Aksa Wirasena adalah seorang Lurah (Kepala Desa) muda yang di pilih secara langsung oleh warga Desa Tirto Wangi. Desa Tirto Wangi adalah salah satu desa yang ada di pelosok daerah. Berkat usaha keras dari Lurah mereka, perlahan Desa tersebut mulai banyak kemajuan terutama pada bagian fasilitas umumnya. Adat istiadat di Desa Tirto Wangi pun masih terbilang cukup kental. Suasana khas pedesaan dengan warga yang sangat ramah, hangat dan selalu saling tolong - menolong dan saling menjaga, membuat Desa terpelosok itu terkenal sebagai wilayah yang aman dan tentram. Kinanti Malayeka, adalah salah satu pendatang di Desa Tirto Wangi. Ia adalah ASN baru yang di tempatkan di Puskesmas yang ada di Desa Tirto Wangi. Kinanti adalah satu - satunya Dokter yang bertugas di sana. Ia terkenal sebagai Dokter yang sangat ramah, cekatan dan juga telaten hingga menjadi Dokter kesayangan warga. Walaupun tinggal seorang diri dan jauh dari keluarga karena pekerjaannya, namun Dokter Kinan tetap merasa aman dan nyaman tinggal di Desa Tirto Wangi. Keberadaan Dokter Kinan sendiri cukup menarik perhatian Pak Lurah Desa Tirto Wening yang kebetulan adalah anak pemilik rumah yang di sewa oleh Dokter Kinan. Seiring berjalannya waktu. Hubungan mereka menjadi semakin dekat hingga membuat Aksa jatuh cinta pada Dokter cantik itu. Apakah Aksa berhasil meraih hati Kinanti? Apakah hubungan asmara mereka berjalan dengan lancar, atau justru banyak halangan?
View MoreHujan gerimis yang sedari tadi mengguyur, membuat suasana desa terasa semakin dingin. Kinanti Malayeka mengeratkan jaket tebal yang ia kenakan. Gadis cantik itu duduk sendirian di teras sebuah warung yang sudah tutup.
Wajahnya harap - harap cemas menanti jemputan yang sedari tadi tak kunjung tiba. Ponsel yang berada di genggamannya pun mati, hingga ia tak bisa menelfon pegawai Kelurahan yang katanya akan menjemputnya. "Ya Allah, sepi banget sih. Mana sudah sore gini, gak ada kendaraan yang lewat juga." Ujar Kinanti dengan cemas. Ia kembali menekan tombol daya di ponselnya, berharap ponsel itu akan menyala barang sebentar. "Huh! Mana power bank pake ketinggalan segala." Keluhnya dengan kesal. Angin yang bertiup kencang, membawa cipratan air masuk hingga mengenai wajahnya. Kinanti mengusap wajahnya yang basah segera merapikan kembali kerudungnya yang acakan - acakan tertiup angin. "Apa sepelosok itu, Desa Tirto Wangi ini? Nasib... nasib... Mudah - mudahan warga desanya bisa di ajak kerja sama dan gak kolot - kolot banget." Kinanti kembali bermonolog. Kinanti adalah seorang Dokter muda yang baru di angkat menjadi seorang ASN. Ia lalu di tugaskan di Puskesmas Desa Tirto Wangi. Kinanti kembali mengingat cerita - cerita yang cukup menyeramkan tentang Desa Tirto Wangi dari beberapa rekannya. Entah benar atau hanya ingin menakuti, yang jelas cerita - cerita itu membuat bulu kuduk Kinanti tiba - tiba meremang. Duuuaaarrr!!! Suara petir yang sangat keras, di sertai gemuruh dan kilatan petir membuat Kinanti terjingkat. Ia memeluk lutut sambil menyembunyikan wajahnya di lututnya. "Astaghfirullah! Maaf, Mbah, aku cuma numpang nunggu jemputan. Aku gak berniat buruk kok, Mbah. Aku cuma menjalankan tugas di Desa saja." Ujar Kinanti dengan berulang - ulang tanpa berani mengangkat wajahnya. "Mbak... Mbak..." Seseorang menepuk pundak Kinanti. "Aaaaa... Astaghfirullah!" Seru Kinanti yang terkejut. Ia tak menyadari kedatangan pria yang kini ada di depannya. "𝙆𝙪𝙡𝙤 𝙞𝙨𝙚𝙝 𝙚𝙣𝙤𝙢. 𝙐𝙙𝙪 𝙨𝙞𝙢𝙗𝙖𝙝 - 𝙨𝙞𝙢𝙗𝙖𝙝. (Aku masih muda. Bukan kakek - kakek.)" Ujar pria itu. "Ka - kamu manusia, kan?" Tanya Kinanti dengan suara bergetar. "Iya lah, Mbak, aku manusia. 