Setelah satu tahun berlalu dari hadapan Jack dan Starla kini Barnard kembali muncul dengan gaya baru. Ia begitu muak dalam gangguan Jack dan orang-orang yang membuatnya tidak nyaman, maka sementara ia menghindari mereka karena ingin hidup tenang. Di negara ini tak cukup membuat Barnard senang, ia masih memikirkan apa yang seharusnya ia dapatkan, kini bersama dua orang pengawal yang telah menemaninya hampir dua tahun Barnard ingin membalas dendam pada Jack. "Ternyata kau lagi," ucap Jack yang sedang merapikan jasnya.Bagaimana bisa Jack lupa dengan kerja sama yang mengatasnamakan nama samaran lagi, ini kali ke dua Jack tertipu oleh Barnard, Barnard menggunakan nama pengawalnya untuk kerjasama dengan Jack, tak lain tujuannya untuk merebut perusahaan Jack lagi. "Ada masalah kah, Tuan? Bisnis tetaplah bisnis sedangkan aku akan tetap menjadi musuhmu bukan?" Barnard terlihat santai menanggapi perkataan Jack. Tampilan dan gaya Barnard saat ini sungguh bukan lagi dirinya yang dulu, pakaia
"Caline, apa kau yakin bisa membuatnya tunduk padamu?" tanya Carlos sesaat mereka tiba di rumah. Berlian yang baru saja mereka curi segera mereka simpan di salah satu tempat yang begitu rahasia. Carlos tidak begitu yakin dengan rencana yang di susun oleh Caline. "Aku yakin, aku tahu siapa Barnard, satu langkah lagi ...." Bragh .... Suara pintu di dobrak begitu memekakkan telinga, terlihat seseorang berdiri sambil menodongkan pistol ke arah mereka berdua, senyum penuh kemenangan terlihat jelas di wajah itu walaupun terlihat sedikit ada dendam. "George!""Kau terkejut?" George terkekeh lalu mendekati mereka berdua. "Harusnya kau bekerja dan mengandalkan aku, bukan wanita jalang ini. Wanita bisa saja berkhianat bukan?" George terlihat begitu kesal pada Carlos namun Caline hanya diam saja. "Bukan begitu, Caline akan membuat Barnard jatuh lagi. Caline mampu menguras semua harta yang Barnard miliki dan kita akan kaya raya," terang Carlos namun George hanya diam saja. Rasa dendamnya
Malam dengan gemerlap lampu diskotik menerangi ruang penuh dengan suara musik dan tawa, terdengar samar seseorang sedang berbisik di ujung bar sambil melirik ke arah seorang pria yang duduk sendiri. "Bawa minuman ini padanya!" Seorang laki-laki berpakaian jas rapi menyuruh seorang pelayan mengantarkan minuman padanya. Barnard duduk sambil menatap gelas yang berisi anggur di tangannya, pikirannya tak luput pada wanita yang kini menjadi sekretarisnya, Barnard menaruh kecurigaan kalau wanita itu menginginkan sesuatu yang lebih darinya. "Tuan, mau anggur dengan rasa khas yang agak klasik namun menarik untuk rasa yang lebih baru," ucap salah seorang pelayanan bar yang sebelumnya adalah suruhan laki-laki misterius itu. Suara pelayan itu cukup membuat Barnard terkejut namun ia masih bisa mengontrol emosinya. Barnard menegak dengan cepat minuman yang baru saja diberikan oleh pelayan namun minuman itu justru membuatnya begitu cepat pusing dan rasa ingin muntah. "Oh, Tuhan! Aku sepert
"Ambil ini dan tinggalkan putri saya!" perintah Jack Marker setelah melemparkan beberapa gepok uang ke arah Riko. Wajah pemuda itu tertunduk, kekasihnya juga enggan membelanya. Riko perlahan mendongak, berusaha menatap laki-laki dewasa yang begitu sangar di hadapannya. "Pak, tolong berikan saya kesempatan, saya akan berusaha mencari pekerjaan tetap dan menggapai apa yang Bapak inginkan, tapi tolong jangan jauhkan saya dari Starla," lirih Riko lalu memegang tangan laki-laki bertubuh kekar yang tak lain adalah ayah Starla, yang terkenal memiliki banyak bisnis di luar negeri. "Lupakan Starla, kau itu tak lebih dari pemuda bodoh yang miskin dan ...." "Daddy!" Starla memotong perkataan ayahnya membuat Jack Marker menatap ke arah putri semata wayangnya. Jack Marker terkenal sebagai pria galak dan pemberani, seperti kata pepatah. Siapa yang kuat maka ia akan berkuasa dan mengatur segalanya. Terbukti saat ini Jack mampu membuat beberapa pejabat negeri berlutut padanya, ah tidak perlu tah
