Share

Bab 96

Penulis: Liyusa_
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-01 16:21:06

Revan spontan melangkah maju, rahangnya mengeras, kepalan tangannya bergetar menahan amarah.

“Berani banget kamu ngomong kayak gitu di depan ku?” suaranya berat, penuh ancaman.

Rafi tak bergeming, malah menatap Revan dengan sorot menantang.

“Ngapain harus takut sama laki-laki yang nggak mau tanggung jawab kayak kamu?”

Mata Revan langsung menyipit. “Maksudmu apa, hah?” suaranya meninggi, nyaris meledak.

“Aku cuma bilang kenyataannya, Van.” Rafi mencondongkan tubuh ke depan, seolah menantang.

“Kalau kamu tanggung jawab, Alya nggak bakal stres sampai jatuh pingsan gini.”

Sorot mata Revan makin gelap. Nafasnya berat, bahunya naik turun menahan emosi.

“Kamu nggak usah ikut campur. Ini urusan aku sama Alya.”

Rafi melangkah setengah maju, nada suaranya tajam
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Pemuas Nafsu Kakak Tiri   Bab 97

    Suara getar ponsel di saku celana memecah ketegangan. Revan terhenti seketika, nafasnya memburu, jari-jarinya masih menempel di kancing blus Alya yang setengah terbuka. Rahangnya mengeras, sorot matanya mendadak berubah dingin.Alya, dengan tubuh masih gemetar, segera mendorong dada Revan kuat-kuat. Kesempatan itu ia manfaatkan untuk bangkit dan menjauh, merapatkan blusnya dengan tangan gemetar. Air matanya masih mengalir, tapi kali ini matanya menatap Revan penuh luka dan penolakan.Revan menggeram pelan, lalu meraih ponsel yang terus bergetar. Ia menekan tombol hijau, suaranya dipaksakan terdengar tenang.“Halo, Pa…”Suara Arman terdengar dari seberang, tenang tapi tegas.“Revan, kamu di mana sekarang?”Revan terdiam. Nafasnya berat, matanya masih menatap Alya yang berdiri menjauh, wajahnya basah oleh air mata. Hening beberapa detik membuat ketegangan semakin terasa.Arman menghela napas keras.“Cepat kembali ke kantor! Lima menit lagi ada meeting mendadak. Jangan telat.”Revan me

  • Pemuas Nafsu Kakak Tiri   Bab 96

    Revan spontan melangkah maju, rahangnya mengeras, kepalan tangannya bergetar menahan amarah. “Berani banget kamu ngomong kayak gitu di depan ku?” suaranya berat, penuh ancaman. Rafi tak bergeming, malah menatap Revan dengan sorot menantang. “Ngapain harus takut sama laki-laki yang nggak mau tanggung jawab kayak kamu?” Mata Revan langsung menyipit. “Maksudmu apa, hah?” suaranya meninggi, nyaris meledak. “Aku cuma bilang kenyataannya, Van.” Rafi mencondongkan tubuh ke depan, seolah menantang. “Kalau kamu tanggung jawab, Alya nggak bakal stres sampai jatuh pingsan gini.” Sorot mata Revan makin gelap. Nafasnya berat, bahunya naik turun menahan emosi. “Kamu nggak usah ikut campur. Ini urusan aku sama Alya.” Rafi melangkah setengah maju, nada suaranya tajam

  • Pemuas Nafsu Kakak Tiri   Bab 95

    Alya tersentak, jantungnya berdegup kencang. Dengan cepat ia menoleh ke arah Revan. Suaranya berbisik panik, “Awas, Van…”Ia buru-buru melangkah ke pintu, menarik napas dalam sebelum membukanya. Begitu daun pintu terbuka, matanya melebar sedikit kaget.“Papa?” ucapnya gugup. Sejenak pikirannya dihantui rasa takut, jangan-jangan Papa mendengar keributan barusan.Arman menatapnya dengan wajah lembut, tapi ada gurat cemas. “Alya, kamu udah tidur, ya?”Alya cepat menggeleng. “Belum kok, Pa. Papa tumben kesini, kenapa?”Arman menarik napas perlahan. “Ini Papa cuma khawatir aja sama kamu. Tadi kamu sempat mual, terus pulang langsung masuk kamar gitu aja.”Alya tersenyum tipis, berusaha menutupi kegugupannya. “Alya nggak apa-apa kok, Pa. Udah mendingan juga.”Arman menatap lekat, seolah ingin memastikan. “Kamu yakin?”“Iya, yakin, Pa.” jawab Alya lebih tegas, meski tangannya yang menggenggam gagang pintu terasa dingin.Arman akhirnya mengangguk pelan. “Ya sudah, kalau gitu istirahat, ya. Uda

  • Pemuas Nafsu Kakak Tiri   Bab 94

    “Aku juga ada urusan.” Ucapnya datar, tanpa ekspresi.Arman menatapnya heran. “Van, kamu kan bisa antar Alisha dulu.”Revan menghela napas, wajahnya tetap dingin. “Nggak bisa, Pa. Aku udah telat.”Sejenak suasana parkiran menjadi canggung. Alisha berusaha menahan wajahnya tetap tenang, meski sorot matanya sedikit meredup. Dengan senyum tipis ia berkata, “Ya sudah, Om… aku pesan taksi aja.”Bagaskara yang sejak tadi memperhatikan, spontan menimpali, “Ayo, Papa antar dulu. Nggak usah naik taksi.”Alisha buru-buru menggeleng, tetap menjaga nada suaranya terdengar manis. “Nggak usah, Pa. Aku mesan taksi aja.”Dari tempatnya berdiri, Alya ikut merasakan tegangnya suasana. Matanya sempat melirik sekilas pada Revan, wajah datar itu sama sekali tak memberi ruang. Namun anehnya, justru sikap Alisha yang tetap manis meski ditolak membuat dada Alya terasa perih. Ada bagian dalam dirinya yang menjerit pelan, takut bayangan Alisha yang selalu lembut itu perlahan membuat Revan luluh, meski saat

  • Pemuas Nafsu Kakak Tiri   Bab 93

    Revan membuka mulut, tapi bukan untuk menerima suapan Alisha.Ia menunduk tenang, mengambil potongan makanan dari piringnya sendiri, lalu menyuapkan ke mulutnya.Gerakannya sederhana, tapi cukup jelas. Ia menolak tawaran itu.Arman langsung merasa wajahnya panas. Senyum hangatnya tadi mendadak kaku, hatinya diliputi rasa tidak enak. Sekilas ia melirik ke arah Bagaskara, khawatir sahabat lamanya tersinggung. Dengan nada yang ditahan, Arman akhirnya bersuara.“Van, itu Alisha nawarin. Kok ditolak begitu?”Suasana meja langsung terasa kaku. Alya menunduk makin dalam.Revan menghentikan gerakannya, lalu meletakkan garpu ke piring. Rahangnya menegang, suaranya keluar berat dan terdengar dipaksakan.“Aku nggak suka wagyu, Pa.”Sementara Alisha, meski senyumnya tetap dipertahankan, matanya sedikit meredup.Ia menurunkan garpunya perlahan, lalu terkekeh kecil, pura-pura tidak tersinggung.“Oh, oke… aku nggak tau kalau kamu nggak suka. Sorry, Van.” ucapnya manis, nada suaranya dibuat seakan s

  • Pemuas Nafsu Kakak Tiri   Bab 92

    Tiga orang masuk dengan aura berkelas. Bagaskara dengan setelan jas gelap, istrinya Alina tampil anggun dengan perhiasan berkilau, dan seorang gadis muda yang tak asing bagi Alya, Alisha.“Maaf bikin kalian nunggu lama,” ucap Bagaskara, ayah Alisha, dengan suara tenang, namun berwibawa. “Tadi macet di jalan.”Arman bangkit, menyalami Bagaskara dengan hangat.“Ah, nggak apa-apa. Kita juga baru sampai kok.”Maya ikut berdiri, senyum manis tak lepas dari wajahnya. “Silakan duduk, Pak Bagas, Bu Alina dan Alisha.”Nada suaranya terdengar ramah, namun matanya meneliti tajam.Alisha dengan percaya diri menarik kursi tepat di samping Revan.Ia duduk anggun, lalu menoleh padanya dengan senyum manis yang jelas dibuat-buat.“Hai, Van,” sapanya lembut, penuh nada akrab.Revan menoleh sebentar, ekspresinya tetap dingin, lalu menjawab singkat.Revan hanya berdehem pelan, tanpa membalas sapaan itu. Sorot matanya singkat menoleh, lalu kembali teralihkan.Suara datarnya terdengar jelas, tanpa intonasi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status