“Bagaimana menurutmu Yang Mulia Putra Mahkota tentang prosesi pengangkatanku sebagai Kaisar?” tanya Jean di sepanjang jalan kembali mengantarkan Adam menuju kamarnya.
“Ayolah, Paman, jangan panggil aku dengan sebutan itu jika kita hanya berdua,” tegus Adam.
“Hahaha, baiklah. Jadi bagaimana Adam?”
“Aku senang acaranya berjalan dengan lancer walaupun sebelumnya gaduh, aku ingin berterima kasih pada Paman karena bersedia untuk menggantikanku menjadi Kaisar. Aku minta maaf karena telah melimpahkan tanggung jawab ini padamu,” jawab Adam.
“Diumurmu yang sekarang memang belum waktunya untuk terjun ke dunia politik. Kamu perlu banyak belajar lagi hingga waktunya tepat dan kamu siap menanggung beban kekaisaran di pundakmu, saat itulah kamu pantas disebut sebagai kaisar! Jadi tidak masalah untukku menanggung sementara tanggung jawabmu itu. Lagi pula aku merasa ini adalah cara satu-satunya untukku agar dapat menebus kesalahanku karena pergi di saat yang tidak tepat,” jelas Jean dengan penyesalan yang teramat.
Adam sendiri menyukai Jean karena dia adalah saudara paling dekat dengan Ayahnya, juga merupakan orang yang paling ramah padanya. Di saat seperti ini yang bisa Adam percaya adalah Jean. Buktinya Jean bersedia untuk menjadi Kaisar walaupun dia mendapat cemoohan tak mengenakkan dari rakyat yang berimbas pada pendapat dominan para menteri di rapat sebelumnya. Walaupun cukup aneh, ketika saat pemungutan suara tiba-tiba suara terbanyak justru menyetujui Jean menjadi Kaisar.
“Apa maksudmu Paman! Kematian Ayahanda dan Ibunda sama sekali bukan kesalahanmu. Itu adalah kesalahan pembunuh keji yang sampai saat ini belum aku temukan!”
Jean mendelik, apa maksud Adam dengan pembunuh yang belum dia temukan?
“Apa maksudmu? Bukannya pembunuhnya adalah Sandres Cesilio?” tanya Jean berusaha untuk mencari tahu dari mana asumsi Adam terkait pembunuh yang lain.
Tersadar Adam mengatakan hal yang tidak seharusnya, dia berniat untuk tidak membagikan informasi yang dia dapatkan dari Sandres pada siapapun.
“Ah? Tidak, bukan apa-apa, Paman. Aku hanya melantur,” kekeh Adam.
“Ah, seperti itu ….”
Mereka telah sampai di depan kamar Adam dan Jean menyuruhnya untuk beristirahat. “Istirahatlah, besok kamu memulai pelajaran yang melelahkan,” katanya sembari tertawa.
“Hahh, aku yakin Paman senang melihatku menderita,” canda Adam. Jean terkekeh saja dan menepuk Pundak Adam pertanda dia akan pergi.
“Melihatmu menderita? Tentu saja aku senang,” gumam Jean.
“Kau mengatakan sesuatu, Paman?” tanya Adam sebelum masuk ke dalam kamarnya.
“Ah? Aku mengatakan jika kamu tidak perlu mengkhawatirkan kekaisaran ini. Aku berjanji akan memajukan kekaisaran ini untukmu ketika kamu sudah siap naik tahta. Aku akan berusaha sekuat tenaga, tunggu saja hasil kerja keras pamanmu ini. Kamu tidak perlu memikirkan prosesnya, kamu hanya akan menerima hasilnya!” kata Jean.
Adam tersenyum mendengarnya, merasa begitu beruntung memiliki seseorang seperti Jean.
“Terima kasih, Paman. Aku akan masuk kamar.” Anggukan dari Jean menjadi percakapan terakhir dia dan Adam saat itu.
Melihat punggung gagah keponakannya itu Jean justru tertawa remeh. Mengapa sosok kuat seperti Adam justru mudah terpedaya oleh akal liciknya?
“Aku rasa dia juga menaruh sedikit curiga pada hasil pemungutan suara yang terbilang mengejutkan. Namun, Adam sepertinya memilih untuk tidak mencari tahu karena sejak awal pilihannya memang condong padaku,” ucap Jean.
Kaisar saat ini itu menilik kembali kegaduhan di meja rapat. Di mana para minoritas yang menolak tidak menerima hasil dari pemungutan suara tersebut.
“I-ini pasti direkayasa!” kata Cerrish.
Mata Cerrish menatap tak percaya pada apa yang dia lihat. Semua kertas itu menulis “1”, hanya 3 yang menulis X. Bagaimana mungkin ini terjadi?
“3 kertas itu mungkin hanya aku, Duke Ellian, dan Penasihat Edward. Lalu menteri itu? apa dia setuju?” batin Cerrish menerka-nerka.
Pemungutan suara rahasia itu sempurna untuk menutupi siapa mendukung siapa. Sial, entah apa yang dilakukan Jean, tetapi mereka melihat secara langsung tidak adanya rekayasa pada pemungutan itu ataupun kecurangan.
“Hentikan itu Ajudan Cerrish. Anda adalah orang pintar, kepercayaan Yang Mulia Putra Mahkota. Tidakkah Anda mempermalukan diri sendiri dengan menganggap pemungutan ini rekayasa?” ucap Gallan sebagai juru hitung pemungutan tersebut.
Cerrish tidak bisa melawan, tetapi dirinya gatal. Bagaimana dia bisa diam saja dihadapkan pada ketidakadilan ini? Bagaimana dia bisa menyerahkan jabatan Kaisar pada seorang tiran?
“Baiklah, semuanya hentikan keributan ini. Aku tahu banyak dari kalian yang merasa aku tidak cukup pantas, atau kalian termakan konspirasi yang entah dari mana asalnya. Namun, ini suara kalian. Aku tidak memaksa kalian memilihku, bukan? Mari umumkan pada rakyat tentang pengangkatan Kaisar selanjutnya. Kita akan dihadapkan pada banyak konfilk dengan negara tetangga, kita akan tergerus jika masih memperdebatkan gosip tak berarti itu!” tegas Jean.
Rapat itu pun bubar, diakhiri dengan keputusan pengangkatan Jean sebagai Kaisar.
Kembali pada saat ini.
Jean tidak melangkahkah kakinya menuju kamarnya, melainkan dia pergi ke singgasana Kaisar yang mana merupakan tempat privasi yang hanya digunakan oleh kaisar untuk pembicaraan pribadi.
Prajurit yang berjaga di sana tidak bisa menentang Jean yang memasuki ruangan singgasana karena mata tajam dan dingin itu begitu menusuk. Lagi pula tanpa banyak orang sadari, setelah kematian kaisar dan permaisuri kekuasaan tertinggi di istana jatuh pada Jean. Putra mahkota memang terlihat menjadi puncak tertinggi kekaisaran saat ini, tetapi dibalik layar ada Jean yang mengendalikan semuanya.
“Ah . . . kursi itu kosong sekarang. Padahal hanya sebuah kursi tetapi mengapa aku begitu terobsesi ya? Kau dengar aku, Yurize?” ucap Jean pada angin.
Jean mendekat ke arah kursi itu, menyentuhnya pelan dan mendudukinya. “Jadi seperti ini pemadangan yang dilihat dari atas sini? Pantas saja kamu enggan untuk mengalah padaku, kan?” kata Jean lagi.
“Bertahun-tahun aku berusaha keras untuk bisa diakui oleh Ayahanda dan bisa menjadi kaisar selanjutnya. Tapi . . . tapi mengapa aku yang berusaha begitu keras bisa kalah dari dirimu yang bahkan tidak dicambuk saat belum selesai mengerjakan Latihan?”
Jean kembali merasakan sakit pada punggungnya yang dicambuk oleh Kaisar terdahulu. Dia bertanya-tanya mengapa Ayahnya begitu pilih kasih, mengapa Yurize diperlakukan sebagai penerus selanjutnya, sedangkan dia tidak?