"Bro, ada apa denganmu?" Teman Riko bertanya sesaat setelah motor berhenti tepat di samping Riko. Riko tersenyum lalu menatap temannya, enggan bercerita pada temannya karena Riko tahu, tidak semua teman bisa dipercaya dan dapat menjaga rahasia. "Tidak. Hanya seekor anjing liar." Riko tersenyum getir. "Ayo kuantar kau pulang!" Mereka berdua melesat, meninggalkan kota yang sedikit menyisakan gerimis kecil seusai hujan lebat yang membuat Riko basah kuyup. Berjalan Riko beberapa meter tak ada yang memberikannya tumpangan walaupun dalam hujan lebat. "Thanks." Riko langsung masuk ke dalam rumahnya setelah mengucapkan terimakasih pada temannya. Tak ada yang Riko pikirkan lagi, mengagumi Starla hanya tinggal dalam mimpi. Starla akan ia pinang ketika ia sukses nanti, jika tidak sukses maka Starla cukup menjadi cerita masa lalunya. Riko masuk ke dalam kamarnya, melihat sisa tabungan yang ia miliki. "Ah ... ini hanya untuk ongkos." Bukan masalah besar bagi seorang laki-laki jika hanya me
Malam sudah menyapa namun kota masih begitu ramai orang berlalu lalang. Riko masih terkulai lemah di lantai namun kesadarannya telah kembali, tangan kiri Riko berlahan ia gerakkan namun terasa berat. Seketika Riko menoleh, lalu menarik tangannya lagi sekuat tenaga namun tetap saja tidak bisa. Tenaganya kini melemah."Bagaimana?" George tersenyum lalu mengangkat tangan Riko yang tidak bisa bergerak samasekali, bukan iba tapi George malah begitu senang melihat Riko menderita seperti ini. "Sial. Aku masuk ke dalam kandang harimau," lirih Riko dengan bahasa negaranya. "Cukup bagus, ambil ini!" George melemparkan kartu ke arah Riko. Riko mengambil kartu dengan tangan kanannya, cukup membuatnya terkejut karena fotonya terpampang jelas namun dengan nama berbeda. "Barnard?" "Ya. Mulai saat ini kau akan menyandang nama Barnard, kuakui kau pria pemberani." Pria berkepala plontos mendekati Riko lalu menarik tangan kanan Riko. Laki-laki yang menyandang gelar sebagai bos dalam kelompok mere
Jam menunjukan pukul 12 malam, Barnard menatap langit yang penuh dengan kerlipan bintang. Pikirannya berkelana, mengingat siapa yang telah menemaninya beberapa waktu lalu, biasanya ia akan keluar sekedar jajan di pinggir jalan bersama kekasihnya namun kini hanya tinggal mimpi. Layaknya seorang sahabat, tidak ada yang tahu apa yang terjadi sebenarnya pada Barnard dan Edward, mereka terlihat seperti pemuda pada umumnya terlebih keduanya bersikap tidak peduli pada orang yang berdebat di samping mereka. "Ramen dua," ucap Edward sesaat setelah pramusaji wanita menghampiri mereka berdua. Tak lama makanan pun terhidang di meja mereka, Barnard menyantapnya dengan lahap, sekilas Edward menatap laki-laki yang kini sudah menjadi temannya lalu menggelengkan kepalanya. Merasa takjub dengan apa yang ia lihat di depannya saat ini, laki-laki yang begitu polos sesaat lagi akan menjadi brandal di negara asing. "Kau tau? Jika sudah masuk ke dalam kelompok bos Carlos maka kita tidak akan pernah lep
Sekitar satu jam sudah Edward dan Barnard berlatih namun Barnard belum mau berhenti karena ia merasa, belum bisa menembak tepat sasaran seperti Edward. "Aku lelah. Ayo kita cari makanan,"ujar Edward namun Barnard tidak perduli, ia masih fokus menembak pada sasarannya. Edward pernah di posisi Barnard, layaknya candu dan tidak ingin di ganggu sama sekali hingga, Edward memutuskan meninggalkan Barnard sendiri. Namun, saat membuka pintu seseorang terlebih dahulu membuka pintu dari luar, melihat Barnard berlatih begitu semangat, hingga ia merasa begitu kagum namun kekagumannya berubah saat Barnard mengarahkan senjata ke arahnya, dan secepatnya Barnard melesatkan peluru. Namun, beruntung seseorang yang tidak lain adalah Carlos menghindar dengan cepat. "Kau ingin membunuhku?" tanya Carlos dengan tatapan tajamnya. Jika ingin main-main Carlos lebih ingin main-main saat ini. Sudah lama Carlos tidak bersenang-senang, biasanya Carlos selalu melatih nyali anggota baru yang ada dalam kelompok