Suasana di ruangan langsung sunyi setelah ucapan Arya dilontarkan. Namun, Arya tidak sadar dan tetap melanjutkan, "Pantas saja tadi dia terus menatap seorang anak kecil.""Dokter Arya." Norman buru-buru memberi peringatan.Arya baru sadar dirinya kebanyakan bicara. Dia menoleh dengan hati-hati ke arah tempat tidur.Jason menutup mata pelan, mengangkat sebatang rokok, dan menyalakannya tanpa berkata apa-apa. Dia melemparkan korek api ke atas meja.Klik. Suara kecil itu seakan-akan menjadi pelampiasan kemarahannya.Jason seolah-olah tidak mendengar ucapan Arya. Suaranya dingin saat bertanya, "Ada kabar dari Fiona?"Norman menggeleng dengan pasrah. "Belum ada. Sesuai instruksimu, aku sudah menekan proyek ayahnya agar dia muncul, tapi tetap nggak ada tanda-tanda. Padahal, dia bukan tipe yang bisa berdiam diri seperti ini."Rokok di jari Jason menyala dan padam bergantian. Suaranya semakin dingin. "Berarti orang yang membawanya pergi sudah sepenuhnya mengendalikan dia."Mendengar itu, Arya
Tatapan Jason menjadi dingin. Dia mengulurkan tangan, mencabut seluruh kabel dari tubuhnya, lalu bangkit dan mengenakan baju. Setelah itu, dia melangkah keluar tanpa ragu.....Sementara itu, Janice membawa obat kembali ke mobil dan pulang ke vila bersama Ivy. Kebetulan Zachary belum pulang, jadi Ivy langsung menarik tangan Janice dengan cemas. "Gimana hasilnya?"Karena masalah ini sangat serius, Janice tidak bisa menyembunyikannya dari Ivy. Dia menjawab dengan jujur, "Memang ada sesuatu yang ditambahkan ke dalamnya, tapi resep dasarnya nggak salah. Kemungkinan besar sama seperti dugaanku, murid dokter itu yang melakukan kecurangan.""Siapa yang ingin mencelakaiku?" Ivy panik, mondar-mandir di dalam ruangan.Janice berusaha menenangkannya, "Ibu, obatnya tetap direbus seperti biasa, tapi nanti diam-diam dibuang. Dua hari lagi mulai pura-pura sakit.""Kamu mau mengikuti rencana musuh?" Kini nyawa sudah dipertaruhkan, Ivy pun berpikir dengan lebih jernih.Janice mengangguk. "Kita nggak ta
Dalam perjalanan pulang bersama Ivy, Janice berpikir banyak. Kalau dia mau mempertahankan anak ini, dia harus pergi.Namun, dia harus mencari alasan yang masuk akal agar bisa pergi secara terang-terangan. Kalau tidak, pasti menimbulkan kecurigaan.Masalahnya, alasan itu belum terpikirkan. Apalagi, yang lebih penting saat ini adalah masalah Ivy.Janice menenangkan, "Bu, tenang saja. Aku bakal hati-hati. Tapi, tolong rahasiakan hal ini. Jangan kasih tahu siapa pun, termasuk Paman Zachary.""Hm." Ivy mulai tenang, lalu mengelus pipi Janice yang masih merah akibat tamparan tadi. "Masih sakit nggak?""Nggak." Janice menggenggam tangan Ivy dan kembali ke topik utama. "Bu, sekarang kita bahkan nggak tahu siapa lawan kita. Kita harus sangat hati-hati.""Ya." Ekspresi Ivy menjadi sangat serius.Sejak memutuskan untuk mempertahankan anak itu, Janice malah merasa jauh lebih tenang.Sebelum berpisah dengan ibunya, dia sempat teringat sesuatu. "Bu, jangan lupa kirimkan proposal proyek Bibi Fenny ke