“Sekarang aku mengetahui alasannya, karena aku anak dari perempuan itu, kan? Perempuan yang membuat Ayah kehilangan permaisuri tercintanya. Hahhaha, padahal aku tidak meminta lahir dari rahimnya. Lantas mengapa aku yang harus menanggung akibatnya?”
“Aku tidak melakukan kesalahan, aku hanya . . . mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi milikku.”
Sementara itu Jean tidak tahu jika di sebalik tirai tersebut terdapat seseorang yang menguping sedari tadi.
Seorang pemuda itu pergi meninggalkan Jean yang sedang duduk di singgasana, dia melangkahkan kakinya tanpa suara. Apa yang akan dia lakukan setelah mendengar hal itu?
Penyambutan Adam dari kembalinya dia dari Denara disambut dengan baik oleh para rakyat, Adam membagikan buruannya pada para rakyat. Daging-daging berkualitas dan bahan pangan melimpah yang dia dapatkan dari Denara membuat rakyat memuja-mujanya.“Terima kasih, Yang Mulia!”“Dimuliakanlah dirimu!”“Hidup Kaisar masa depan!”“Segala keberuntungan memihakmu Yang Mulia!”Seruan-seruan terima kasih rakyat menggema di sepanjang jalan kembalinya Adam menuju istana. Dia nampak senang karena pembagian kecil itu bermakna besar pada mereka yang membutuhkan. Mengingat di masa lalu, para rakyat yang berada di pusat kekaisaran justru tidak mendapatkan hidup yang Sejahtera karena kekejaman bangsawan.Adam telah sampai di istana setelah menyapa para rakyatnya. Segera dia disambut dengan Jean yang menampilkan senyum cerahnya.“Bagaimana perburuanmu Adam? Aku sempat heran mengapa kamu pergi jauh-jauh ke Denara hanya untuk berburu, tetapi sepertinya tujuanmu tercapai. Apakah ada hal bahagia di sana?” tan
Jilid : Masa kini Adam Di langit Vanrize yang cerah, Adam memandang hamparan taman megah yang tampaknya miliknya, tetapi ia tahu dengan pasti bahwa milik itu adalah milik Kaisar Jean yang masih menduduki posisi dengan sah. Meskipun kekuasaan Adam tumbuh, ia tahu ia masih jauh dari cukup kuat untuk menggulingkan Jean dalam waktu dekat. Namun, ada kesempatan yang harus dimanfaatkannya dengan bijak. “Aku tidak boleh tergesa-gesa, kesempatan memutar waktu ini tidak akan datang dua kali. Kontrak yang aku jalani dengan Iblis itu pun entah akan menguntungkanku sampai kapan,” gumam Adam pada dirinya sendiri. Dia berusaha bangkit dari kegagalan dan kebodohannya di masa lalu. Saat ini, Adam tidak akan melonggarkan sedikitpun kewaspadaannya. Bersama dengan orang-orang kepercayaannya nanti, Adam akan memimpin Kekaisaran ini lebih baik dari siapa pun. “Selamat pagi, Yang Mulia,” sapa Cerrish di ambang pintu kamar Adam. Adam tersenyum pada pengawalnya. "Selamat pagi, Cerrish! Kamu nampak segar h
Adam terduduk sendiri di ruang gelap, matahari yang menyinari kamar yang seharusnya indah ini sekarang hanya memberikan bayangan kepada penghuni ruangan yang penuh dengan keputusasaan. Buih-buih air mata mengisi matanya, mengingatkannya pada momen-momen pahit yang terus-menerus terulang dalam ingatannya.Dia adalah Pangeran Adam Adrellina Van, sang Putra Mahkota. Dahulu, hidupnya diwarnai dengan kemewahan dan kehormatan. Tapi sekarang, dia terjebak dalam kekacauan yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya. Rakyatnya telah memberontak, dan mereka menyalahkan Adam sebagai dalang di balik pemberontakan di wilayah utara.Adam terisak pelan, mencoba menelan pil pahit ketidakadilan yang menghantamnya. Bagaimana semua ini bisa terjadi? Bagaimana dia, yang pernah dicintai oleh rakyatnya, bisa berakhir sebagai pihak yang dicaci maki dan ditolak begitu keras?Kembali ke saat dia didemo oleh seluruh rakyat, itu adalah momen yang tak terlupakan. Mereka menghina dan mencemoohnya, melemparkan kata-k