𝙄𝙠𝙞 𝙨𝙞𝙠𝙞𝙡𝙠𝙪 𝙣𝙖𝙥𝙖𝙠. (Ini kakiku menapak.)" Jawab si pria sambil menunjuk ke arah kakinya. Tanpa di perintah, Kinanti pun ikut melihat ke arah kaki pria itu. "Alhamdulillah, ya Allah! Aku kira kamu hantu. Huhuhuhu, aku takut banget sendirian di sini, mana sudah mulai gelap dan hujan gak berhenti - berhenti." Cicit Kinanti yang tanpa sadar memeluk pria dengan tubuh proporsional di hadapannya. "Kalo aku hantu, gimana?" Celetuk si pria yang membuat Kinanti langsung mendongak, menatap ke arah wajah pria itu. "Kamu hantu?" Tanya Kinanti dengan polosnya hingga membuat pria itu tertawa. "Aku cuma bercanda kok, mana ada hantu yang bisa bawa mobil." Ujarnya sambil terkekeh geli melihat ekspresi wajah Kinanti. "Gak lucu ya! Aku beneran takut, tau." Omel Kinanti dengan suara bergetar. "Kamu Dokter Kinanti? Ayo, kita kembali ke Desa." Ajak si pria. "Ayo." Jawab Kinanti. "Mau aku gendong sekalian? Kalau di peluk terus seperti ini, nanti aku baper loh." Ledek si pria. "Eh iya, maaf." Ujar Kinanti yang kemudian melepaskan pelukannya. Pria itu kemudian mengambil dua koper milik Kinanti, sementara Kinanti meraih ranselnya. Tak lagi memeluk, namun Kinanti terus memegangi ujung kemeja pria yang menjemputnya. "Aku gak kemana - mana, Bu Dokter." Ujar si pria saat melihat tangan Kinanti yang terus memegang ujung kemejanya. "Iya aku tau. Aku yang takut di gondol." Jawab Kinanti sambil celingukan kesana dan kemari dengan was - was. Pria itu memasukkan koper Kinanti ke dalam mobil, Kinanti pun mengekor kemana pria itu berjalan dengan masih terus memegangi ujung kemeja si pria. "Silahkan masuk, Bu Dokter." Ujar si pria yang sudah membukakan pintu untuk Dokter cantik itu. "Terima kasih." Ucap Kinanti sambil mengangguk kikuk. Pria itu segera berlari memutar dan masuk ke dalam mobil setelah menutup pintu mobil tempat Kinanti duduk. Sepanjang perjalanan, keduanya tak banyak bicara. Si pria tampak fokua mengemudikan mobil SUV miliknya di jalanan tanah yang licin. Kinanti pun merasakan adrenalinnya kian memuncak saat beberapa kali mobil yang ia kendarai tergelincir. Mulutnya pun tak henti berkomat - kamit memanjatkan doa, memohon keselamatan pada Allah. "Maaf ya, Bu Dokter. Jalanan menuju ke Desa memang seperti ini. Masih jalanan tanah, belum banyak yang di aspal." Ujar si Pria. "Iya, gak apa - apa." Jawab Kinanti dengan gugup. Suasana kembali hening. Kinanti sesekali melirik ke arah pria yang duduk di sebelahnya. Ia masih berusaha meyakinkan diri kalau pria di sebelahnya ini benar - benar manusia. "Kenapa lihatin saya kayak gitu? Gak percaya kalo saya manusia?" Ledek si Pria yang sadar kalau Kinanti sedang menatapnya. "Eeeh, itu, anu..." Kinanti kehilangan kata - kata. "Kalau aku hantu, nyusulnya pake kereta kuda, bukan mobil." Ujar si Pria sambil terkekeh. "Ternyata Dokter ini penakut juga, ya." Imbuh si Pria yang meledek hingga membuat bibir Kinanti cemberut"Kinan ini biasanya gak betahan tinggal jauh dari keluarga, apa lagi dari Mama dan Papa. Tapi kata Mama, kok tumben sekali Kinan gak ngerengek minta di temani. Padahal sebelum berangkat sudah bilang, kalau gak betah, minta di temani dulu sama Mama dan Papa beberapa hari." Cerita Kak Ridho. "Ternyata, karna ada yang bisa bikin betah." Imbuh Mbak Ina sambil terkekeh. "Mama sama Papa kok gak ikut, Kak?" Tanya Aksa. "Mama sama Papa harus dateng ke acara pernikahan Sepupu kami. In syaa Allah, lain waktu berkunjung ke sini sama Raka juga. Raka ini kebetulan lagi ada tugas juga di luar Pulau." Jawab Kak Ridho. "Gimana ceritanya kok udah jadi aja, baru satu minggu loh, Dek." Goda Mbak Ina. "Gak sengaja, Mbak." Jawab Kinan. "Mana ada orang pacaran gak sengaja?" Tanya Kak Ridho. Kinan pun menceritakan awal mula mereka dekat hingga pertemuannya dengan Faris yang justru membuat mereka berdua berpacaran. "Orang itu masih gangguin kamu, Dek?" Tanya Kak Ridho dengan wajah khawatir.
"Mas mau kerumah Nduk Kinan?" Tanya Bu Sari. "𝙉𝙟𝙞𝙝, 𝘽𝙪. 𝙒𝙤𝙣𝙩𝙚𝙣 𝙣𝙤𝙥𝙤? (Iya, Bu. Ada apa?)" Tanya Aksa. "𝙄𝙠𝙞, 𝙙𝙞 𝙜𝙤𝙬𝙤 𝙥𝙞𝙨𝙖𝙣. 𝙈𝙖𝙪 𝙜𝙚𝙣𝙙𝙪𝙠 𝙚 𝙣𝙜𝙤𝙢𝙤𝙣𝙜 𝙣𝙖𝙠 𝙆𝙖𝙠𝙖𝙣𝙜𝙚 𝙖𝙧𝙚𝙥 𝙩𝙚𝙠𝙤, 𝙣𝙜𝙤𝙣𝙤. (Ini, di bawa sekalian. Tadi Kinan bilang kalau Kakaknya maundatang, gitu.)" Kata Bu Sari yang memberikan tiga toples berisi keripik pisang, keripik sukun dan peyek kacang. "𝙉𝙟𝙞𝙝, 𝙨𝙚𝙠𝙚𝙙𝙖𝙥 𝙢𝙚𝙡𝙞𝙝 𝙙𝙪𝙜𝙞. (Iya, sebentar lagi sampai.)" Jawab Aksa. "𝙔𝙤𝙬𝙚𝙨 𝙜𝙚𝙠 𝙙𝙞 𝙜𝙤𝙬𝙤 𝙢𝙚𝙧𝙤𝙣𝙤.(Yasudah cepat di bawa kesana.)" Kata Bu Sari. "Buk, aku mau ngomong sebentar." Kata Aksa. "𝙊𝙥𝙤, 𝙈𝙖𝙨? 𝘼𝙧𝙚𝙥 𝙣𝙜𝙤𝙢𝙤𝙣𝙜 𝙣𝙖𝙠 𝙠𝙤𝙬𝙚 𝙘𝙚𝙬𝙚𝙠𝙖𝙣 𝙠𝙖𝙧𝙤 𝙉𝙙𝙪𝙠 𝙆𝙞𝙣𝙖𝙣? 𝙒𝙚𝙨, 𝙄𝙗𝙪 𝙬𝙚𝙨 𝙬𝙚𝙧𝙪𝙝. (Apa, Mas? Mau bilang kalau kamu pacaran sama Kinan? Sudah, Ibu sudah tau.)" Jawab Bu Sari. "Ibu tau dari mana?" Tanya Aksa. "𝙎𝙞𝙢𝙗𝙖𝙝 - 𝙨𝙞𝙢𝙗𝙖𝙝 𝙗𝙪𝙙𝙚𝙜 𝙮𝙤 𝙬𝙚𝙧𝙪𝙝 𝙣𝙖𝙠 𝙠𝙤𝙬𝙚 𝙬𝙤𝙣?
Hari minggu pagi, cuaca begitu cerah. Kinan sedang menyapu halaman rumah sambil menikmati udara sejuk yang terasa begitu bersih. Beberapa warga yang lewat, menyapa ramah Dokter cantik itu. "Assalamualaikum, Bu Dokter." Seorang anak kira - kira berusia sepuluh tahun menghampirinya. "Waalaikumsalam. Ada apa, Anak Pintar?" Tanya Kinan sambil tersenyum ramah. "Ini, di suruh Ibu antar jagung dan kacang rebus untuk Bu Dokter." Jawab si anak. "Maa Syaa Allah. Terima kasih, Bu Dokter terima ya. Tolong sampaikan terima kasih untuk Ibu, ya." Kata Kinan yang kemudian mengambil alih besek berisi jagung dan muntul yang masih mengepulkan asap. "Iya, Bu Dokter. Saya pulang dulu, Bu Dokter. Assalamualaikum." Pamit si anak. "Hati - hati, ya. Waalaikumsalam." Kata Kinan. Kinan kemudian meletakkan makanan itu di atas meja yang ada di teras, kemudian melanjutkan pekerjaannya menyapu halaman yang sedikit lagi selesai. "Rajin banget, Dek. Sekalian halaman rumah Mas, sini." Gurau Aksa yang m
"Assalamualaikum." Ucap Aksa yang menghampiri rumah Kinan pagi itu. Seperti hari - hari sebelumnya, Aksa menghampiri Kinan untuk berangkat bersama. "Waalaikumsalam." Jawab Kinan sambil membukakan pintu. "Sudah siap?" Tanya Aksa. "Sudah, M-Mas Aksa mau masuk dulu?" Tanya Kinan yang sampai tergagap karena gugup. "Gak usah, nanti kesiangan. Kamu kenapa kok gugup gitu, Dek? Mas gak gigit lho." Tanya Aksa sambil terkekeh. Ia terlihat lebih santai di banding Kinan. "Eh, enggak kok, gak apa - apa. Aku kunci pintu dulu." Kata Kinan sambil mengunci pintu rumahnya. "Eeaaa. Pegangan lho, Mbak Kinan. Biar gak jatuh." Goda Arbi yang mengintip dari pagar rumahnya. "𝙊𝙧𝙖 𝙪𝙨𝙖𝙝 𝙧𝙚𝙨𝙚𝙝, 𝘽𝙞. 𝙄𝙨𝙚𝙝 𝙞𝙨𝙪𝙠 𝙞𝙠𝙞. (Gak usah jahil, Bi. Masih pagi ini.)" Sahut Aksa. "𝙈𝙪𝙣𝙜 𝙣𝙜𝙖𝙣𝙙𝙖𝙣𝙞 𝙈𝙗𝙖𝙠 𝙆𝙞𝙣𝙖𝙣 𝙡𝙝𝙤, 𝙈𝙖𝙨. 𝙆𝙤𝙣 𝙜𝙤𝙣𝙙𝙚𝙡𝙖𝙣 𝙗𝙚𝙣 𝙧𝙖 𝙩𝙞𝙗𝙤. (Cuma bilangin Mbak Kinan lho, Mas. Suruh pegangan biar gak jatuh.)" Jawab Arbi sambil terkekeh. "Peg
Kinan terdiam saat mendengar kata - kata Aksa yang seperti meledeknya karena tadi ia mengatakan pada Faris kalau Aksa adalah pacarnya. "Maaf, Pak-" "Memangnya ada, orang yang memanggil pacarnya, Pak?" Aksa memotong ucapan Kinan hingga membuat gadis itu terperangah. Aksa kemudian membawa Kinanti duduk di sebuah bangku yang ada di lorong itu. "Ada yang luka?" Tanya Aksa dengan lembut sambil memperhatikan kedua tangan Kinan. "Gak ada kok, Pak. Cuma ini aja." Jawab Kinan dengan jantung yang berdebar kencang sambil melihat pergelangan tangannya yang merah karena cengkraman Faris. "Orang itu, salah satu staf di sini, kan?" Tanya Aksa yang di jawab anggukan pelan oleh Kinan. "Kalo gitu, jangan pernah kesini sendirian." Kata Aksa. "Terima kasih ya, Pak, karna Pak Aksa nolongin aku." Lirih Kinan. "Namanya juga pacar, pasti harus menjaga pacarnya, kan?" Kata Aksa yang membuat Kinan menatap lurus ke arahnya. "Pak Aksa, itu tadi-" "Gak apa - apa kalo kamu bilang aku ini paca
Aksa ternyata selesai lebih cepat dari pada Kinan. Pria gagah itu langsung menuju ke Kantor Dinas Kesehatan setelah menyelesaikan urusannya. Sesampainya di sana, suasana masih sepi. Aksa kemudian meraih ponselnya dan mencari kontak Kinan di sana. Begitu menemukan kontak milik Kinan, ia segera mendialnya. "Assalamualaikum." Ucap Aksa ketika Kinan mengangkat panggilannya. "Waalaikumsalam. Mas Aksa dimana?" Tanya Kinan dengan suara bergetar. Nafas gadis itu pun sedikit memburu. Aksa terdiam, tak langsung menjawab karena sedikit terkejut sebab Kinan memanggilnya dengan panggilan yang berbeda. Namun, ia tetap memperhatikan suara Kinan dan suara - suara di sekitar Kinan melalui telfon. Sementara itu beberapa menit sebelumnya... "Kinanti!" Seorang pria menarik tangan Kinan begitu Dokter cantik itu lengah. "Astaghfirullah! Lepas, Ris... Lepas!" Seru Kinan yang meronta - ronta berusaha melepaskan cengkraman Faris di tangannya.Sementara itu Faris bergeming, ia terus menyeret Kinan m
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments