"Janice." Rachel menatapnya dengan tatapan penuh harap. "Ayolah, ikut ya?"Janice hanya bisa menghela napas pasrah dan mengangguk. "Ya sudah."Rachel masih ingin mengatakan sesuatu, tetapi Arya segera menyela, "Waktunya hampir habis, kita urus prosedur keluar rumah sakit sekarang. Jangan sampai pasien berikutnya tertunda."Landon mengangkat tas di samping tempat tidur tanpa banyak bicara. "Rachel, aku akan mengantar Janice pulang dulu. Hati-hati di jalan.""Aku tahu." Rachel melambaikan tangan.Setelah Landon dan Janice pergi, Arya memandang Rachel sambil memegang buket bunga di tangan. "Rachel, ikut aku sebentar."Rachel mengikuti Arya ke ruangannya. Begitu masuk, Arya langsung melempar buket bunga ke atas meja dengan nada kesal. "Rachel, sebenarnya apa yang kamu inginkan? Jangan bilang padaku kalau kamu datang jauh-jauh hanya untuk membicarakan pernikahan."Bibir Rachel sedikit bergetar. Kepalanya tertunduk, air mata berlinang. "Maaf, aku cuma ingin tahu dia ada di sini atau nggak. S
Janice menghindari cahaya matahari, lalu mengangkat tangan dan memutar wajah Landon ke samping."Pak Landon, jangan-jangan kamu sedang mencari alasan untuk gagal?" goda Janice.Landon mengangkat alisnya. "Sepertinya hari ini aku harus mengenai semua target dengan sempurna."Dia memandang ke depan dan mengarahkan tembakan ke balon di rak. Dor! Dor! Dor! Sembilan tembakan tepat sasaran.Dengan pesonanya, Landon langsung menarik perhatian banyak orang untuk berhenti dan menonton.Pemilik lapak pun melihat peluang dan segera bertepuk tangan. "Anak Muda, kamu hebat sekali! Kalau kamu bisa mengenai target terakhir, aku akan memberimu hadiah spesial."Sambil berbicara, dia mengeluarkan boneka terbesar di belakang rak. Boneka kapibara berbulu.Tanpa menunggu jawaban, si pemilik lapak menyelipkan boneka itu ke tangan Janice. "Lucu, 'kan? Ini bukan barang murahan. Coba sentuh bulunya, pasti lembut banget."Janice membelai boneka itu. Sentuhan lembutnya membuatnya terpaku sejenak. Rasanya seperti
Janice menggigit bibirnya, tidak tahu harus berkata apa.Pegawai lapak bersandar di meja kasir. "Masih ada yang bisa kubantu?" Sif kali ini sangat ramai dan buat stres.Menyadari tatapan pegawai yang agak kesal, Janice segera menggeleng dan buru-buru pergi.Landon mengikuti langkahnya, sekilas melirik ke arah tertentu di kejauhan.Setelah selesai berkeliling pasar malam, Janice dan Landon menukarkan kartu koleksi stempel mereka dengan seember deterjen.Dengan setelan jas yang rapi, Landon membawa seember deterjen besar. Ini benar-benar lucu.Mereka tertawa kecil sambil berjalan kembali ke mobil. Zion sedang bersandar di samping mobil sambil merokok. Saat melihat mereka datang, dia segera mematikan rokok dan membuka pintu.Begitu masuk ke mobil, Janice langsung terkejut melihat boneka di kursi belakang. Kapibara."Ini ...."Zion menjelaskan, "Tadi waktu jalan-jalan, aku lihat boneka ini lucu, jadi kubeli. Bu Janice, anggap saja hadiah untuk merayakan keluarnya kamu dari rumah sakit."Te