Dalam kegelapan malam, di luar gerbang istana Vanrize, Adam bersiap untuk pertempuran besar yang akan menentukan nasib Vanrize. Dia berdiri bersama Zenon dan pasukan iblisnya, yang siap untuk membantunya melawan pasukan Jean yang kuat.Adam melihat ke arah Zenon dan berkata, "Waktunya kita memulai ini. Kita harus merebut kembali istana dan mengakhiri pemerintahan tirani Jean."Zenon mengangguk dan menggerakkan tangannya. Dengan cepat, pasukan iblisnya meluncur ke dalam kegelapan, menuju pasukan Jean yang berjaga di sekitar istana. Mereka muncul secara tiba-tiba, menyerang dari segala arah, dan pertempuran pun pecah.Suara teriakan, benturan senjata, dan hujan panah mengisi udara saat dua kekuatan bertempur dengan sengit. Adam memimpin pasukannya, pedangnya berkilauan di bawah cahaya bulan. Dia merobek masuk ke dalam barisan pasukan Jean, berjuang dengan penuh semangat dan tekad."Demi Vanrize yang bebas!" teriak Adam, menginspirasi pasukannya.Zenon, dengan kekuatan iblisnya, membawa
Dalam kegelapan hutan yang penuh misteri, Adam dan para pengikutnya bersembunyi, merencanakan serangan besar-besaran untuk merebut kembali tahta yang sah dari tangan Jean. Mereka tahu bahwa hanya dengan tindakan tegas dan keberanian mereka dapat menghentikan tirani Jean dan mengembalikan keadilan ke Vanrize yang terhimpit oleh kekuasaannya.Kegelapan malam memenuhi hutan, hanya diterangi oleh gemerlap api unggun kecil yang mereka nyalakan untuk memasak dan memanaskan diri. Adam duduk di antara para pengikutnya, wajahnya yang penuh tekad memancarkan keyakinan."Kita harus bertindak cepat," ujar Adam dengan tegas. "Jean semakin kuat dengan setiap hari yang berlalu, dan kita tidak bisa membiarkan tiran ini terus merajalela di tahta yang seharusnya menjadi milik kita."Para pengikutnya yang tersisa mengangguk setuju. Mereka telah melewati banyak rintangan dan risiko, dan semangat mereka tidak pernah pudar."Kami telah berhasil meyakinkan banyak bangsawan untuk bergabung dalam perjuangan k
Dalam persembunyian mereka di hutan yang gelap, Adam dan para pendukung terakhirnya merencanakan langkah selanjutnya dalam perjuangan mereka. Mereka tahu bahwa mereka harus bertindak cepat dan bijaksana, karena Jean tidak akan tinggal diam.Adam, dengan rasa tekad yang lebih kuat dari sebelumnya, memimpin pertemuan ini. "Kita memiliki bukti bahwa surat perintah suksesi kekaisaran yang digunakan oleh Jean adalah palsu. Kita harus membawanya kepada bangsawan-bangsawan yang masih memiliki keraguan terhadap pemerintahannya."Mereka merencanakan untuk melakukan perjalanan diam-diam ke beberapa kota di Vanrize untuk bertemu dengan bangsawan-bangsawan yang setia kepada Adam dan yang menolak tunduk pada Jean. Mereka akan membawa bukti tentang surat perintah palsu tersebut dan mencoba meyakinkan mereka untuk bergabung dalam perjuangan mereka.Selama perjalanan mereka, mereka harus tetap waspada terhadap mata-mata Jean yang mungkin mengintai di setiap sudut. Mereka bergerak dengan hati-hati, me