21+ "Shanum …" Ozkhan melepas jas seraya menatap Shanum dengan tatapan berbeda. "Apa kamu masih membutuhkan bantuan saya?" Shanum mengerjap lambat ketika tahu-tahu Ozkhan sudah berdiri di hadapan dan merengkuh pinggangnya. Pikirannya sudah tak terkendali karena pengaruh obat tersebut. "Maaf Shanum, kalau saya sudah kurang ajar. Tapi, menurut saya, ini tidak ada salahnya. Kita bisa merahasiakan hal ini. Kamu butuh saya, dan saya juga butuh kamu." Shanum mendongak lalu menelan ludah. Dia tak pernah membayangkan kejadian malam itu akan menyeretnya pada hasrat terlarang dengan Ozkhan—sang atasan. Lantas, apakah hubungan terlarang itu akan berjalan sebagaimana mestinya, atau justru akan membawanya pada suatu kenyataan yang menyakitkan?
View MoreSekembalinya dari bertemu dengan Shanum, jangan tanya bagaimana perasaan Ozkhan saat ini. Dari rona wajah saja sudah terlihat dengan jelas kebahagiaan yang terpancar. Senyum tak pernah surut di bibir pria itu. Ternyata Shanum masih peduli dan mengkhawatirkannya. Wanita itu bahkan mencegahnya agar tidak meminum kopi, yang sengaja dipesan Ozkhan. Mengingat kepedulian Shanum di restoran tadi, Ozkhan tertawa dalam hati. 'Sebenarnya tadi aku sengaja memesan kopi hanya ingin tahu reaksi Shanum. Dan ternyata, sesuai dugaanku, dia masih peduli padaku. Tapi, seandainya tadi dia tidak peduli, mungkin saat ini aku sudah tergeletak tak berdaya di rumah sakit.' Yup, Ozkhan memang sengaja merencanakannya hanya untuk mengetes kepedulian wanita kesayangannya. Dia sendiri tidak segila itu, sampai-sampai nekad meminum kopi. Shanum pastinya mengingat jika tubuh Ozkhan toleran terhadap kafein. Pria itu tidak bisa mengkonsumsi kafein karena alergi. Selama ini, Ozkhan hanya minum teh hijau yang mas
Ozkhan pikir Shanum akan menolak permintaannya setelah beberapa hari ini wanita kesayangannya itu memintanya untuk melupakan segala hubungan yang pernah terjalin antara mereka. Sungguh, dia tak menyangka bisa berhadapan lagi dengan Shanum di tempat ini. Katakanlah, jika Ozkhan bermuka tembok. Tak apa. Asalkan baginya bisa menatap puas-puas wajah cantik, yang selalu tersemat di pikiran dan hatinya. Memutuskan hal ini pun tidak mudah. Susah payah Ozkhan harus melawan pergolakan batin yang bertentangan dengan keinginannya. Namun, perasaan rindu yang terlalu besar meruntuhkan segalanya. Dengan keberanian penuh—entah Shanum akan menampar atau memakinya, Ozkhan pergi menemui wanitanya itu. Keheningan seolah menjadi pembentang diantara dua manusia yang pernah saling mendambakan itu. Meski jarak hanya sebatas meja persegi sebagai penghalang. Pandangan Shanum tak sedingin waktu itu. Kemarahan yang sempat berkobar di wajah cantiknya nampak mereda. Kini dia bisa lebih sedikit mengelo
Setelah beberapa saat terdiam, mencerna perkataan cucunya, Nyonya Jihan menggulirkan pandangan ke arah Sira, yang mematung. Dari tatapannya saja, beliau sudah bisa menebak—jika ada sesuatu yang disembunyikan pengasuh itu. Menarik panjang napasnya, Nyonya Jihan lantas bertanya, "Apa maksud perkataan Gul tadi, Sira? Bisakah kamu menjelaskannya pada saya? Adakah hal yang tidak saya ketahui selama ini?" Mendapat rentetan pertanyaan dari majikannya, tentu nyali Sira makin ciut. Bukan apa-apa. Posisinya di sini tidak memiliki wewenang sama sekali atas kondisi Gul. Sira tidak ingin dianggap lancang oleh Ozkhan mau pun Numa. Hening. Alih-alih memberi penjelasan, Sira malah menundukkan kepala, tak berani menatap Nyonya Jihan yang saat ini membutuhkan jawabannya. Dia memeluk Gul erat-erat. Sementara gadis kecil itu mulai mengantuk. Dari sikap Sira yang bungkam, Nyonya Jihan dapat menyimpulkan jika memang ada hal yang selama ini disembunyikan darinya. Benak wanita paruh baya itu lant