Pada saat yang sama, hidung Janice mencium aroma parfum yang sangat khas. Aromanya samar, tetapi cukup untuk langsung menarik perhatian siapa pun.Ini adalah pertama kalinya Janice mencium aroma seperti ini. Bukan parfum yang biasa dijual di toko-toko, melainkan lebih seperti parfum yang diracik khusus.Namun ... apakah orang yang memakai parfum semahal ini, masih mau berbelanja di supermarket biasa?Dengan rasa penasaran, Janice menoleh sedikit ke samping. Wajah yang indah terpampang jelas di hadapannya. Wajah itu terlihat dingin dan tidak acuh.Saat mencicipi makanan sampel, wanita itu memegang tusuk gigi seolah-olah sedang memegang perhiasan mahal.Menyadari tatapan Janice, wanita itu menoleh dan mengangkat alis. "Ada perlu?" tanyanya dengan nada datar, sulit menebak emosinya.Janice segera tersadar, lalu tersenyum canggung. "Nggak ada."Wanita itu mencicipi roti di tusuk gigi. "Lumayan, beri aku beberapa."Melihat cara berpakaian wanita itu, pegawai toko langsung mengambil 3 kanton
Norman mengangkat tangan untuk menghentikan Rensia, tetapi Jason melambaikan tangan dan berkata, "Biarkan dia pergi."Rensia tersenyum dan berkata, "Kak Jason, sampai jumpa besok."Setelah Rensia pergi, Norman segera maju dan berkata, "Aku sudah menambah orang untuk mengikuti Nona Janice."Jason tidak mengatakan apa-apa, hanya diam dan merokok.Pada saat itu, beberapa orang berlari masuk ke tempat parkir dengan cepat."Cepat pergi, ada tabrakan mobil di depan supermarket. Aku dengar ada dua wanita muda yang tertabrak.""Aku sudah melihatnya. Salah satu dari mereka sebenarnya bisa menghindar, tapi tangannya terluka. Jadi, dia nggak bisa bangun. Sayang sekali ...."Norman langsung menatap Jason saat mendengar percakapan itu, tetapi Jason sudah tidak ada di sana.....Saat Janice dan Naura keluar dari supermarket sambil membawa barang, ada sebuah mobil yang tiba-tiba melaju ke arah mereka. Mereka tidak sempat menghindar, tetapi orang di samping mereka yang juga ketakutan tidak sengaja men
Janice menemukan Naura yang sedang menonton keributan di pintu utama supermarket."Janice, kamu baik-baik saja, 'kan? Tadi aku terdorong keluar dan nggak bisa keluar lagi," kata Naura sambil merapikan gaunnya yang kacau karena terdorong orang."Nggak apa-apa. Tadi aku keluar lewat pintu samping," jelas Janice."Kamu memang pintar. Ayo pergi, kita cepat pulang. Ini sudah hampir jam satu, kita naik taksi saja. Aku sengaja beli iga, nanti aku bikin sup untukmu," kata Naura sambil mengeluarkan ponselnya untuk melihat waktu."Kita makan yang simpel saja, nggak perlu repot-repot," kata Janice yang merasa hari ini Naura terlihat agak aneh. Naura biasanya agak cerewet, tetapi sekarang malah begitu perhatian.Setelah membantu Janice ke pinggir jalan untuk naik taksi, Naura mengomel, "Nggak boleh asal makan. Tanganmu masih terluka, kamu harus makan yang bergizi."Janice masih kebingungan, tetapi dia tetap ikut masuk ke dalam mobil bersama Naura. Dalam perjalanan pulang, Naura menunjuk sayur di d
"Pak Jason masih belum datang?" tanya Landon."Belakangan ini dia sangat sibuk. Datang agak telat juga nggak apa-apa, aku akan menunggunya," jawab Rachel yang berusaha membela Jason.Melihat adiknya seperti itu, Landon merasa agak tidak tega. "Rachel, kalau ....""Aku nggak apa-apa, jangan berpikir sembarangan. Dia memang selalu sibuk. Nanti setelah menikah, kita akan punya lebih banyak waktu untuk bersama," kata Rachel yang bersikeras menyela.Melihat sikap Rachel, Landon juga tidak berbicara lebih banyak lagi.Pada saat itu, terdengar suara kepala pelayan dari arah pintu. "Pak Jason.""Ya," jawab Jason sambil melangkah masuk ke ruangan itu dengan tatapan yang dingin dan aura yang memancar dari tubuhnya membuat orang takut. Dia melirik wanita yang duduk di samping Anwar, lalu maju dengan tanpa ekspresi.Anwar berdiri dan berkata, "Karena semuanya sudah datang, aku akan memperkenalkan kalian dulu. Ini kerabat jauh Keluarga Karim, Rensia. Ibunya sudah lama tinggal di luar negeri. Sekara
Janice menemukan Landon dan wanita itu berada di bagian luka bakar di rumah sakit dan membelakangi pintu. Saat dokter dan perawat sedang merawat luka bakar itu, wanita itu langsung menyandarkan diri ke pelukan Landon."Sakit sekali, aku sangat takut," kata wanita itu.Janice merasa sangat familier dengan suara itu, tetapi dia tidak bisa mengingat di mana pernah mendengar suara itu.Namun, ada seorang perawat yang datang sambil membawa obat. "Nona, tolong minggir sebentar."Suara dari perawat itu membuat Landon dan wanita itu yang berada di dalam ruangan terkejut dan menoleh secara bersamaan.Landon terkejut dan memanggil, "Janice."Janice akhirnya bisa melihat jelas wajah wanita itu yang ternyata wanita di supermarket kemarin, Rensia. Ekspresi Rensia terlihat tetap tenang saat melihatnya, seolah-olah sudah memprediksi mereka akan bertemu lagi. Sepertinya, kebetulan bertemu di supermarket itu memang sengaja diatur. Rensia perlahan-lahan bersandar ke Landon dan tatapannya menantang saat
"Wanita apa? Panggil aku Wanita Ganas Pengayun Golok Tengah Malam," kata Louise yang berdiri di depan Janice dan melihat pria di depannya dengan tatapan ganas.Pria itu bertanya sambil mendesis, "Kamu penulis komik itu, 'kan?"Louise merapikan rambutnya, lalu berkata dengan suara yang menjadi manis, "Kamu ini penggemar fanatik, 'kan?""Aku bukan penggemar fanatik, aku adalah dewa," kata pria itu dengan kesal, lalu melempar sapunya dan menepuk debu di pakaiannya. Setelah itu, dia berjalan melewati Louise dan mendekati Janice.Melihat pria itu sudah mengejar sampai sini, Janice merasa tidak perlu bersembunyi lagi. Lagi pula, pria ini sudah melihatnya mengantar anak. Dia menepuk bahu Louise dan berkata dengan tak berdaya, "Aku kenal dia."Louise terkejut, lalu mulai menebak-nebak. "Jangan-jangan dia ini ... ayahnya Vega?""Jangan sembarang berbicara. Kalau ada yang mendengar, aku akan mati," kata pria itu dengan marah.Mendengar perkataan itu, Janice tersenyum dan menggelengkan kepala kar
Zion segera maju dan memapah Landon. Saat melihat luka Landon dari dekat, dia langsung mengernyitkan alis. "Pukulan Pak Jason terlalu keras."Landon mengambil handuk dan menyeka sudut bibirnya. "Sudahlah, anggap itu pelampiasan saja. Kalau dia sudah menemukan tempat ini, kita sepertinya nggak bisa menipunya dengan bilang hanya kebetulan saja. Lebih baik beri Janice sedikit waktu lagi.""Tuan Landon, kamu sebenarnya punya niat pribadi juga, 'kan? Kamu ingin lebih dulu menemukan Nona Rachel daripada Pak Jason, 'kan?" kata Zion.Landon sama sekali tidak membantah. Dia sering berpikir apakah semuanya akan berbeda jika dia yang bertemu dengan Janice terlebih dahulu. Oleh karena itu, kali ini dia juga ingin mengambil risiko. "Zion, terus selidiki jejak Janice. Harus lebih cepat dari Pak Jason.""Baik," jawab Zion.....Setelah kembali ke kamar, Jason mengambil handuk dan menyeka tangannya yang terluka dengan tatapan dingin dan ekspresi cuek.Norman baru saja ingin mendekat dan menenangkan, t