Jason menoleh dan menatap Janice. "Aku ingat, aku selalu ingat. Demi kamu, aku ingin ...."Sebelum Jason sempat berkata ingin bertahan hidup demi Janice, Janice sudah menunjuk ke arah pintu dan berteriak, "Tutup mulutmu! Keluar! Keluar!"Janice tahu apa yang ingin dikatakan Jason, tetapi sekarang semuanya sudah tidak berarti lagi.Jason terdiam, lalu menopang tubuhnya pada lemari dan perlahan-lahan berdiri. Dia berdiri dengan jarak dua langkah dan menatap Janice. Namun, pandangannya tiba-tiba menjadi gelap, lalu seluruh tubuhnya jatuh ke arah Janice.Setelah tertegun sejenak, Janice secara refleks mengulurkan tangan dan langsung memeluk tubuh Jason. Saat itu, dia baru menyadari betapa panasnya tubuh Jason. Namun, dia sama sekali tidak mampu menahan tubuh Jason yang tinggi dan berat, sehingga dia hanya bisa membaringkan Jason di sofa.Setelah lampu dinyalakan, terlihat Jason yang berbaring di sofa dengan tak berdaya dan kakinya pun hanya bisa tergantung di sofa. Wajahnya terlihat sangat
Janice berteriak dengan marah di dalam hatinya, tetapi dia tidak cukup kuat. Pada akhirnya, dia langsung mendekat dan menggigit tangan Jason. Namun, Jason tiba-tiba menahan bagian belakang lehernya dan langsung menariknya mendekat.Jason menyipitkan matanya, tatapannya terlihat bersemangat, dan gairahnya terus bergejolak, tetapi pada akhirnya dia tetap menutup matanya. Dia khawatir Janice akan makin membencinya, sehingga dia tidak melakukan apa-apa dan berusaha menahan sakit di tubuh dan hatinya.Begitu Jason tiba-tiba melepaskannya, Janice akhirnya menghela napas lega. Setelah menempelkan plester penurun demam, dia menyuapkan obat pada Jason. Melihat Jason perlahan-lahan menjadi tenang, dia baru berdiri dan hendak kembali ke kamarnya. Namun, baru saja bergerak sedikit, Jason langsung duduk untuk memeluknya dari belakang dan menggenggam perutnya dengan erat.Saat Jason menyandarkan kepalanya di bahunya dan mengembuskan napas panas di telinganya, Janice terkejut sampai menjatuhkan ponse
Arya menggumam dengan heran.Saat Arya hendak mengatakan sesuatu, Norman langsung menyela. "Aku pikir Pak Landon berencana mengembangkan bisnis besar di Kota Pakisa juga.""Kenapa aku merasa ada makna tersembunyi di balik perkataanmu?" kata Zion sambil menoleh dan menatap Norman."Lagi pula, Nyonya Ivy dan Nona Rachel juga ada di Kota Pakisa. Kalau ada bisnis, mereka bisa saling bantu," kata Norman dengan ekspresi yang tetap tenang."Nggak akan. Ada bosmu di Kota Pakisa, Tuan Landon nggak bodoh sampai jadi saingan bisnis dengan Pak Jason," jawab Zion dengan terus terang."Tuan mudamu saja berani merebut orang," sindir Norman."Ya, aku juga berani rebut," kata Zion sambil mencuri babat dari piring Norman.Ekspresi Norman langsung menjadi muram dan berkata, "Nggak higienis."Zion langsung memakan babat itu, lalu berkata, "Aku sudah makan hotpot bareng kalian, kamu masih membahas higienis denganku? Lagi pula, aku nggak mengambilnya dari mulutmu."Setelah terkekeh-kekeh, Arya memberikan ba
Sebelum sempat menyentuh sarapan pagi itu, Jason sudah ditelepon Norman untuk memintanya segera pergi. Saat akan pergi, dia berdiri di depan pintu dan menatap Janice.Namun, Janice sama sekali tidak menoleh, melainkan terus menyantap sarapan yang dibawa Landon. Begitu mendengar suara pintu yang ditutup, dia baru merasa lega. Saat mengangkat kepalanya, tatapannya kebetulan berhadapan dengan Landon. Dia berkata dengan nada bersalah, "Terima kasih untuk semalam."Landon tersenyum dengan tenang. "Sebenarnya aku cukup senang, setidaknya ini membuktikan kamu sudah memercayaiku.""Jangan bercanda. Kalau kamu marah, itu wajar juga," kata Janice sambil meletakkan sarapannya."Kalau begitu, kamu hibur aku dulu."Setelah senyumannya kembali, Landon menggenggam tangan Janice dan berkata, "Janice, aku nggak suka dia begini, tapi Kota Pakisa ini wilayahnya. Aku nggak boleh gegabah, apalagi dia itu ... suaminya Rachel."Mendengar kata suami, wajah Janice langsung memucat. Tidak peduli apakah kata Lan
