu pergi tanpa kata lagi. Zuri berdiri sendirian, basah dan hancur, dikelilingi tatapan asing. Tidak terlalu jauh, Axel melangkah keluar kafe dengan tidak peduli. Baginya, ini baru permulaan—dan Zuri adalah pion yang sempurna dalam permainannya.

펼치기
다음 화 보기
다운로드

최신 챕터

더보기

독자들에게

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

댓글

댓글 없음
73 챕터
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status