"Biar aku saja," kata Dipo."Nggak perlu. Kamu ini baru pulang seminggu sekali, cepat pergi lihat orang tuamu," kata Janice sambil tersenyum dan menggendong Vega, lalu berbalik dan masuk ke penginapan.Dipo terbata-bata sejenak, lalu akhirnya memutuskan untuk pergi.Louise mengikuti Janice dan berkata, "Dokter Dipo sepertinya tertarik padamu dan sangat baik dengan Vega juga. Kenapa kamu malah menolaknya?""Sekarang kehidupanku cukup baik, aku hanya butuh Vega saja," jawab Janice sambil memeluk Vega dengan erat. Dia berpikir orang tidak boleh terlalu serakah.Louise mengangkat bahunya dan bertanya dengan penasaran, "Jangan-jangan kamu masih memikirkan ayahnya Vega? Dia itu pria berengsek."Janice langsung menutup telinga Vega. "Jangan sampai anak kecil mendengarnya.""Baiklah. Oh ya. Tadi ada pria yang super tampan datang ke sini, penampilannya itu seperti model," kata Louise sambil terus menggerakkan tangannya.Janice hanya menganggukkan kepala dengan cuek, sama sekali tidak memedulika
Saat Janice dan Dipo sedang membicarakan beberapa hal, Louise pergi keluar sambil memegang lolipop. Namun, Vega ternyata tidak berada di sana, dia pun terkejut sampai berkeringat dingin. Dia segera menarik salah satu karyawan dan bertanya, "Mana Vega?"Karyawan itu menunjuk ke toko hadiah di sebelah dan berkata, "Dia ke sana untuk cari makan dan minum lagi."Tetangga serta orang-orang di sekitar sana sudah sangat akrab dan Vega juga anak kecil satu-satunya di jalan itu, sehingga semua orang sangat menyayanginya.Louise baru saja hendak menghela napas lega, tetapi tatapannya tiba-tiba tertuju ke seberang jalan. "Wah .... Pria super tampan!"Karyawan itu pun terkekeh-kekeh. "Mulutmu jangan terbuka begitu .... Memang tampan, tapi kenapa rasanya agak familier?""Kamu jangan bodoh begitu, lihat aku saja," kata Louise sambil merapikan rambutnya dan hendak berjalan ke arah pria itu.Namun, karyawan itu menghentikan Louise. "Kamu yakin mau pakai piama ke sana?"Mendengar perkataan itu, Louise
Karakter dalam komik itu fiktif dan gambar anak kecil itu juga hanya mirip dengan Vega sekitar 70% sampai 80% saja. Oleh karena itu, tidak bisa dibilang identik dan tidak termasuk dengan pelanggaran privasi juga. Namun, Louise sangat menyukai Vega, tentu saja tidak ingin mempersulit Janice. "Kalau begitu, nanti aku akan klarifikasi dan ubah penampilan bayi itu.""Baiklah," jawab Janice.Begitu percakapan keduanya selesai, televisi di dinding ruang tamu penginapan tiba-tiba menayangkan berita yang sedang viral. Berita itu berisi gambaran Jason yang memapah Rachel masuk ke dalam rumah sakit, sedangkan Rachel terlihat bergerak dengan sangat pelan. Reporter berspekulasi program kehamilan mereka sudah berhasil.Saat melihat gambaran di layar televisi, Janice langsung tercekat. Setelah dia pergi, Anwar selalu mencari kesempatan di berbagai acara untuk mengumumkan pasangan suami istri itu sedang berusaha memiliki anak. Belakangan ini, Rachel juga ikut mengiakan kabar itu. Dia berpikir seperti
Di Moonsea Bay.Janice baru saja menyerahkan kalung yang didesainnya untuk istri Hady si kurir itu.Hady tersenyum dan berkata, "Apa Vega sebentar lagi akan jadi seleb ya?"Janice yang kebingungan pun bertanya, "Apa maksudmu?""Istriku lihat gambar Vega saat sedang melihat-lihat video. Dia bilang sekarang banyak orang yang bilang dia mirip seseorang yang sangat terkenal ... namanya aku sudah lupa."Setelah mengatakan itu, perhatian Hady langsung tertuju pada kalung di dalam kotak. "Wah. Nona Janice, kamu benar-benar hebat. Aku nggak menyangka hanya dengan empat jutaan saja sudah bisa membeli kalung yang begitu bagus. Istriku pasti suka."Hady menutup kotaknya dengan hati-hati, lalu menyimpannya ke dalam saku di dalam jaketnya.Namun, Janice masih memikirkan perkataan Hady tadi. "Hady, gambar Vega apa yang tadi kamu maksud?""Itu komik yang digambar Nona Tukang Jerit di penginapanmu. Istriku bilang ceritanya sangat lucu dan karakter bayi yang baru muncul itu yang begitu mirip dengan Veg
Tanpa perlu dijelaskan, Norman tahu Arya pasti mengerti orang yang dimaksudnya adalah Janice. Dia meminta Arya melakukan itu karena merasa foto itu mungkin bisa membantu Jason di saat krusial.Saat terpikir Jason, Arya tersenyum pahit. Dia adalah orang yang paling mengerti kondisi Jason selama tiga tahun ini. Hanya saja, rencana seperti ini sering tiba-tiba berubah.Setelah mengajukan cuti dan hendak memesan tiket pesawat ke Kota Genggi, ponsel Arya tiba-tiba menerima pesan dari Zion.[ Aku menemani tuan mudaku dinas ke Kota Genggi. Bagaimana kalau aku terbang ke Kota Pakisa untuk bertemu denganmu? Tenang saja, aku nggak membawa anak. ]Arya langsung menyadari Zion juga sudah tahu dan merasa ada firasat buruk.Firasat buruk Arya memang benar. Pada detik berikutnya, Norman pun menerima perintah dari Jason. "Pak Jason sudah tahu Pak Landon pergi ke Kota Genggi. Dia suruh aku mengatur perjalanannya ke sana juga.""Habis sudah ...." Arya langsung merasa kesulitan.Keduanya pun akhirnya sep
Lima menit kemudian, Arya sudah terikat di kursi kantornya. Dia menatap Norman dan berkata sambil tersenyum, "Jangan main-main lagi, sebentar lagi aku harus keliling kamar pasien."Norman bersandar di meja dan berkata dengan ekspresi serius, "Minggu ini giliranmu jaga klinik, jadi kamu nggak perlu keliling kamar pasien. Jangan harap bisa menghindar. Cepat katakan, itu anak siapa?""Punya Zion," jawab Arya dengan sangat serius dan tegas.Sudut bibir Norman berkedut, lalu mengernyitkan alisnya dan berkata, "Kamu tahu maksudku."Arya mengalihkan pandangannya. "Hanya komik, kebetulan saja.""Kalau hanya kita bertiga yang mirip dengan karakter di komik itu, masih bisa dibilang kebetulan. Tapi, penampilan anak kecil itu hanya kamu, aku, dan Pak Jason saja yang tahu, siapa yang bisa gambar sampai begitu detail? Kecuali dia benar-benar ada. Perlu aku teruskan lagi?" jelas Norman."Bisakah kamu nggak seperti Pak Jason? Aku benar-benar nggak tahu," kata Arya sambil memalingkan wajahnya dengan gu
Saat Janice mengatakan itu, Louise merasa makin bersemangat. "Aku tiba-tiba dapat inspirasi, aku naik ke atas dulu."Melihat Louise berlari dengan cepat, Janice juga tidak terlalu memikirkannya karena kebetulan jam di dinding menunjukkan sudah waktunya untuk menjemput anak. Dia berjalan kaki menuju TK di kota. Pukul setengah empat, kelas penitipan anak pun pulang terlebih dahulu. Seorang anak kecil memakai topi kuning dan rambutnya dikepang dua berlari terhuyung-huyung ke arahnya."Mama, aku rindu kamu," kata Vega.Janice menggendong Vega, lalu mengeluarkan sebuah permen dari sakunya. "Guru bilang hari ini kamu paling baik, jadi ini hadiah untukmu.""Wah. Mama, terima kasih," kata Vega dengan sepasang mata yang terlihat bersinar, bahkan sempat mengecup pipi Janice.Setiap kali Vega mengecupnya seperti ini, Janice selalu merasa sangat bersyukur telah pergi dari kehidupan sebelumnya karena sekarang Vega akhirnya kembali lagi ke sisinya. Tanpa kehidupan yang mewah sekaligus menyesakkan se