Janice dan Landon segera menuju ke kantor polisi.....Satu jam sebelumnya, Jason merapikan dasinya sambil menuruni tangga. Saat dia keluar dari lift, Norman segera menyerahkan setelan jas yang sudah disetrika dengan rapi padanya. "Bagaimana?""Proyek besar yang dimaksud itu sebenarnya sudah mandek, paling-paling hanya kedok. Ini hanya penipuan yang terlihat meyakinkan saja. Diberi sedikit keuntungan dulu, lalu keuntungannya makin besar sampai korban nggak rela lepas tangan dan terjebak," jelas Norman."Ambil alih proyek itu," kata Jason langsung."Pak Jason, proyek ini sangat bahaya. Kalau sampai terbongkar, kita akan malu dan rugi besar juga," kata Norman mengingatkan."Aku masih sanggup menanggung kerugian ini. Suruh orang untuk periksa latar belakang semua orang yang terlibat lagi. Ivy memang serakah, tapi dia penakut. Dia berani ikut proyek ini pasti karena ingin membuat Janice terlihat hebat di hari pertunangan, tapi nggak semuanya nggak mungkin begitu kebetulan," kata Jason."Ba
Jason tersenyum. "Baiklah, aku akan menunggu."Saat Jason menerima Vega yang agak memberontak, Hady langsung tertegun saat menatap mereka. "Pantas saja aku merasa kamu begitu familier, kalian berdua ....""Keluarga pasien! Keluarga pasien!" teriak perawat."Aku segera ke sana," jawab Hady.Setelah Hady pergi, Vega mengangkat kepala dan menatap wajah Jason. Namun, dia tidak menangis ataupun marah.Meskipun anak itu ada di depan mata, Jason masih merasa semuanya tidak nyata. Dia memeluk Vega dengan lebih erat dan menarik Vega agar lebih dekat dengan hati-hati. Saat dia bisa mencium aroma khas tubuh Vega dan bahkan ada sedikit bau Janice yang samar-samar, dia baru berani yakin anak ini adalah Vega di mimpinya. Hanya saja, wajah anak ini lebih bulat daripada wajah Vega di mimpinya.Mulut Jason bergerak, seolah-olah ada banyak hal yang ingin ditanyanya. Namun, saat dia hendak membuka mulut, Vega yang berada dalam pelukannya bergerak beberapa kali dan menunjuk mesin penjual otomatis di loron
Saat pria itu hendak memakaikan kalung itu pada istrinya, Jason tiba-tiba menggenggam pergelangan tangan pria itu. "Kalung ini dari mana?"Nada bicara Jason yang dingin membuat pria itu terkejut dan menjawab, "Dari ... Vega Jewelry. Bosnya adalah orang dari desa kami. Dia menjual perhiasan, sangat hebat."Wanita yang baru saja melewati kontraksinya pun meninju suaminya. "Apanya yang penjual perhiasan? Ini namanya desainer perhiasan.""Ya, aku memang mudah lupa," kata pria itu.Jason menatap desain pita yang pita yang istimewa itu. Dari lekukan hingga ukiran yang kecil-kecil di atasnya, semuanya itu adalah gaya khas Janice. Tenggorokannya terasa kering dan bertanya dengan suara serak, "Siapa?""Ja .... Ah! Sakit sekali!" teriak wanita itu tiba-tiba sebelum selesai menjawab pertanyaan Jason, lalu mencengkeram suaminya dan Jason dengan erat.Begitu pintu lift terbuka, kebetulan ada seorang perawat yang melihat kejadian itu dan segera memanggil orang untuk membantu. Saat dokter bertanya te
Nama yang tertera di sepatu itu adalah Vega.Saat itu, seorang guru yang sedang menjaga ketertiban di lokasi itu segera berlari mendekat. "Mama Vega, Vega nggak ada di sini. Anak-anak yang terluka parah sudah segera dibawa ke rumah sakit kota.""Terluka parah?" tanya Janice dengan suara bergetar.Guru itu menggigit bibirnya, lalu berkata, "Kepala sekolah sudah pergi ke sana, kamu juga segera pergi ke sana saja."Janice baru saja hendak berbalik, tetapi tubuhnya langsung ambruk.Arya segera memapah Janice. "Aku antar kamu ke rumah sakit."Janice hanya bisa menahan air matanya dan menganggukkan kepala. Setelah berlari ke rumah sakit dan diberi petunjuk oleh perawat, dia pun menemukan lantai tempat para korban kecelakaan TK dirawat. Di tengah kerumunan, dia langsung menemukan gurunya Vega. "Guru, mana Vega? Dia baik-baik saja, 'kan?""Vega baik-baik saja. Saat aku membawanya untuk menghindar, aku terpaksa membawanya bersamaku ke rumah sakit karena aku harus buru-buru mengantar para korban
Begitu mendengar terjadi kecelakaan di TK, Janice tanpa ragu langsung berlari keluar. Arya dan Louise segera mengikuti dari belakang."Kenapa bisa terjadi kecelakaan mobil di TK?" tanya Arya."TK ini dibangun di lereng. Saat bus pariwisata turun dari bukit, sopirnya juga nggak tahu kenapa nggak menginjak rem dan langsung menerobos masuk ke TK. Saat itu banyak anak-anak yang sedang bermain .... Aduh, tunggu aku!" jelas Louise.Hanya mendengar penjelasan singkat dari Louise, naluri menyelamatkan sebagai seorang dokter membuat Arya langsung tahu kecelakaan ini sangat parah.Saat ini, sebuah bus besar terjepit di tembok TK. Bagian depan bus sudah menerobos masuk ke lapangan bermain sepenuhnya, sedangkan bagian belakangnya tergantung. Banyak orang di sekitar yang sedang membantu dan banyak anak yang diangkut keluar dengan menangis terisak-isak.Janice segera berlari mendekat dan menarik seorang anak yang sedang memegang lengannya. Anak itu adalah teman sekelas Vega. "Mana Vega?"Anak itu me
"Wanita apa? Panggil aku Wanita Ganas Pengayun Golok Tengah Malam," kata Louise yang berdiri di depan Janice dan melihat pria di depannya dengan tatapan ganas.Pria itu bertanya sambil mendesis, "Kamu penulis komik itu, 'kan?"Louise merapikan rambutnya, lalu berkata dengan suara yang menjadi manis, "Kamu ini penggemar fanatik, 'kan?""Aku bukan penggemar fanatik, aku adalah dewa," kata pria itu dengan kesal, lalu melempar sapunya dan menepuk debu di pakaiannya. Setelah itu, dia berjalan melewati Louise dan mendekati Janice.Melihat pria itu sudah mengejar sampai sini, Janice merasa tidak perlu bersembunyi lagi. Lagi pula, pria ini sudah melihatnya mengantar anak. Dia menepuk bahu Louise dan berkata dengan tak berdaya, "Aku kenal dia."Louise terkejut, lalu mulai menebak-nebak. "Jangan-jangan dia ini ... ayahnya Vega?""Jangan sembarang berbicara. Kalau ada yang mendengar, aku akan mati," kata pria itu dengan marah.Mendengar perkataan itu, Janice tersenyum dan menggelengkan kepala kar
Zion segera maju dan memapah Landon. Saat melihat luka Landon dari dekat, dia langsung mengernyitkan alis. "Pukulan Pak Jason terlalu keras."Landon mengambil handuk dan menyeka sudut bibirnya. "Sudahlah, anggap itu pelampiasan saja. Kalau dia sudah menemukan tempat ini, kita sepertinya nggak bisa menipunya dengan bilang hanya kebetulan saja. Lebih baik beri Janice sedikit waktu lagi.""Tuan Landon, kamu sebenarnya punya niat pribadi juga, 'kan? Kamu ingin lebih dulu menemukan Nona Rachel daripada Pak Jason, 'kan?" kata Zion.Landon sama sekali tidak membantah. Dia sering berpikir apakah semuanya akan berbeda jika dia yang bertemu dengan Janice terlebih dahulu. Oleh karena itu, kali ini dia juga ingin mengambil risiko. "Zion, terus selidiki jejak Janice. Harus lebih cepat dari Pak Jason.""Baik," jawab Zion.....Setelah kembali ke kamar, Jason mengambil handuk dan menyeka tangannya yang terluka dengan tatapan dingin dan ekspresi cuek.Norman baru saja ingin mendekat dan menenangkan, t
"Biar aku saja," kata Dipo."Nggak perlu. Kamu ini baru pulang seminggu sekali, cepat pergi lihat orang tuamu," kata Janice sambil tersenyum dan menggendong Vega, lalu berbalik dan masuk ke penginapan.Dipo terbata-bata sejenak, lalu akhirnya memutuskan untuk pergi.Louise mengikuti Janice dan berkata, "Dokter Dipo sepertinya tertarik padamu dan sangat baik dengan Vega juga. Kenapa kamu malah menolaknya?""Sekarang kehidupanku cukup baik, aku hanya butuh Vega saja," jawab Janice sambil memeluk Vega dengan erat. Dia berpikir orang tidak boleh terlalu serakah.Louise mengangkat bahunya dan bertanya dengan penasaran, "Jangan-jangan kamu masih memikirkan ayahnya Vega? Dia itu pria berengsek."Janice langsung menutup telinga Vega. "Jangan sampai anak kecil mendengarnya.""Baiklah. Oh ya. Tadi ada pria yang super tampan datang ke sini, penampilannya itu seperti model," kata Louise sambil terus menggerakkan tangannya.Janice hanya menganggukkan kepala dengan cuek, sama sekali tidak memedulika
Saat Janice dan Dipo sedang membicarakan beberapa hal, Louise pergi keluar sambil memegang lolipop. Namun, Vega ternyata tidak berada di sana, dia pun terkejut sampai berkeringat dingin. Dia segera menarik salah satu karyawan dan bertanya, "Mana Vega?"Karyawan itu menunjuk ke toko hadiah di sebelah dan berkata, "Dia ke sana untuk cari makan dan minum lagi."Tetangga serta orang-orang di sekitar sana sudah sangat akrab dan Vega juga anak kecil satu-satunya di jalan itu, sehingga semua orang sangat menyayanginya.Louise baru saja hendak menghela napas lega, tetapi tatapannya tiba-tiba tertuju ke seberang jalan. "Wah .... Pria super tampan!"Karyawan itu pun terkekeh-kekeh. "Mulutmu jangan terbuka begitu .... Memang tampan, tapi kenapa rasanya agak familier?""Kamu jangan bodoh begitu, lihat aku saja," kata Louise sambil merapikan rambutnya dan hendak berjalan ke arah pria itu.Namun, karyawan itu menghentikan Louise. "Kamu yakin mau pakai piama ke sana?"Mendengar perkataan itu, Louise
Karakter dalam komik itu fiktif dan gambar anak kecil itu juga hanya mirip dengan Vega sekitar 70% sampai 80% saja. Oleh karena itu, tidak bisa dibilang identik dan tidak termasuk dengan pelanggaran privasi juga. Namun, Louise sangat menyukai Vega, tentu saja tidak ingin mempersulit Janice. "Kalau begitu, nanti aku akan klarifikasi dan ubah penampilan bayi itu.""Baiklah," jawab Janice.Begitu percakapan keduanya selesai, televisi di dinding ruang tamu penginapan tiba-tiba menayangkan berita yang sedang viral. Berita itu berisi gambaran Jason yang memapah Rachel masuk ke dalam rumah sakit, sedangkan Rachel terlihat bergerak dengan sangat pelan. Reporter berspekulasi program kehamilan mereka sudah berhasil.Saat melihat gambaran di layar televisi, Janice langsung tercekat. Setelah dia pergi, Anwar selalu mencari kesempatan di berbagai acara untuk mengumumkan pasangan suami istri itu sedang berusaha memiliki anak. Belakangan ini, Rachel juga ikut mengiakan kabar itu. Dia berpikir seperti