Arya melihat jam tangannya yang berada di lantai dan pisau yang disembunyikan di dalamnya juga sudah dibongkar, berarti wanita di depannya ini sudah menyelidikinya dengan cukup dalam. Oleh karena itu, perlawanan apa pun juga tidak ada gunanya lagi.Memikirkan hal itu, Arya langsung bersandar ke kursi dengan santai. "Saat diwariskan ke ayahku, bisnis Keluarga Cahyadi sudah hampir bangkrut. Ayahku yang berusaha keras menyelamatkannya, tapi aku bukan orang yang pandai berbisnis. Bisnis keluargaku yang tersisa sekarang, kamu juga pasti nggak tertarik. Kalau cari aku untuk bahas bisnis, lebih baik nggak perlu buang-buang waktumu."Wanita itu tersenyum. "Kamu nggak perlu pandai berbisnis. Kalau kamu tetap ikut dengan Pak Jason, dia tentu saja nggak akan membiarkan Keluarga Cahyadi tumbang. Kamu begitu setia padanya juga karena hal ini, 'kan?"Alasan Arya tentu saja bukan karena itu. Dia memang tidak pandai berbisnis, tetapi dia terbiasa mendengarnya sejak kecil dan sering bersama dengan Jaso
Janice menarik Louise kembali, lalu mengisyaratkan lewat tatapan agar jangan terlalu banyak tanya soal kehidupan orang kaya. Dari pelayan rumah tangga, koki, hingga sopir di Keluarga Karim, semuanya mengenakan pakaian khusus yang dibuat secara eksklusif. Setiap setelan memiliki lambang keluarga untuk menunjukkan status keluarga, begitu juga dengan sarung tangan putih yang dikenakan sopir.Setelah tersadar kembali, Janice berkata, "Orang yang menculik Arya pasti sangat berkuasa. Bagaimana kalau aku tanya para desainer apa mereka pernah menerima pesanan model seperti ini?"Saat mengatakan itu, Janice mengulurkan tangan dan hendak mengambil kancing itu.Namun, Jason langsung memberikan kancing itu pada Norman. "Biar aku yang urus saja. Arya masih di tangan orang lain, lebih baik kita bertindak secara diam-diam."Janice mengiakan dan menarik kembali tangannya, tetapi hatinya malah berdebar. Di jalanan malam, angin mengembus sampai seluruh tubuh kedinginan.Jason mengalihkan pandangannya da
Saat tiba di lokasi, Janice dan Jason berpapasan dengan mobil polisi.Janice segera melangkah ke arah Louise. "Ada apa? Kenapa mobil polisi malah pergi?""Aku yang suruh mereka pergi." Landon muncul dari sisi lain mobil, diikuti oleh Zion dan Norman.Janice memandang mereka dengan bingung.Norman maju dan menjelaskan, "Aku sudah periksa, CCTV di jalan ini sudah diretas, jadi nggak ada bukti bahwa Arya diculik.""Louise bisa jadi saksi," kata Janice sambil menunjuk ke arah Louise."Kadar alkoholnya melebihi batas. Polisi tanya apa saja nggak bisa jawab, malah hampir dikira nyetir dalam keadaan mabuk," jawab Norman dengan pasrah.Louise menggeleng. "Aku memang minum, tapi bukan nggak bisa jawab. Aku terlalu panik.""Sekarang ngomong apa pun nggak guna. Supaya nggak makin rumit, aku terpaksa bilang ke polisi kalau dia mabuk dan salah lapor," ucap Landon dari belakang mobil, matanya menatap goresan bekas tabrakan.Louise mulai sesenggukan, merasa frustrasi. "Ini salahku! Waktu latihan bela
Berhenti, jangan dipikirkan lagi.Janice menggigit bibir, lalu berbalik dan melepaskan jasnya.Louise melanjutkan, "Hari ini Vega agak aneh. Sore tadi dia sama sekali nggak mau tidur. Ditanya kenapa juga nggak mau jawab. Barusan dia tertidur karena benar-benar kelelahan."Janice langsung cemas. "Apa dia sakit?""Nggak, dia cuma kelihatan murung. Mungkin karena bosan setiap hari di rumah," jawab Louise."Beberapa hari lagi aku mau ajak dia ke Kota Heco. Kamu mau ikut? Bisa punya waktu berduaan sama Zion lho.""Mau dong." Louise langsung mengangguk, lalu mengambil tasnya dan bersiap untuk pergi."Aku sudah janjian makan sama mereka. Aku duluan ya.""Hati-hati di jalan," ucap Janice sambil melambaikan tangan.Kemudian, Janice dan Jason sama-sama menuju kamar anak. Vega tidur lelap sambil memeluk boneka kelinci kecilnya.Keduanya menatapnya sejenak. Saat mereka hendak keluar, Vega seperti merasakan sesuatu. Dia tiba-tiba membuka mata dan langsung meraih tangan Jason.Jason berlutut dengan
Janice duduk di dalam mobil, merasa tidak nyaman, terus bergerak ke kiri dan kanan.Jason meliriknya sejenak. "Kursinya ada paku?"Janice langsung diam sambil mencengkeram sabuk pengaman."Aku cuma nggak terbiasa sama mobil seperti ini.""Memang nggak terbiasa, jadi nggak bisa main," ujar Jason dengan nada datar.Pria ini malah berpikir ke arah situ?Begitu teringat Jason awalnya membeli mobil ini untuk Vania, Janice langsung merasa dirinya benar-benar duduk di atas paku."Nggak bisa pakai mobil lain? Harus banget mobil ini?""Mobil lain sudah diambil sama tukang rongsok. Kebetulan mobil ini baru selesai diservis, ya sudah aku bawa buat kamu lihat." Nada suara Jason terdengar santai.Begitu mendengar kata "tukang rongsok", Janice tidak tahu harus tertawa atau diam."Ya sudah, aku nggak lihat." Janice memalingkan wajah, memandang ke luar jendela.Tiba-tiba, sesuatu terasa berat di pahanya. Sebuah miniatur mobil, ternyata itu kunci mobil."Buat apa?""Ada orang yang cuma punya SIM, selal
"Letakkan saja.""Ayah bilang harus kamu lihat sekarang." Yosep mengingatkan sambil menyerahkan dokumen."Aku bilang, letakkan saja. Kalau masih manja, jangan kerja."Jason mendongak. Suaranya rendah, tetapi mengandung hawa dingin. Tatapan yang setengah menyipit itu memancarkan ketajaman, membuat Yosep secara refleks menuruti dan meletakkan dokumen itu.Jari-jari Yosep kaku. Wajahnya tampak tenang, tetapi matanya menunjukkan kelicikan dan kekejaman."Ingat untuk diperiksa ya ...." Saat menarik tangannya, Yosep sengaja menumpahkan kopi di pinggir meja ke jas Jason."Maaf." Yosep mengeluarkan saputangan untuk mengelap, tetapi Jason menahannya."Keluar.""Baik." Yosep berbalik. Sebelum keluar, dia melirik ruang kantor dua lantai yang luas itu. Jendela besar memperlihatkan pemandangan indah, seakan-akan seluruh kota ini berada di bawah kendalinya. Itulah kekuasaan.Jason naik ke ruang istirahat di lantai atas, melepaskan jas dan kemeja. Ketika mengganti pakaian, terlihat beberapa bekas sun