MasukMohon bantu rate dan vote🤗
"Ozkhan, apa aku boleh menemui Gul? Aku sangat ingin bertemu dengannya. Aku janji aku akan tetap tutup mulut." "Kamu... bilang apa?" Raut Ozkhan seketika berubah dingin karena permintaan Keenan yang dirasa terdengar konyol. "Kamu ingin menemui Gul?" Nada bicaranya terdengar agak sinis. Keenan menelan ludah dengan perubahan sikap Ozkhan yang tiba-tiba, membuat nyalinya seketika menciut. Membasahi bibir, dia pun menjawab gugup, "I-iya. Aku ingin menemui Gul, walau hanya sekali saja. Aku hanya ingin melihatnya secara langsung. Aku—" "Bukankah kamu sudah pernah menemuinya diam-diam?" Ozkhan menyela Keenan, membuat pria itu makin pucat. Raut Keenan pias mendengar pertanyaan Ozkhan yang semacam sindiran. Tenggorokannya tercekat, dan mendadak dia kehilangan keberanian untuk menyampaikan keinginannya lagi. Bagaimana Ozkhan bisa tahu hal itu? pikirnya. Punggung Keenan menegak, tatapan matanya mengiba. Lantas dengan sisa keberaniannya Keenan pun berkata, "Maafkan aku, Ozkhan. Aku t
Rapat hari ini selesai dari waktu yang semestinya. Banyak hal yang harus dibahas bersama. Ozkhan selaku pimpinan utama meminta kerja sama dengan beberapa pihak yang akan membantunya meninjau proyek resort di Dubai. Keberangkatan yang kurang dari empat hari lagi sudah dipersiapkan secara matang oleh Emir dan dibantu oleh rekannya. Dari ruang rapat, Ozkhan kembali ke ruangannya. Duduk di kursi kebesarannya, lalu memeriksa beberapa dokumen yang perlu tanda tangannya. Selesai tanda tangan, Ozkhan lantas mengecek ponsel. Ada banyak sekali pesan yang masuk. Termasuk pesan dari Malik—selaku pengacara yang saat ini sedang bekerja sama dengannya. Malik menyelesaikan tugasnya dengan cepat, padahal belum ada satu hari Ozkhan memintanya untuk mengajukan surat permohonan cerai ke pengadilan negeri. [Ada kemungkinan besar prosesnya tidak membutuhkan waktu lama, karena tergugat saat ini berada di penjara. Proses mediasi nampaknya tidak diperlukan, mengingat mantan suami Shanum adalah pel
"Bibi Shanum!" Gul yang sedang menyantap sarapannya langsung loncat dari kursinya, dan berlari ketika melihat sosok yang semalam dia tunggu kedatangannya baru saja memasuki Vila. Gadis kecil itu begitu riang menyambut Shanum. Kedua tangan Shanum terentang lebar sambil sedikit membungkukkan badan. Gul menghambur ke pelukannya. "Gul!" "Bibi akhirnya datang," ucap Gul di pelukan Shanum. Shanum tersenyum seraya mengusap-usap punggung Gul. "Gul senang?" "Senang sekali, Bibi." Gadis kecil itu tak mau lepas dari pelukan Shanum barang sejenak. "Bibi Shanum menginap di sini 'kan?" "Gimana, yaa..." Gul sontak menarik diri dari pelukan Shanum yang ragu-ragu menjawab pertanyaannya. Bibirnya merengut sesaat. "Bibi Shanum tidak bisa, ya?" Manik beningnya memancarkan rasa kecewa serta kesedihan. Melihat Gul yang langsung bersedih Shanum jadi tidak tega karena sudah mengerjai gadis berambut panjang itu. Menekuk kedua lututnya agar sejajar dengan tinggi Gul, Shanum lantas mencu
Untuk seperkian detik, Shanum dan Ozkhan saling menatap dengan posisi yang sangat intim. Bahkan mereka bisa merasakan hangatnya deru napas masing-masing, menyapu permukaan kulit yang saling menempel. Perlahan Ozkhan lebih mendekat pada Shanum, agar dia mudah menjangkau kening wanita itu. Sementara Shanum sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi. Paham dengan keinginan lelaki ini. Sepasang matanya memejam erat, seolah dia menyambut dengan senang hati ciuman yang akan mendarat di bibirnya. Namun... Alih-alih mencium bibir Shanum, yang sedikit terbuka, lelaki itu justru mengecup kening sang wanita. Merasa ada yang aneh, sepasang mata Shanum sontak terbuka. Ozkhan menyeringai seolah tahu isi kepala wanita ini. Dia berkata, "Kalau kamu sudah ngantuk, tidurlah lebih dulu. Aku mau mandi dan setelah itu ada sedikit pekerjaan yang harus kuselesaikan." Malu sendiri sebab yang terjadi barusan di luar ekspektasi. "I-iya," jawab Shanum, bergegas pergi begitu lilitan di pinggangnya terl
Tercengang! Apa yang diungkapkan oleh Shanum tak pelak membuat seluruh mata di ruangan itu membelalak lebar. Sebuah fakta yang didengar secara langsung dari saksi membuat sekujur tubuh mereka merinding. Rupanya, kabar tersebut memang benar adanya. Pemilik tempat mereka bernaung selama ini ternyata sengaja dilenyapkan. Betapa keji perbuatan orang itu. Ada perasaan lega bercampur rasa puas dari sorot mata Shanum, kendati rasa sedih lebih dominan, sebab dia harus kembali mengingat peristiwa kelam itu. Cairan bening secara spontan menetes dari bola matanya. Shanum mengusapnya dengan cepat. Ozkhan yang peka langsung merangkul pundak wanitanya. "Kamu baik-baik saja?" tanyanya karena dia melihat Shanum meneteskan air mata. Shanum mendongak, lalu tersenyum. "Aku baik-baik saja. Terima kasih karena sudah memberiku kesempatan yang sama sekali tidak pernah kudapatkan." Sepasang matanya mengerling polos, menatap Ozkhan dengan lembut. "Kamu berhak mendapatkannya, Shanum. Cukup sel
Kedatangan Ozkhan sempat membuat para staf yang berada di ruangan rapat terkejut sekaligus merasa lega. Pasalnya, pria itu sama sekali tidak pernah ikut campur dalam masalah yayasan selama ini. Semua kendali sepenuhnya dipegang oleh Numa. Selama beberapa hari ini keadaan di yayasan sangat kacau, semenjak terkuaknya kasus pencucian uang yang dilakukan oleh pemiliknya sendiri. Tak ada yang berani membuka suara mengenai permasalahan tersebut. Berbagai spekulasi bermunculan sebab Ozkhan sendiri tidak pernah memberi klarifikasi mengenai kasus, yang menjerat sang mantan istri. Bukannya tidak ingin, hanya saja Ozkhan merasa tidak perlu memberi klarifikasi sebab dia dan Numa sudah bercerai. Semua mata tertuju pada Shanum. Sosok perempuan cantik dan masih terlihat muda begitu menarik perhatian. Mereka tentu pernah melihat Shanum sebelumnya di pesta anniversary Numa dan Ozkhan beberapa bulan yang lalu. Namun, tidak sempat saling menyapa dikarenakan sibuk dengan urusan masing-masing. "