Rasa penasaran majikannya tak khayal membuat Sira menegang di tempat. Baginya, Nyonya Jihan sama sekali belum tahu siapa itu Shanum. Padahal, nenek dari Gul itu sudah mengetahui perihal hubungan asmara antara putranya dan Shanum. "Bibi Shanum itu temannya ayah, Nenek. Gul pernah beberapa kali menginap di rumahnya. Ayah juga pernah mengajakku menginap di sini berhari-hari dengan bibi Shanum." Gul berceloteh polos—menjelaskan secara rinci kedekatannya pada Shanum pada sang nenek. Nyonya Jihan mengusap rambut cucunya yang terlihat bersemangat saat menceritakan segalanya. Tak menyangka jika Ozkhan ternyata sudah mendekatkan putrinya kepada wanita yang dicintainya. 'Itu artinya Ozkhan sungguh-sungguh mencintai Shanum. Dia bahkan sudah memperkenalkan Shanum pada Gul.' Bagi Nyonya Jihan sikap dan tindakan yang dilakukan Ozkhan kurang pantas. Mengingat, dia adalah seorang ayah yang seharusnya memberikan contoh yang baik. Nyonya Jihan tentu paham—sejauh mana hubungan antara Ozkhan dan Sh
Nyatanya, Ozkhan tidak tenang di dalam ruangan lain yang ada di kantor Firma Hukum Malik. Pria berjas hitam itu terus berjalan mondar-mandir sambil sesekali mengecek arloji di pergelangan tangan. Waktu berjalan sangat lambat. Belum ada tiga puluh menit Shanum berada di ruangan Malik. Namun, Ozkhan tak berhenti kepikiran serta khawatir. Dia hanya takut kalau sampai Shanum kenapa-kenapa saat ditanya-tanya. Pedro yang duduk tenang hanya memerhatikan majikannya yang sedari tadi gelisah. Dia sempat heran dengan tingkah Ozkhan. Untuk apa tuannya ini memilih berada di sini. Padahal jelas-jelas dia bisa menggunakan kesempatan yang ada untuk bertemu dengan kekasih hatinya. "Apa mereka sudah selesai?" tanya Ozkhan sambil memandang ke arah pintu yang tertutup rapat. "Mungkin sebentar lagi, Tuan," sahut Pedro sekenanya, sebab dia sendiri tidak tahu—kapan Shanum akan selesai. Helaan napas Ozkhan terdengar panjang. Ditariknya perlahan lilitan dasi yang terasa mencekik. Dia butuh udara
'Shanum... Akhirnya aku bisa melihatmu lagi.' Malik hanya mampu mengucapkannya dalam hati. Memandang puas wajah cantik Shanum yang sama sekali tidak berubah. Namun, dia tentu dapat merasakan perbedaan di sorot mata perempuan yang siang ini mengenakan floral dress warna peach. Dia memang perempuan yang sama tapi belum tentu dia mengingatnya, pikir Malik. Pertemuannya dengan Shanum terbilang sangat singkat. Meski demikian meninggalkan kesan yang mendalam di hati pria berusia tiga puluh tiga tahun itu. Awal jumpa Malik sudah jatuh hati pada Shanum, yang dulu sempat menjadi salah satu murid bimbingan belajar kakak perempuannya. Dia masih mengingat waktu pertama kali sang kakak memperkenalkan Shanum padanya. Kebetulan, Shanum adalah murid yang sangat cerdas dan sangat rajin. Kira-kira usia Shanum masih sangat muda pada waktu itu. 'Apa dia masih mengingatku?' Malik berharap jika saat ini Shanum mengingatnya. 'Ah, tidak mungkin dia mengingatku. Kami pun hanya beberapa ka
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments